Pages

Showing posts with label sahabat. Show all posts
Showing posts with label sahabat. Show all posts

Thursday, November 11, 2010

10 Nama-Nama Sahabat yang Dijamin Masuk Surga

Sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga berdasarkan hadits berikut: Tercatat dalam “ARRIYADH ANNADHIRAH FI MANAQIBIL ASYARAH“ dari sahabat Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah masuk ke rumah Aisyah ra dan bersabda: “Wahai Aisyah, inginkah engkau mendengar kabar gembira?” Aisyah menjawab : “Tentu, ya Rasulullah.” Lalu Nabi SAW bersabda, ”Ada sepuluh orang yang mendapat kabar gembira masuk surga, yaitu : Ayahmu masuk surga dan kawannya adalah Ibrahim; Umar masuk surga dan kawannya Nuh; Utsman masuk surga dan kawannya adalah aku; Ali masuk surga dan kawannya adalah Yahya bin Zakariya; Thalhah masuk surga dan kawannya adalah Daud; Azzubair masuk surga dan kawannya adalah Ismail; Sa’ad masuk surga dan kawannya adalah Sulaiman; Said bin Zaid masuk surga dan kawannya adalah Musa bin Imran; Abdurrahman bin Auf masuk surga dan kawannya adalah Isa bin Maryam; Abu Ubaidah ibnul Jarrah masuk surga dan kawannya adalah Idris Alaihissalam.”
 singkat 10 Sahabat
1. Abu Bakar bin Abi Qahafah (As siddiq), adalah seorang Quraisy dari kabilah yang sama dengan Rasulullah, hanya berbeda . Bila  berasal dari  Tamimi, maka Rasulullah berasal dari  Hasyimi. Keutamaannya,  adalah seorang pedagang yang selalu menjaga kehormatan diri. Ia seorang yang kaya, pengaruhnya besar serta memiliki akhlaq yang . Sebelum datangnya Islam, beliau adalah sahabat Rasulullah yang memiliki karakter yang mirip dengan Rasulullah. Belum pernah ada orang yang menyaksikan  minum arak atau pun menyembah berhala. Dia tidak pernah berdusta. Begitu banyak kemiripan antara beliau dengan Rasulullah sehingga tak heran kemudian beliau menjadi khalifah pertama setelah Rasulullah wafat. Rasulullah selalu mengutamakan  ketimbang para sahabatnya yang lain sehingga tampak menojol di tengah tengah orang lain.
“Jika ditimbang   dengan  seluruh  niscaya akan lebih berat . ”(HR. Al Baihaqi)
Al Qur’an pun banyak mengisyaratkan sikap dan tindakannya seperti yang dikatakan dalam firmanNya, QS Al Lail 5-7, 17-21, Fushilat 30, At Taubah 40. Dalam masa yang singkat sebagai Khalifah,  telah banyak memperbarui kehidupan kaum muslimin, memerangi  palsu, dan kaum muslimin yang tidak mau membayar zakat. Pada masa pemerintahannya pulalah penulisan AlQur’an dalam lembaran-lembaran dimulai.
2. Umar Ibnul Khattab, ia berasal dari kabilah yang sama dengan Rasulullah SAW dan masih satu kakek yakni Ka’ab bin Luai. Umar masuk Islam setelah bertemu dengan adiknya Fatimah daan suami adiknya Said bin Zaid pada tahun keenam kenabian dan sebelum Umar telah ada 39 orang lelaki dan 26 wanita yang masuk Islam. Di kaumnya Umar dikenal sebagai seorang yang pandai berdiskusi, berdialog, memecahkan permasalahan serta bertempramen kasar. Setelah Umar masuk Islam, da’wah kemudian dilakukan secara terang-terangan, begitupun di saat hijrah, Umar adalah segelintir orang yang berhijrah dengan terang-terangan. Ia sengaja berangkat pada siang hari dan melewati gerombolan Quraisy. Ketika melewati mereka, Umar berkata, ”Aku akan meninggalkan Mekah dan menuju Madinah. Siapa yang ingin menjadikan ibunya kehilangan putranya atau ingin anaknya menjadi yatim, silakan menghadang aku di belakang lembah ini!” Mendengar perkataan Umar tak seorangpun yang berani membuntuti apalagi mencegah Umar. Banyak pendapat Umar yang dibenarkan oleh Allah dengan menurunkan firmanNya seperti saat peristiwa kematian Abdullah bin Ubay (QS 9:84), ataupun saat penentuan perlakuan terhadap tawanan saat perang Badar, pendapat Umar dibenarkan Allah dengan turunnya ayat 67 surat Al Anfal.
Sebagai khalifah, Umar adalah seorang yang sangat memperhatikan kesejahteraan ummatnya, sampai setiap malam ia berkeliling khawatir masih ada yang belum terpenuhi kebutuhannya, serta kekuasaan Islam pun semakin meluas keluar jazirah Arab.
3. Utsman bin Affan, sebuah Hadits yang menggambarkan pribadi Utsman : “Orang yang paling kasih sayang diantara ummatku adalah , dan paling teguh dalam menjaga ajaran Allah adalah Umar, dan yang paling bersifat pemalu adalah Utsman. (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al Hakim, At Tirmidzi) Utsman adalah seorang yang sangat dermawan, dalam sebuah persiapan pasukan pernah Utsman yang membiayainya seorang diri. Setelah kaum muslimin hijrah, saat kesulitan air, Utsmanlah yang membeli sumur dari seorang Yahudi untuk kepentingan kaum muslimin. Pada masa kepemimpinannya Utsman merintis penulisan Al Qur’an dalam bentuk mushaf, dari lembaran-lembaran yang mulai ditulis pada masa pemerintahan Khalifah .
4. Sahabat berikutnya adalah Ali bin Abi Thalib, pemuda pertama yang masuk Islam, ia yang menggantikan posisi Rasulullah di tempat tidurnya saat beliau hijrah, Ali yang dinikahkan oleh Rasulullah dengan putri kesayangannya Fatimah, Ali yang sangat sederhana kehidupannya.
5. Sahabat kelima yang  dijamin oleh Rasulullah SAW masuk surga adalah Thalhah bin Ubaidillah yang pada Uhud terkena lebih dari tujuh puluh tikaman atau panah serta jari tangannya putus. Namun Thalhah yang berperawakan kekar serta sangat kuat inilah yang melindungi Rasulullah disaat saat genting, beliau memapah Rasulullah yang tubuhnya telah berdarah menaiki bukit Uhud yang berada di ujung medanpertempuran saat kaum musyrikin pergi meninggalkan medan peperangan karena mengira Rasulullah telah wafat. Saat itu Thalhah berkata kepada Rasulullah, ”Aku tebus engkau ya Rasulullah dengan ayah dan ibuku.” Nabi tersenyum seraya berkata, ”Engkau adalah Thalhah kebajikan.” Sejak itu Beliau mendapat julukan Burung Elang hari Uhud. Rasulullah pernah berkata kepada para sahabatnya, ”Orangini termasuk yang gugur dan barang siapa yang senang melihat seorang yang syahid berjalan di muka bumi maka lihatlah Thalhah.”
6. Azzubair bin Awwam, sahabat yang berikutnya, adalah sahabat karib dari Thalhah. Beliau muslim pada usia lima belas tahun dan hjrah pada usia delapan belas tahun, dengan siksaan yang ia terima dari pamannya sendiri. Kepahlawanan Azzubair ibnul Awwam pertama terlihat dalam Badar saat ia berhadapan dengan Ubaidah bin Said Ibnul Ash. Azzubair ibnul Awwam berhasil menombak kedua matanya sehingga akhirnya ia tersungkur tak bergerak lagi, hal ini membuat pasukan Quraisy ketakutan.
Rasulullah sangat mencintai Azzubair ibnul Awwam beliau pernah bersabda, ”Setiap  memiliki pengikut pendamping yang setia (hawari), dan hawariku adalah Azzubair ibnul Awwam.” Azzubair ibnul Awwam adalah suami Asma binti  yang mengantarkan makanan pada Rasul saat beliau hijrah bersama ayahnya. Pada masa pemerintahan Umar, saat panglima perang menghadapi tentara Romawi di Mesir Amr bin Ash meminta bala bantuan pada Amirul Mu’minin, Umar mengirimkan empat ribu prajurit yang dipimpin oleh empat orang komandan, dan ia menulis surat yang isinya, ”Aku mengirim empat ribu prajurit bala bantuan yang dipimpin empat orang sahabat terkemuka dan masing-masing bernilai seribuorang. Tahukah anda siapa empat orang komandan itu? Mereka adalah Ubadah ibnu Assamit, Almiqdaad ibnul Aswad, Maslamah bin Mukhalid, dan Azzubair bin Awwam.” Demikianlah dengan izin Allah, pasukan kaum muslimin berhasil meraih kemenangan.
7. Adalah Abdurrahman bin Auf, yang disebutkan berikutnya, adalah seorang pedagang yang sukses, namun saat berhijrah ia meninggalkan semua harta yang telah ia usahakan sekian lama. Namun saat telah di Madinahpun beliau kembali menjadi seorang yang kaya raya, dan saat beliau meninggal, wasiat beliau adalah agar setiap peserta perang Badar yang masih hidup mendapat empat ratus dinar, sedang yang masih hidup saat itu sekitar seratus orang, termasuk Ali dan Utsman. Beliaupun berwasiat agar sebagian hartanya diberikan kepada ummahatul muslimin, sehingga Aisyah berdoa: “Semoga Allah memberi minum kepadanya air dari mata air Salsabil di surga.”
8. Sahabat yang disebutkan berikutnya adalah Saad bin Abi Waqqash, orang pertama yang terkena panah fisabilillah, seorang yang keislamannya sangat dikecam oleh ibunya, namun tetap tabah, dan kukuh pada keislamannya.
9. Said bin Zaid, adik ipar Umar, adalah orang yang dididik oleh seorang ayah yang beroleh bihayah Islam tanpa melalui kitab atau  mereka seperti halnya Salman Al Farisi, dan Abu Dzar Al Ghifari. Banyakorang yang lemah berkumpul di rumah mereka untuk memperoleh ketenteraman dan keamanan, sertapenghilang rasa lapar, karena Said adalah seorang sahabat yang dermawan dan murah tangan.
10. Nama terakhir yang meraih jaminan surga adalah Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, yang akhirnya terpaksa membunuh ayahnya saat Badar, sehingga Allah menurunkan QS Al Mujadilah : 22. Begitupun dalam perang Uhud, Abu Ubaidahlah yang mencabut besi tajam yang menempel pada kedua rahang Rasulullah, dan dengan begitu beliau rela kehilangan giginya. Abu Ubaidah mendapat gelar dari Rasulullah sebagai pemegang amanat , seperti dalam sabda beliau : “Tiap-tiap  ada orang pemegang amanat, dan pemegang amanat  ini adalah Abu Ubaidah Ibnul Jarrah.”
sumber http://www.2lisan.com

Tuesday, November 9, 2010

Kisah Para Sahabat

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم 


Mengapa kebanyakan umat muslim alergi dengan perang ?
padahal itu wajib!!

Sebagai bukti:

Al Baqoroh: 216:  Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

konsep b'perang amat mluas..
sbg contoh, kita b'perang dgn hawa nafsu..

2 intro jew...
Ape yg sbenarnye saya nak sampai adlah nie..~

Setelah membaca beberapa kisah dalam satu buku, tergerak hati ini untuk berkongsi denga teman-teman semua. Mudahan kita dapat hayati contoh tauladan yang dikisahkan.

Pertama kisah 2 pemuda yang tidak takut mati demi syahid dijalan Allah. Mereka dari kaum Ansar. Mereka sangat geram kepada Abu Jahal kerana telah banyak menyakiti Nabi. Semasa perang Uhud tak silap, dipendekkan cerita mereka meluru kepada Abu Jahal yang sedang menunggang kuda. Mereka menyerang sampai Abu Jahal jatuh daripada kuda tersebut. Ikramah, anak Abu Jahal yang melihat kejadian tersebut datang membantu ayahnya. Lalu ikramah memotong lengan salah seorang dari pemuda tersebut.


Aduh… bayangkan lengan dipotong. Diceritakan ia tidak terus jatuh sebaliknya masih tergantung dengan kulit. Semangat tidak pernah luntur, lalu lengan yang tergantung itu dipikul di atas bahunya. Tangan sebelah lagi digunakan untuk menyerang abu jahal. Lebih dashyat, dek kerana tangan yang tergantung itu menyusahkan pergerakkanya, lalu pemuda itu memijak dengan kaki dan menyentap kuat2 agar terpisah terus.
Subhanallah…

Maka datanglah Abdullah Bin Mas’ud  memberi bantuan. Akhirnya kepala Abu Jahal terpenggal juga dalam peperangan itu.

Inilah nilai keimanan anak muda pada zaman kegemilangan islam. Tak mustahil lah islam diangkat dengan cukup tinggi pada zaman itu. Masih wujudkah pemuda hari ini seperti itu? Mari kita fikirkan bersama. Kalau sembahyang subuh pun selalu kalah dengan syaitan, mana mungkin kita sanggup korbankan lengan untuk berjuang dijalan Allah..

Sekian sekadar berkongsi..
[Pengukir Kata]

Thursday, June 24, 2010

Kedudukan Sahabat Nabi di Mata Umat Islam (3)

Fatwa Para Sahabat Lebih Layak Untuk Diikuti
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Boleh berfatwa dengan menggunakan atsar/riwayat dari para ulama Salaf dan fatwa para sahabat. Dan itu merupakan fatwa yang lebih layak untuk diambil daripada pendapat-pendapat ulamamuta’akhirin (belakangan) serta fatwa mereka. Karena sesungguhnya kedekatan mereka terhadap kebenaran itu tergantung dengan kedekatan masa mereka dengan masa Rasul shalawatullaahi wa salaamuhu ‘alaihi wa ‘ala aalihi. Sehingga fatwa-fatwa para Sahabat itu lebih utama untuk diikuti daripada fatwa para tabi’in.
Begitu pula fatwa para tabi’in itu lebih utama diambil daripada fatwa tabi’ut tabi’in, demikianlah seterusnya. Oleh karena itu setiap kali suatu masa itu semakin dekat dengan masa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka kebenaran yang ada pun juga semakin mendominasi. Inilah hukum yang berlaku bila ditinjau dari tingkatan orang, bukan menurut tinjauan perindividu…” (dinukil dari Al Bayyinaat As Salafiyah ‘ala Anna Aqwaala Shahabah Hujjah Syar’iyah karya Ahmad Salam, hal. 11)
Macam-Macam Perkataan Sahabat
Perkataan atau fatwa para sahabat itu dapat dikategorikan menjadi 4:
  1. Masalah yang disampaikan bukan medan akal. Maka hukum ucapan mereka adalah marfu’ (bersumber dari Nabi). Ucapan itu dapat dipakai untuk berdalil dan bisa dijadikan hujjah/argumen. Ia bisa juga dikategorikan dalam hadits yang marfu’ dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam namun dari sisi periwayatan makna saja (bukan lafadznya). Akan tetapi jika sisi ini yang diambil maka ucapan mereka itu tidak boleh disandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan secara tegas dinyatakan bahwa ucapan itu adalah sabda Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Perkataan sahabat yang tidak diselisihi oleh sahabat yang lain. Maka perkataan sebagian mereka tidak bisa dijadikan sebagai argumen untuk memaksa sahabat yang lain untuk mengikutinya. Dan mujtahid sesudah mereka tidak boleh taklid kepada sebagian mereka saja. Akan tetapi yang harus dilakukan dalam permasalahan itu adalah mencari pendapat yang lebih kuat berdasarkan dalil yang ada.
  3. Perkataan sahabat yang populer dan tidak bertentangan dengan perkataan sahabat lainnya, maka ini termasuk sesuatu yang dihukumi sebagai ijma’ menurut mayoritas para ulama.
  4. Selain ketiga kategori di atas. Maka inilah yang kita maksudkan dalam pembicaraan ini. Yaitu apabila ada perkataan sahabat yang tidak ada sahabat lain yang menyelisihinya, tidak populer, atau tidak diketahui apakah ucapannya itu populer atau tidak, sedangkan hal yang disampaikan adalah sesuatu yang bisa dijangkau oleh akal maka para imam yang empat dan mayoritas umat Islam menganggapnya sebagai argumen/hujjah, berbeda dengan pendapat kaum filsafat yang menyimpang.
Para ulama memberikan syarat agar ucapan sahabat bisa dipakai untuk berhujjah dengan beberapa syarat yaitu:
  1. Dalam persoalan ijtihadiyah, adapun ucapan mereka dalam hal yang tidak boleh berijtihad maka ia dihukumi marfu’ (bersumber dari Nabi)
  2. Tidak ada seorangpun sahabat yang menyelisihi pendapatnya. Karena apabila ucapan sahabat tidak diselisihi oleh sahabat yang lain maka secara otomatis itu menunjukkan bahwa yang diucapkan oleh sahabat tadi adalah benar, sehingga sahabat yang lain mendiamkannya. Dan apabila ternyata ada perselisihan dengan sahabat lainnya maka seorang mujtahid harus berijtihad untuk menguatkan salah satu pendapat mereka.
  3. Selain itu pendapat tersebut tidak boleh bertentangan dengan nash/dalil yang tegas dari al-Qur’an atau hadits. Poin kedua dan poin ketiga adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karena apabila ada seorang sahabat yang menentang nash maka sudah pasti akan ada sahabat lain yang menentang pendapatnya itu.
  4. Fatwa tersebut sudah sangat populer di kalangan para sahabat sehingga tidak ada sahabat lain yang menyelisihinya. Apabila suatu pendapat termasuk kategori ini maka dia tergolong ijma’/kesepakatan yang harus diikuti menurut pendapat jumhur ulama.
  5. Tidak boleh bertentangan dengan qiyas/analogi yang benar. Perlu dicatat bahwasanya ucapan sahabat yang telah disepakati oleh para imam untuk dijadikan sebagai hujjah tidak mungkin bertentangan dengan analogi. Akan tetapi jika (seandainya !!) memang ada ucapan mereka yang bertentangan dengan analogi maka kebanyakan ulama memilih untuk tawaquf/diam. Karena tidak mungkin seorang sahabat menyelisihi analogi berdasarkan ijtihad dirinya sendiri. Walaupun begitu, menurut mereka perkataan sahabat yang bertentangan dengan analogi itu tetap harus didahulukan daripada analogi. Karena ucapan sahabat adalah nash/dalil tegas. Sedangkan dalil tegas harus didahulukan daripada analogi !! (lihat Ma’alim Ushul Fiqih ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, DR. Muhammad bin Husein Al Jizani hafizhahullah, hal. 222-225)
Lihatlah sikap para ulama, mereka lebih mendahulukan ucapan seorang sahabat yang bertentangan dengan analogi daripada pendapat yang dibangun di atas analogi semata !! Itu adalah bukti bahwa mereka benar-benar menghormati dan memuliakan para sahabat.
Maka sekarang kita akan bertanya kepada orang-orang yang berupaya menjatuhkan martabat para sahabat di mata kaum muslimin: Lalu fatwa siapakah yang akan kalian ambil jika para sahabat saja sudah kalian caci maki ?! laa haula wa laa quwwata illa billaah.
Tidakkah mereka merasa cukup dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam“Barang siapa yang mencela para sahabatku maka dia berhak mendapatkan laknat dari Allah, laknat para malaikat dan laknat dari seluruh umat manusia.” (Ash Shahihah: 234) Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila disebutkan tentang para sahabatku maka diamlah.” (Ash Shahihah: 24) Duhai para tukang cela, tutuplah mulut-mulut kalian, sebelum kematian menjemput dan tanah kuburanlah yang akan menyumpal mulut-mulut kalian yang kotor itu !!!
Ikutilah Pemahaman Sahabat Dan Jauhilah Bid’ah
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai manusia, wajib bagi kalian untuk menimba ilmu sebelum ilmu itu diangkat. Ketahuilah bahwa hilangnya ilmu adalah dengan wafatnya ulama. Dan berhati-hatilah kalian dari kebid’ahan, jangan membuat-buat ajaran baru dan bersikap melampaui batas. Kalian wajib mengikuti urusan generasi awal yang lebih tua dan utama (para sahabat).”
Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Segala macam ibadah yang yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka janganlah kamu beribadah dengannya. Karena sesungguhnya generasi pertama sudah tidak menyisakan lagi kritikan ajaran untuk generasi belakangan. Oleh sebab itu maka bertakwalah kalian kepada Allah wahai para ahli baca al-Qur’an. Ikutilah jalan para sahabat yang mendahului kalian.”
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Barang siapa hendak mencontoh maka teladanilah para ulama yang telah meninggal. Mereka itulah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya di kalangan umat ini. Ilmu mereka paling dalam serta paling tidak suka membeban-bebani diri. Mereka adalah suatu kaum yang telah dipilih oleh Allah untuk menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menularkan ajaran agama-Nya. Oleh karena itu tirulah akhlak mereka dan tempuhlah jalan-jalan mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” Beliau juga mengatakan, “Ikutilah tuntunan, karena sesungguhnya ajaran untuk kalian sudah cukup. Wajib bagi kalian mengikuti urusan kaum tua/para sahabat.”
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Umat manusia senantiasa akan berada di atas jalan yang benar selama mereka terus mengikuti atsar (jejak Rasul dan para sahabat).” Beliau juga berkata, “Semua bid’ah adalah sesat meskipun orang-orang memandangnya sebagai kebaikan.”
Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Kamu tidak akan sesat selama kamu tetap konsisten dengan atsar.”
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seandainya agama itu dibangun di atas pikiran semata niscaya bagian bawah dari terompah itu lebih layak untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun karena aku melihat Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap permukaan atas kedua terompahnya (maka itulah ajaran yang harus diikuti).”
Dari Abbas bin Rabi’ah, dia mengatakan: Aku melihat Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu tatkala mencium hajar aswad berkata, “Sesungguhnya aku tahu bahwa kamu hanya sekedar batu, tidak bisa mendatangkan madharat atau manfaat. Seandainya bukan karena aku melihat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu niscaya aku tidak akan menciummu.”
Khalifah yang adil ‘Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata, “Berhentilah di mana kaum itu (para sahabat) berhenti. Karena mereka diam dan berhenti dengan landasan ilmu. Mereka menahan diri dengan bekal pandangan yang cermat dan tajam. Padahal sebenarnya mereka adalah orang yang paling mampu untuk menyingkap rahasia-rahasianya. Dan tentu saja mereka jauh lebih dahulu melakukannya jika hal itu memang sesuatu yang lebih utama. Seandainya ada di antara kalian yang berkata: ada ajaran baru sesudah mereka. Maka pada hakikatnya tidak ada yang menciptakannya kecuali orang yang menentang petunjuk mereka serta membenci sunnah mereka. Sesungguhnya mereka telah membicarakannya dan sudah cukup memberikan jalan pemecahan. Dan apa yang mereka bicarakan sebenarnya sudah sangat mencukupi. Oleh sebab itu siapapun yang melampaui mereka maka dia adalah orang yang nekat melanggar batasan. Dan siapapun yang sengaja mengurang-ngurangi ajaran mereka maka dia adalah orang yang melecehkan. Sungguh telah ada suatu kaum yang sengaja mengurang-ngurangi petunjuk mereka sehingga akhirnya mereka pun celaka. Dan ada pula yang nekat melanggar batas hingga akhirnya mereka pun menjadi ekstrem. Sesungguhnya para sahabat itu meniti jalan tengah di antara keduanya, mereka senantiasa berada di atas petunjuk yang lurus.”
Imam Auza’i rahimahullahu ta’ala berkata, “Kamu harus mengikuti jejak para ulama salaf. Meskipun risikonya orang-orang menjadi menolak dirimu. Dan jauhilah pendapat-pendapat orang, meskipun mereka berusaha mengemasnya dengan ucapan-ucapan yang indah. Karena sesungguhnya urusan agama ini sudah terang dan kamu tetap harus meniti jalan yang lurus.”
Abu Ayyub As Sikhtiyani rahimahullah berkata, “Tidaklah seorang ahli bid’ah semakin menambah kesungguhannya melainkan dia pasti akan semakin bertambah jauh dari Allah.”
Hasan bin ‘Athiyah rahimahullah berkata, “Tidaklah suatu kaum menciptakan kebid’ahan melainkan akan dicabut sunnah yang sepadan dengannya.”
Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, “Para ulama dahulu mengatakan: Selama seseorang meniti atsar maka itu berarti dia masih berada di atas jalan yang benar.”
Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, “Bid’ah itu lebih disenangi oleh iblis daripada maksiat. Karena maksiat masih bisa diharapkan taubatnya. Adapun bid’ah sangat kecil harapan taubatnya.”
Abdullah bin Mubarak rahimahullah berkata, “Hendaknya pegangan yang harus kau ikuti adalah atsar (hadits), dan boleh saja kamu mengambil pendapat orang yang benar dalam hal menafsirkan hadits.”
Dari Nuh Al Jami’. Dia mengatakan: Aku pernah berkata kepada Abu Hanifah rahimahullah, “Apa pendapatmu tentang perkara yang diada-adakan oleh sebagian orang yaitu pembicaraan tentang ‘ardh (badan) dan jism (jasad, maksudnya Apakah Allah itu memiliki tubuh, red) ?” Maka beliau pun menjawabnya, “Itu adalah ocehan kaum filsafat. Kamu harus berpegang dengan atsar/riwayat dan mengikuti jalan kaum Salaf. Jauhilah semua yang diada-adakan karena ia adalah bid’ah.”
Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata, “Sunnah adalah bahtera Nabi Nuh. Barang siapa yang menaikinya niscaya akan selamat. Dan barang siapa yang tertinggal darinya pasti akan tenggelam.” Beliau juga mengatakan, “Seandainya ilmu kalam/filsafat itu benar-benar ilmu, pastilah para sahabat sudah membicarakannya dan juga para tabi’in. Sebagaimana mereka telah berbicara dalam masalah hukum-hukum. Akan tetapi ilmu itu memang suatu kebatilan dan akan menjerumuskan ke dalam kebatilan.”
Dari Ibnul Majisyun. Dia mengatakan, “Aku pernah mendengar Malik berkata: Barang siapa yang menciptakan suatu kebid’ahan di dalam Islam dan dia mengiranya sebagai sebuah kebaikan. Maka pada hakikatnya dia telah menuduh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhianati misi kerasulan. Sebab Allah telah berfirman yang artinya,“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian.” Oleh karena itu maka sesuatu yang bukan menjadi ajaran agama pada hari itu maka dia juga tidak boleh dijadikan sebagai ajaran agama pada hari ini.”
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata, “Pokok-pokok ajaran As Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan apa yang dipahami oleh para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta meniru mereka, meninggalkan bid’ah. Dan (kami yakin) bahwa semua bid’ah adalah sesat.”
Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Apabila aku melihat seseorang yang termasuk sebagai kaum Ash-habul hadits (pembela hadits) maka seolah-olah aku sedang melihat salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Ja’far bin Muhammad mengatakan; Aku penah mendengar Qutaibah rahimahullah mengatakan, “Jika kamu melihat ada seorang yang mencintai ahli hadits seperti Yahya bin Sa’id, Abdurrahman bin Mahdi, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih…” beliau juga menyebutkan nama-nama yang lain. “Maka ketahuilah bahwa dia berada di atas sunnah. Dan barang siapa yang menyelisihi mereka maka ketahuilah bahwa dia adalah mubtadi’ (tukang bid’ah).”
Imam Malik rahimahullah telah memancangkan sebuah kaidah yang sangat agung dan merangkum wasiat para imam di atas. Beliau mengatakan, “Tidak akan ada yang bisa memperbaiki generasi akhir umat ini melainkan dengan sesuatu yang telah berhasil memperbaiki generasi awalnya. Oleh sebab itu ajaran apapun yang tidak termasuk agama pada hari itu maka juga bukan termasuk agama pada hari ini.” (silakan lihat wasiat-wasiat para ulama ini lebih lengkap di dalam Al Wajiz fii ‘Aqidati Salafish shalih, hal. 197-206)
Oleh sebab itulah maka tidak mengherankan jika Imam Abu Ja’far Ath Thahawi rahimahullah mengatakan dengan tegas di dalam kitab ‘Aqidahnya, “Kami mencintai para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami tidak melampaui batas dalam mencintai salah satu di antara mereka. Dan kami juga tidak berlepas diri dari seorangpun di antara mereka. Kami membenci orang yang membenci mereka dan kami juga membenci orang yang menceritakan mereka dengan cara yang tidak baik. Kami tidak menceritakan mereka kecuali dengan kebaikan. Mencintai mereka adalah termasuk agama, iman dan ihsan. Sedangkan membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan dan pelanggaran batas.” (Syarah ‘Aqidah Thahawiyah cet. Darul ‘Aqidah, hal. 488)
Maka kita pun akan mengatakan: Cinta Sahabat berarti cinta Islam. Dan membenci Sahabat berarti membenci Islam.Wallahu ta’ala a’lam bish shawaab.
Yogyakarta, Kamis 27 Rabi’uts Tsani 1427 Hijriyah
***
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id