Monday, 13 August 2012

Master Plan Percepatan Pembangunan IPTEKS Indonesia

Peringatan HARTEKNAS ke-17, Tanggal 10 Agustus Tahun 2012


"Dalam keadaan mendesaknya masalah-masalah kehidupan kongkrit yang dihadapi bagian dunia yang masih terbelakang, tidak banyak gunanya menggolong-golongkan teknologi ke dalam 'teknologi sederhana,' 'teknologi menengah,' dan 'teknologi tinggi'.  Jauh lebih berguna mempertanyakan teknologi manakah yang dapat memecahkan suatu masalah yang kongkrit, tanpa memperdulikan apakah teknologi yang tepat itu adalah teknologi primitif, menengah atau canggih, dan tanpa mempersoalkan di mana teknologi tersebut pertama kali dikembangkan. "

~Prof. Habibie, Bapak IPTEK Indonesia~

VISI
Visi pembangunan IPTEK 2025 adalah :

“Mewujudkan IPTEK sebagai pendukung dan muatan utama produk nasional untuk peningkatan peradaban, kemandirian dan kesejahteraan bangsa”.

MISI
Misi pembangunan IPTEK 2025 adalah :
1. Menyusun kebijakan yang berpihak pada pembangunan IPTEK;
2. Membangun dan mengoptimalkan peran Usaha Kecil Menengah dan Koperasi berbasis IPTEK;
3. Membangun Sumber Daya Manusia menuju masyarakat yang berpengetahuan (knowledge based society) baik laki-laki maupun perempuan, sebagai dasar pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan (knowledge based economy);
4. Meningkatkan dan mengoptimalkan peran swasta dalam kegiatan dan investasi penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK;
5. Memberikan dukungan bagi pemeliharaan dan peningkatan kualitas kehidupan;
6. Melembagakan IPTEK dalam kehidupan bangsa melalui penguatan sistem inovasi nasional termasuk kesadaran pemahaman masyarakat terhadap IPTEK.
MENGAPA TAHUN 2025?
Perkembangan global dalam perspektif IPTEK, akan mengacu pada banyaknya invensi dan inovasi, di mana IPTEK menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi dan merupakan indikator harkat serta harga diri bangsa.
Hal ini tampak dari munculnya negara-negara industri baru, seperti Korea Selatan, Thailand, Singapura (industri jasa), Malaysia, Taiwan, dan China yang menunjukkan bahwa investasi yang didorong oleh kemajuan di bidang IPTEK sangat terkait erat dengan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kegiatan IPTEK di negara-negara tersebut sangat terkait dengan sektor riil.


Negara-negara tersebut menyadari bahwa IPTEK tidak bisa dipisahkan lagi dari upaya menegakkan martabat dan harga diri bangsa. IPTEK telah menjadi keniscayaan untuk “mengungkit” produktivitas aktivitas ekonomi secara lebih besar. Keniscayaan IPTEK sebagai pilar pembangunan merupakan satu-satunya jawaban permasalahan yang muncul di negara-negara tersebut dalam upaya menjadikan bangsa yang bermartabat, berharga-diri dan mandiri dalam tata-pergaulan internasional.

Negara-negara tersebut juga menyadari bahwa aktivitas riset ilmu pengetahuan dan teknologi (RIPTEK) sangat rentan pada jebakan yang dapat memutus seluruh rantai kegiatan jika aktivitas penguasaan tidak menciptakan keterhubungan dengan aktivitas pemberdayaan, yang pada gilirannya, menumbuhkan kesan pemborosan sumber daya. Transformasi penguasaan IPTEK perlu diupayakan agar dapat mencapai nilai ambang batas yang dapat memicu dan memacu tumbuhnya kemandirian dalam upaya menciptakan pembaharuan sumber-sumber daya RIPTEK secara keseluruhan. 
Untuk mencapai tingkat itu dibutuhkan peningkatan kapasitas dan kapabilitas yang dapat “membuktikan” bahwa aktivitas penguasaan dan pemberdayaan IPTEK pasti akan memberikan sumbangsih bagi kehidupan negara. Oleh karena itu diperlukan waktu yang panjang (15 – 25 tahun) untuk melakukan investasi secara berkelanjutan sebelum teknologi potensial dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Mereka menyadari bahwa jika dalam tahun 2025 mereka tidak bisa mempersiapkan negaranya menjadi negara yang mempunyai basis IPTEK yang kuat, maka negara tersebut akan ditelan oleh gegap gempita kemajuan negara lain.

Pengalaman dan visi IPTEK negara-negara tersebut memacu negara-negara lain, termasuk Indonesia, untuk melakukan tinjauan ulang terhadap berbagai kebijakan dan langkah-langkah yang telah dilakukan, serta memandang jauh ke depan dalam kurun waktu 20 tahun mendatang ke tahun 2025-2030.

Pada ranah ini diperlukan penyadaran seluruh elemen bangsa bahwa eksistensi dan harga diri bangsa ini hanya akan bisa dipertahankan jika IPTEK sebagai elemen dasar kehidupan berbangsa di masa depan dapat dikuasai dan didayagunakan. Untuk mencapai tingkat penyadaran pada seluruh elemen bangsa, IPTEK harus menjadi politik negara. Untuk menciptakan keberlanjutan yang konsisten dalam upaya mewujudkan IPTEK sebagai pilar pembangunan bangsa, diperlukan sebuah visi yang memperjelas arah pembangunan IPTEK.

The Triple Helix 10th International Conference 2012



Belajar dari Lembah Silikon, Universitas Stanford dan MIT

Bagaimana menumbuh kembangkan semangat Entrepreneur? 

Prof. Josep Hadzima, Ph.D. Seorang Dosen Senior dari MIT menjelaskan bagaimana lingkungan Semangat Kewirausahaan di MIT memberikan dampak nyata terhadap perekononian Lokal, Nasional bahkan Global.  

Menurut Prof. Hadzima, lebih dari 25.800 perusahaan dibangun para alumni MIT. Apabila digabungkan, perusahaan tersebut menghasilkan pendapatan tahunan sekitar US $ 2.000.000.000.000 (dua trilyun dolar) atau setara dengan Rp. 20.000.000.000.000.000,- (Dua puluh ribu trilyun rupiah) atau sekitar 3 kali lipat GDP Indonesia per tahun. 

Sungguh sangat luar biasa. Menyediakan lebih dari 3.300.000 lapangan pekerjaan di seluruh dunia. Bahkan bila seluruh perusahaan itu digabung bakalan menjadi kekuatan ekonomi kesebelas di dunia bila diukur dengan Gross Domestic Products. 

Kesuksesan MIT tersebut menurut Prof. Hadzima, tidak terjadi begitu saja, namun merupakan hasil dari sebuah lingkungan dan sistem yang kondusif. Didukung oleh infrastruktur seperti sistem kursus dan mentoring, jejaring, pemberian insentif dan hibah serta pembangunan berbagai macam inkubator kewirausahaan. 

Pemerintah juga turut berperan dengan menciptakan iklim ekonomi yang stabil, mengurangi hambatan-hambatan birokratis, menyediakan infrastruktur yang stabil dan memberikan kemudahan untuk memulai usaha dengan memberikan insentif modal awal. 

Lalu bagaimana dengan Indonesia, kita baiknya menyusun Strategi yang sistemik dalam mentransformasikan institusi atau universitas-universitas di negara kita sehingga 80% lulusannya adalah pencipta "Stadion" Pekerjaan.

TENTARA DAN MAHASISWA

Saat ini hampir semua perusahaan dunia yang berbasis teknologi informasi berkantor di Silicon Valley. Dahulu siapa yang menyangka tanah gersang di lembah terpencil ini akan menjadi pusat teknologi dunia. Seperti Las Vegas, sebidang tanah gurun yang tadinya tak berarti apa-apa kemudian “disulap” menjadi surga penuh impian kaya mendadak. Tidak ada yang menyangka jika sebuah wilayah di California Utara, Amerika Serikat yang kini dikenal dengan julukan Silicon Valley ini bisa menjadi pusat impian teknologi dunia.


Sejarah Silicon Valley tidak bisa dilepaskan dari dua instansi besar, militer dan akademisi. Dalam hal ini adalah Angkatan Laut Amerika Serikat yang telah melakukan kegiatan riset dan teknologi di wilayah San Fransisco yang dikenal sebagai Bay Area. Sementara itu, dari sisi akademisi adalah Stanford University yang memiliki peran besar dalam melahirkan Silicon Valley. Lulusan Stanford, Cyril Erwell, adalah pendiri Federal Telegraph Corporation yang bermarkas di Palo Alto, California.

Wilayah yang kini lebih dikenal sebagai pusat dari Silicon Valley. Bukan kebetulan juga jika kemudian dua lulusan Stanford menjadi pionir di Lembah Silikon itu. Adalah William Hewlett dan David Packard yang kemudian mendirikan Hewlett-Packard dari garasi David di wilayah itu. Garasi terkenal di dunia itu kerap menjadi simbol “rahim” yang melahirkan Silicon Valley dan hingga kini tetap dipertahankan sebagai bangunan bersejarah.

Istilah Silicon Valley dipopulerkan oleh jurnalis Don Hoefler yang menulis serial artikel bertajuk “Silicon Valley, USA” di mingguan Elektronic News, Hoefler konon mendapat istilah itu dari temannya, seorang pengusaha bernama Ralph Vaerst. Ketika itu Hoefler merujuk pada wilayah Santa Clara Valley, di selatan San Fransisco Bay, yang dijamuri oleh perusahaan-perusahaan terkait industri semikonduktor dan komputer (yang berbahan baku silikon).

Demam silikon di wilayah itu bisa dilacak pada seorang bernama William Shockley yang pada 1956 mendirikan Shockley Semiconductor Laboratory (Shockley Labs.) di Mountain View, California (kini juga dikenal sebagai markas Google). Shockley adalah orang yang mendorong penggunaan silikon sebagai semikonduktor.

Pada 1957, Shockley menghentikan riset silikon dan menyebabkan kaburnya delapan insinyurnya untuk membentuk Fairchild Semiconductor. Dua dari karyawan asli Fairchild adalah Robert Noyce dan Gordon Moore, dua pendiri perusahaan produsen mikroprosesor paling tekemuka di dunia saat ini, Intel.

Peran militer dalam menghidupkan lembah tersebut kembali terjadi melalui DARPA (Defence Advanced Research Project Agency).

Lembaga riset Departemen Pertahanan Amerika Serikat inilah yang kemudian melahirkan Internet.

GELEMBUNG DOT COM 

Kurang lebih pada pertengahan periode 1990-an, terjadi apa yang dikenal kemudian sebagai Dot Com Bubble, alais Gelembung Dot Com. Istilah ini merujuk pada pertumbuhan pesat perusahaan yang memiliki basis bisnis di Internet dan biasanya memiliki website beralamat .com (dot com). Silicon Valley diakui sebagai pusat gelembung tersebut. Bahkan pada saat besar-besarnya gelembung tersebut, sebuah wilayah di Silicon Valley yang dikenal dengan nama Sand Hill Road menjadi wilayah perkantoran paling mahal di dunia.

Sand Hill Road adalah pusat tumbuhnya perusahaan investor modal ventura di Silicon Valley.

Banyaknya perusahaan pemodal ventura membuat perusahaan dot com banyak yang memilih untuk mendirikan perusahaan mereka di wilayah Silicon Valley. Selain itu, nilai sejarah wilayah itu sebagai tempat berkembangnya teknologi semikonduktor dan software agaknya juga menjadi faktor menarik bagi para “dot com-ers”. Gelembung dot com disebut demikian karena nilai para perusahaan dot com di bursa Nasdaq menggelembung gila-gilaan pada periode 1995-2000. Namun kemudian, diikuti dengan “ledakan” yang membuat banyak perusahaan bangkrut. Yahoo!, eBay, dan Google hanyalah beberapa perusahaan dot com ternama yang memiliki markas di Silicon Valley.

Ketiganya kebetulan mampu bertahan melewati masa terburuk usai gelembung dot com pecah. Patut dicatat bahwa kemudian industri dot com mengalami pematangan pada periode sekitar 2005-2006 seiring dengan sukses yang dialami Google. Raksasa Internet itu juga merupakan perusahaan yang didirikan oleh dua orang lulusan Stanford dan berawal dari sebuah garasi di Silicon Valley.


Kebetulan?

Rasanya tidak.

Semoga.!

Contoh Strategi Percepatan Pembangunan IPTEKS

1. Membangun Kota-kota Berwawasan IPTEKS
2. Membangun Pusat-pusat Industri padat IPTEKS yang beroprasi 24 jam
3. Membangun jaringan sekolah Technopreneur   
4. Meningkatkan peran Media dalam menyebarluaskan semangat pembangunan IPTEKS


"Sudah saatnya sistem pembalajaran harus ditata dengan baik. Dengan sistem pembelajaran dengan membebaskan siswa dalam berkreativitas itu salah satu cara untuk menghasilkan generasi yang aktif dan produktif"
~Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.Pd. Pakar Pendidikan, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO~


Penulis dan Peneliti Muda Bersama Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.Pd. dalam Workshop Inovasi Berbasis Nilai Etika dan Budaya Bangsa pada acara peringatan HARTEKNAS

Institute Technopreneur Indonesia

Sumber:
1. http://www.ristek.go.id/index.php
2. http://hakteknas.ristek.go.id/
3. http://www.th2012.org/
4. http://senyum-itb.blogspot.com/2012/03/sejarah-singkat-silicon-valley.html
5. http://bandunghitechvalley.blogspot.com/
6. http://en.wikipedia.org/wiki/Silicon_Valley
7. http://www.puspiptek.info/