Belajar dari Mimpi-Mimpi Para Pemuda
"Innallaha la yughayyiru maa biqawmin, hattaa yughayyiruu maa bi
anfusihim”:
”Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, sampai
kaum itu mengubahnya sendiri”
(Qs. Ar-Ra’du: 11)
Sumpah Pemuda versi orisinal:
Pertama : "Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia."
Kedoewa : "Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia."
Ketiga : "Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia."
84 Tahun yang lalu para pemuda Indonesia dari berbagai penjuru tanah air mendeklarasikan bersatunya Bangsa ini, dengan sebuah cita besar yang kala itu cita mereka oleh sebagian rakyat dianggap sebuah hal yg sulit bahkan mustahil, cita mereka adalah MERDEKA, merdeka dari segala bentuk penjajahan.
Namun seiring dengan berjalannya waktu disertai semangat perjuangan tanpa henti, do'a dan segala bentuk pengorbanan-pengorbanan, cita yang nampaknya muskil itu ternyata menemui takdirnya, tahun 1945 Indonesia Merdeka.
Kini tantangan semakin besar, peran pemuda sebagai bahan bakar utama proses pengisian kemerdekaan dituntut untuk kembali membuat Bangsa ini menjadi besar, menjadi kuat dan hebat.
Ratusan ribu bahkan jutaan mimpi dan harapan para pemuda untuk tanah air yang lebih baik mesti kita perjuangkan.
Peranan pendidikan sebagai mesin pengolah putra-putri terbaik bangsa mesti ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, agar pemuda Indonesia dapat berdiri tegap di tengah badai globalisasi yg kuat menerpa.
Cita kita para pemuda membuat pendidikan tanah air, kedaulatan ekonomi dan ketahanan budaya bangsa semakin kuat dimasa datang mesti diperjuangan agar kelak anak cucu kita bangga terhadap perjuangan para pendahulunya.
Founder Indonesia Mengajar: Prof. Anies Rasyid Baswedan, Ph.D., melantik para pengajar muda di Pusat Pendidikan Komando Pasukan Khusus (PUSDIK KOPASUS) Situ Lembang.
Sekarang, dimana peran Iptek dalam pembangunan peradaban Indonesia Madani?
Perlukah sebuah rekonstruksi Iptek seperti di masa keemasan Islam?
Namun, kondisi umat kini sudah berubah. Abdus Salam, peraih Nobel Bidang Fisika tahun 1979 bersama-sama Sheldon L. Glashow dan Steven Weinberg mengembangkan risetnya di Cambridge University, London University dan ICTP (International Center for Theorytical Physics) di Italia bukan di Pakistan. Al Azhar yang berumur ratusan tahun masih harus kita tunggu prestasi keilmuan kauniyahnya.
Pertama Iptek adalah hasil olah akal-budi yang mengelola ide menjadi penemuan (invention). Penemuan ini akan menemui maknanya yang utuh dalam praksis (praxis) ketika menghasilkan nilai tambah (value added) secara ekonomi-sosial-hankam. Proses value creation inilah yang kita sebut sebagai inovasi (innovation). Dengan demikian, Iptek akan bermanfaat dalam praksis kehidupan ketika ia telah tumbuh menjadi inovasi.
Kedua, Iptek adalah hasil olah akal-budi yang mengelola ide melalui suatu proses pembelajaran (learning) yang terus-menerus melintasi ruang-waktu generasi. Ide dapat merambat (menginspirasi), berkembang, dan saling menguatkan. Karenanya iklim yang kondusif bagi penumbuh suburan ide adalah ruang yang memungkinkan bagi interaksi, sinergi, share dari ide-ide. Jaringan (network) yang membentuk sistem untuk mengelola ide menjadi inovasi adalah sebuah keniscayaan. Dengan demikian, pembangunan inovasi menuntut pendekatan sistem.
Selain itu, Iptek bukanlah sebuah sektor, seperti pertanian atau industri, tetapi serupa dengan Lingkungan Hidup, Iptek adalah bidang pembangunan yang melekat pada setiap sektor, merupakan factor sukses dari sektor-sektor tersebut. Pembangunan Iptek secara sendirian dan mandiri akan menjadi "menara gading" dan sebuah enclave. Namun tanpa Iptek, sektor-sektor lain tidak akan mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing mereka. Secara lugas kita dapat menempatkan Iptek sebagai engine of growth dan power for competitiveness. Karenanya pembangunan Iptek dan penguatan Sistem Inovasi Nasional menuntut koordinasi dan sinergi.
"Mari kita melahirkan generasi muda yang mempunyai world class quality leadership with grass root understanding"
~Arip Nurahman~
Generasi muda saat ini yang sepertinya kehilangan rasa kebangsaan dan nasionalismenya perlu digembleng dengan pendidikan yang serius dan berkelanjutan, wajib militer perlu digalakan bagi kalangan muda agar semangatnya kembali tumbuh, agar mereka dapat bertahan pada kondisi terburuk dalam hidup sekalipun.
Kita dapat belajar dari negeri gingseng Korea Selatan, meskipun taraf ekonomi dan peradaban IPTEKS-nya sudah maju, mereka tetap menerapkan wajib militer bagi para pemudanya, bahkan dari kalangan selebritis pun tak luput dari tugas negara ini.
"Untuk menemukan jati diri, kita mesti mengalami keadaan antara hidup dan mati, kekurangan air, kekurangan makanan, sehingga kita hanya berharap kehidupan hanya kepada Pencipta Alam Raya ini"
~Arip Nurahman~
PERANAN IMTAQ DAN IPTEKS
Peran Imtaq
Dimana peran Imtaq dalam pembangunan peradaban Indonesia Madani?
Dimana peran Imtaq dalam pembangunan peradaban Indonesia Madani?
Maka jawabnya sangat jelas pada “jantung” peradaban itu sendiri. Alasannya sederhana, karena Indonesia Madani adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong royong menjaga kedaulatan negara.
Kalau kita karakterisasi lebih lanjut, maka pertama, unsur manusia menjadi obyek dan subyek. Kedua, ruh dari peradaban madani adalah relijiusitas-keimanan. Ketiga, tujuannya adalah kesejahteraan, keadilan, martabat dll. adalah nilai-nilai luhur yang merupakan diferensiasi dari nilai keimanan.
Dengan demikian domain peradaban madani ekuivalen dengan domain Imtaq sendiri, karenanya peran Imtaq menjadi urgen, strategis dan dominan dalam pembangunan peradaban Indonesia Madani.
Pertama, karena membangun peradaban madani ini bertumpu pada manusia sebagai obyek sekaligus subyek (aktor), maka pembangunan manusia ini perlu dijalankan secara terpadu antara sisi brain (aqliyah), mind (qolbiyah), dan body (jasadiyah).
Pada titik inilah pentingan Imtaq-spiritualitas-relijiusitas. Membangun kecerdasan manusia Indonesia, kesalehan sosial, dan kemajuan budaya menuju peradaban madani atau dalam bahasa yang lebih operasional, menghapus kebodohan, kekerasan sosial, dan keterbelakangan budaya”, sebab kita memandang kebodohan (rendahnya kualitas pendidikan), kekerasan (hilangnya kesantunan dan kedamaian dalam menyelesaikan segala bentuk konflik), serta keterbelakangan (kemandegan dan kejumudan) sebagai musuh sosial bangsa memerlukan kecerdasan bukan hanya dari sisi intelektual/rasional (IQ), namun juga mencakup sisi emosional (EQ) dan spiritual (SQ), agar sempurnalah sosok manusia Indonesia yang kita citakan (insan kamil).
Sisi emosional dan spiritual perlu mendapat perhatian yang memadai dalam proses pembangunan manusia Indonesia ke depan. Manusia yang cerdas paripurna itu akan lebih mampu menanggung beban dan menghadapi segenap cobaan hidup (adeversity quotient/AQ) dalam menggerakkan roda dan sebagai subyek pembangunan bangsa.
Manusia yang seimbang antara sisi intelektual, emosional dan spiritual itu sangat menyadari posisi dirinya dan tujuan yang akan dicapainya. Mereka tidak akan mudah mengalami krisis identitas sebagaimana terlihat pada sebagian warga di sekelilingnya, sehingga mereka dapat berperan sebagai unsur pengubah lingkungan dan pengarah masyarakat untuk menuju masyarakat madani.
Mereka juga menyadari betul agenda reformasi yang harus diperjuangkan, dan sejalan dengan cita-cita kemerdekaan yang telah diproklamsikan sejak lama. Mereka tak mudah goyah dan larut dalam perubahan zaman, bahkan menjadi pilar penjaga nilai-nilai perjuangan dan membuat arus baru yang akan menyelamatkan masyarakat dari kebobrokan dan kehancuran sosial.
Mereka juga menyadari betul agenda reformasi yang harus diperjuangkan, dan sejalan dengan cita-cita kemerdekaan yang telah diproklamsikan sejak lama. Mereka tak mudah goyah dan larut dalam perubahan zaman, bahkan menjadi pilar penjaga nilai-nilai perjuangan dan membuat arus baru yang akan menyelamatkan masyarakat dari kebobrokan dan kehancuran sosial.
Kedua, ruh dari peradaban madani adalah keimanan. Manusia yang cerdas tidak hanya memikirkan kepentingan dan keselamatan dirinya sendiri, tetapi memikirkan kepentingan dan keselamatan masyarakat umum. Mereka melawan egoisme dan individualisme, lalu bersungguh-sungguh menumbuhkan semangat kolektif dan solidaritas sosial tanpa pamrih.
Bagi insan kamil sebagai subyek masyarakat madani, kesalehan bukan hanya semata bermakna ketaatan menjalankan ritual agama dan ketentuan hukum, melainkan juga mengobarkan spirit agama yang membebaskan dan substansi hukum yang menjunjung keadilan dan kebenaran. Kesalehan (ascetism) berpangkal dari iman (faith) dan taqwa (pious), yang akhirnya melahirkan tindakan nyata yang bermanfaat bagi orang banyak. Karenanya menjadi jelas bila Imtaq-spiritualitas-relijiusitas menjadi strategis dalam pembangunan peradaban Indonesia madani.
Bagi insan kamil sebagai subyek masyarakat madani, kesalehan bukan hanya semata bermakna ketaatan menjalankan ritual agama dan ketentuan hukum, melainkan juga mengobarkan spirit agama yang membebaskan dan substansi hukum yang menjunjung keadilan dan kebenaran. Kesalehan (ascetism) berpangkal dari iman (faith) dan taqwa (pious), yang akhirnya melahirkan tindakan nyata yang bermanfaat bagi orang banyak. Karenanya menjadi jelas bila Imtaq-spiritualitas-relijiusitas menjadi strategis dalam pembangunan peradaban Indonesia madani.
Aktor pembangunan masyarakat madani ialah mereka yang paling besar kontribusinya kepada masyarakat dan mengimplementasikan ketaatannya kepada Sang Khalik dengan berbuat kebajikan serta melayani semua makhluk. Kesalehan pribadi yang berakumulasi menjadi kesalehan publik akan membentuk lingkungan yang positif untuk berkembangnya seluruh potensi kemanusiaan (humanity) dan kewargaan (citizenry), melalui cermin peningkatan etos kerja, sikap terbuka akan kreasi dan inovasi baru, serta menguatnya solidaritas sosial.
Ketiga, tujuan akhir dari peradaban Indonesia madani adalah kesejahteraan, keadilan, martabat dll. yang merupakan nilai-nilai luhur diferensiasi dari nilai keimanan. Manusia madani berperan untuk menanggulangi krisis identitas dan modalitas bangsa; mengubah kondisi keterbelakangan menjadi kemajuan budaya. Kemajuan personal tidak hanya bersifat fisik, namun mengembangkan nilai-nilai universal kemanusiaan, sehingga tiap warga menyadari fungsi dan peran hidupnya sebagai seorang hamba, pemimpin, dan pembangun peradaban baru berbasis nilai-nilai keimanan. Kemajuan kolektif juga tak hanya bersifat fisik dan material, melainkan tumbuh suburnya nilai dan pranata keimanan, serta semakin menipisnya nilai dan pranata keburukan dan kemungkaran. Kemajuan budaya bagi suatu bangsa berarti bangsa ini menyadari kembali jati dirinya yang telah lama tererosi.
Jati diri itu antara lain sebagai bangsa pejuang yang membenci segala bentuk penindasan, bangsa yang mandiri dan menolak segala format ketergantungan, serta bangsa yang terbuka terhadap perubahan dan menolak eksklusifisme atau fanatisme sempit. Bangsa yang maju tak selalu berarti meninggalkan nilai-nilai relijius, tradisional dan lokal, sepanjang itu masih mencerminkan substansi kebaikan dan kebenaran universal.
Namun, bangsa yang maju adalah bangsa, yang mampu memadukan nilai-nilai modern yang lebih baik dengan warisan tradisional yang sesuai tuntutan zaman, yang berbasis keimanan.
Namun, bangsa yang maju adalah bangsa, yang mampu memadukan nilai-nilai modern yang lebih baik dengan warisan tradisional yang sesuai tuntutan zaman, yang berbasis keimanan.
Dengan demikian peran Imtaq menjadi urgen, strategis dan dominan dalam seluruh bangunan peradaban Indonesia Madani. Imtaq menjadi ruh dan spirit peradaban Indonesia madani, yang menyediakan basis epos, etos dan elan vital dinamika transformasi bangsa menuju keunggulan.
Para Pemuda Pasukan Pengibar Bendera Pusaka
"Rasa takut adalah musuh terbesar diri, orang yang dapat membunuh rasa takutnya akan menemukan siapa dirinya"
~Arip Nurahman~
Peran Ipteks
Sekarang, dimana peran Iptek dalam pembangunan peradaban Indonesia Madani?
Perlukah sebuah rekonstruksi Iptek seperti di masa keemasan Islam?
Mungkin sulit kita mengulang prestasi itu, tapi kita pasti bisa. George Sarton dalam Introduction: History of Science mewakili setiap setengah abad dengan satu tokoh ilmuwan. Setelah abad Yunani dan China, maka berturut-turut sejak tahun 750-1100 M disebut oleh Sarton sebagai abad Jabir al Hayyan, Al Khawarizmi, Al Razi, Masudi, Ibnu Wafa, Ibnu Sina, Al Biruni, Ibnu al Haytsam, dan Umar Khayam.
Baru sejak tahun 1100 M muncul nama-nama Eropa seperti Roger Bacon dan Gerard de Cremona, menyusul Galileo, Kepler serta Issac Newton. Sampai 250 tahun setelah itu, pemikiran sains masih didominasi oleh tokoh-tokoh Muslim seperti Ibnu Rusyd, Nasiruddin Al Tusi, dan Ibnu Navis.
Menurut Abdus Salam Peraih Nobel Fisika, untuk maju di bidang Iptek, maka diperlukan komitmen, kemandirian, Hardware yang kuat, dan manajemen yang tangguh. Ketika Al Ma’mun (785-833M) berkuasa, komitmen itu terlihat, karenanya harus diakui gerakan keilmuan Islam menampakkan fajarnya. Al Kindi adalah tokoh rasional masa itu yang mengembangkan filsafat (falasifah) dan salah satu tokoh gerakan penerjemahan sistematik.
Al Ma’mun mensponsori gerakan intelektual ini dan menghimpun para ilmuwan di istananya serta membangun perpustakaan besar Bayt Al Hikmah. Dan merupakan tokoh yang paling berpengaruh bagi kemajuan ilmu pengetahuan umat di Abad Pertengahan. Minat Al Ma’mun terhadap Astronomi, matematika dan kedokteran dapat dengan mudah difahami, karena disiplin-disiplin ilmu ini menyatu dalam kehidupan harian umat. Ia pun menerjemahkan banyak karya filsafat Plotinus dan mazhab Alexandria lainnya.
Pengembangan Iptek Islam terus berlanjut. Bahkan pada masa kesultanan Buwaih tiga abad setelah Al Ma’mun ilmu pengetahuan umat mencapai puncaknya. Filosof dan ilmuwan Islam besar eksis pada masa ini seperti Ibnu Sina, Al Farabi, Al Biruni dlsb.
Namun, kondisi umat kini sudah berubah. Abdus Salam, peraih Nobel Bidang Fisika tahun 1979 bersama-sama Sheldon L. Glashow dan Steven Weinberg mengembangkan risetnya di Cambridge University, London University dan ICTP (International Center for Theorytical Physics) di Italia bukan di Pakistan. Al Azhar yang berumur ratusan tahun masih harus kita tunggu prestasi keilmuan kauniyahnya.
Karenanya secara normatif dan bahkan terbukti oleh sejarah, bahwa pembangunan peradaban material sangat bertumpu pada pembangunan Iptek. Iptek adalah engine for tommorow. Agar pembangunan Iptek memiliki dampak nyata bagi pembangunan peradaban, maka ia harus bersinergi dan terintegrasi serta membentuk Sistem Inovasi Nasional.
Paling tidak ada 4 alasan yang menghajatkan orientasi pembangunan Iptek menuju Sistem Inovasi Nasional.
Paling tidak ada 4 alasan yang menghajatkan orientasi pembangunan Iptek menuju Sistem Inovasi Nasional.
Pertama Iptek adalah hasil olah akal-budi yang mengelola ide menjadi penemuan (invention). Penemuan ini akan menemui maknanya yang utuh dalam praksis (praxis) ketika menghasilkan nilai tambah (value added) secara ekonomi-sosial-hankam. Proses value creation inilah yang kita sebut sebagai inovasi (innovation). Dengan demikian, Iptek akan bermanfaat dalam praksis kehidupan ketika ia telah tumbuh menjadi inovasi.
Kedua, Iptek adalah hasil olah akal-budi yang mengelola ide melalui suatu proses pembelajaran (learning) yang terus-menerus melintasi ruang-waktu generasi. Ide dapat merambat (menginspirasi), berkembang, dan saling menguatkan. Karenanya iklim yang kondusif bagi penumbuh suburan ide adalah ruang yang memungkinkan bagi interaksi, sinergi, share dari ide-ide. Jaringan (network) yang membentuk sistem untuk mengelola ide menjadi inovasi adalah sebuah keniscayaan. Dengan demikian, pembangunan inovasi menuntut pendekatan sistem.
Selain itu, Iptek bukanlah sebuah sektor, seperti pertanian atau industri, tetapi serupa dengan Lingkungan Hidup, Iptek adalah bidang pembangunan yang melekat pada setiap sektor, merupakan factor sukses dari sektor-sektor tersebut. Pembangunan Iptek secara sendirian dan mandiri akan menjadi "menara gading" dan sebuah enclave. Namun tanpa Iptek, sektor-sektor lain tidak akan mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing mereka. Secara lugas kita dapat menempatkan Iptek sebagai engine of growth dan power for competitiveness. Karenanya pembangunan Iptek dan penguatan Sistem Inovasi Nasional menuntut koordinasi dan sinergi.
Ketiga, Reformasi adalah proses yang mengokohkan demokratisasi yang berujung pada peningkatan kesadaran publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesadaran ini menghasilkan peningkatan aspirasi dan kontribusi (peran) masyarakat dalam pembangunan nasional. Karenanya pendekatan para pihak (multi stake holders) dalam mengelola pembangunan menjadi prasyarat yang makin menonjol. Dengan demikian pembangunan Iptek akan lebih diorientasikan untuk memperhatikan kebutuhan masyarakat (demand driven oriented), ketimbang mengembangkan pendekatan yang berat ke arah supply push technology (market pull).
Keempat, perkembangan global yang makin cepat, kesadaran publik yang makin tinggi, serta diferensiasi tugas komponen negara yang semakin tajam menuntut redefinisi peran Negara. Semakin maju suatu bangsa, maka peran Negara harus semakin efisien pada wilayah-wilayah strategis saja. Dengan demikian, negara akan lebih diposisikan menjadi stabilisator, fasilitator dan dinamisator.
Pelaku utama perubahan (transformasi) adalah masyarakat. Karenanya diffusion oriented yang menyebarkan hasil-hasil riset dan teknologi ke dalam masyarakat, sehingga dapat langsung dimanfaatkan untuk kepentingan daya saing industri, layanan masyarakat atau national security menjadi lebih mendapat prioritas.
Dengan demikian, kunci sukses untuk mengintegrasikan Iptek dengan peradaban masyarakat madani adalah inovasi. Kita memerlukan inovasi untuk memerangi kebodohan, kemiskinan, dan untuk memacu pertumbuhan menjadi bangsa yang terhormat, maju dan kompetitif. Sistem inovasi nasional mesti dibangun dan menjadi bagian integral dari peradaban kita. Artinya kita akan membangun bangsa inovasi (innovation nation) sebagai pilar kokoh bagi peradaban Indonesia madani.
Terkait dengan kinerja Sistem Inovasi Nasional kita, saya ingin mengungkap data dari Global Competitiveness Index (WCI), World Economic Forum (WEF). Pada tahun 2010, peringkat daya saing Indonesia meningkat dari urutan ke-54 menjadi peringkat ke-44. Dari 12 pilar yang ada dalam Global Competitiveness Index, untuk pilar Kesiapan Teknologi (technological readiness) kita menempati peringkat ke-91, berada di bawah negara-negara ASEAN, kecuali terhadap Filipina.
Keempat, perkembangan global yang makin cepat, kesadaran publik yang makin tinggi, serta diferensiasi tugas komponen negara yang semakin tajam menuntut redefinisi peran Negara. Semakin maju suatu bangsa, maka peran Negara harus semakin efisien pada wilayah-wilayah strategis saja. Dengan demikian, negara akan lebih diposisikan menjadi stabilisator, fasilitator dan dinamisator.
Prof. Yohanes Surya, Ph.D. bersama para pemuda Team Olimpiade Fisika Indonesia saat Menjadi Juara Dunia
The Absolute winner dalam Olimpiade Fisika Internasional di Singapura.
Pelaku utama perubahan (transformasi) adalah masyarakat. Karenanya diffusion oriented yang menyebarkan hasil-hasil riset dan teknologi ke dalam masyarakat, sehingga dapat langsung dimanfaatkan untuk kepentingan daya saing industri, layanan masyarakat atau national security menjadi lebih mendapat prioritas.
Dengan demikian, kunci sukses untuk mengintegrasikan Iptek dengan peradaban masyarakat madani adalah inovasi. Kita memerlukan inovasi untuk memerangi kebodohan, kemiskinan, dan untuk memacu pertumbuhan menjadi bangsa yang terhormat, maju dan kompetitif. Sistem inovasi nasional mesti dibangun dan menjadi bagian integral dari peradaban kita. Artinya kita akan membangun bangsa inovasi (innovation nation) sebagai pilar kokoh bagi peradaban Indonesia madani.
Terkait dengan kinerja Sistem Inovasi Nasional kita, saya ingin mengungkap data dari Global Competitiveness Index (WCI), World Economic Forum (WEF). Pada tahun 2010, peringkat daya saing Indonesia meningkat dari urutan ke-54 menjadi peringkat ke-44. Dari 12 pilar yang ada dalam Global Competitiveness Index, untuk pilar Kesiapan Teknologi (technological readiness) kita menempati peringkat ke-91, berada di bawah negara-negara ASEAN, kecuali terhadap Filipina.
Technological readiness adalah indikator yang mencerminkan sejauh mana industri maupun masyarkat kita, secara umum, mempunyai kesiapan untuk menyerap teknologi dalam rangka meningkatkan produktifitas industri dan kemampuan ekonomi mereka. Rendahnya aspek ini menunjukkan bahwa industri dan masyarakat kita secara umum belum banyak memanfaat teknologi, baik teknologi yang dikembangkan di dalam negeri, maupun teknologi yang didatangkan dari luar negeri.
Sedang untuk pilar Inovasi, Indonesia menempati peringkat ke-36, berada di atas negara-negara ASEAN, kecuali Singapura dan Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan anak-anak bangsa dalam pengembangan inovasi sesungguhnya tidak perlu diragukan.
Membangun peradaban Indonesia Madani memerlukan dukungan Imtaq dan Iptek. Karena sudah sangat jelas pilar utama masyarakat madani adalah SDM-manusia. Manusia yang terdiri dari darah dan daging, dapat tegak berdiri hanya dan hanya jika “ruh” ada di dalamnya.
Kekuatan ruh menjelma dalam akal (rasio) dan hati (mind). Itulah mengapa Imtaq dan Iptek menjadi kepakan dua sayap, yang harus mengembang secara harmonis, sebab yang kita ingin bangun adalah peradaban yang digusung oleh manusia yang memiliki Integritas (Ilahiyah-Insaniyah-Wathoniyah), Akseptabilitas dan Profesionalitas, manusia yang punya kredibilitas (intelek sekaligus relijius).
Pembangunan peradaban madani bukan hanya memerlukan kecerdasan akali tetapi juga qolbi bukan hanya rasional-intelektual, tetapi juga sarat aturan moral-spiritual.
Inilah pembangunan yang bukan hanya menuai keberkahan “bumi”, tetapi juga restu dari “langit”, amin ya rabbal ‘alamin.
Sedang untuk pilar Inovasi, Indonesia menempati peringkat ke-36, berada di atas negara-negara ASEAN, kecuali Singapura dan Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan anak-anak bangsa dalam pengembangan inovasi sesungguhnya tidak perlu diragukan.
Membangun peradaban Indonesia Madani memerlukan dukungan Imtaq dan Iptek. Karena sudah sangat jelas pilar utama masyarakat madani adalah SDM-manusia. Manusia yang terdiri dari darah dan daging, dapat tegak berdiri hanya dan hanya jika “ruh” ada di dalamnya.
Kekuatan ruh menjelma dalam akal (rasio) dan hati (mind). Itulah mengapa Imtaq dan Iptek menjadi kepakan dua sayap, yang harus mengembang secara harmonis, sebab yang kita ingin bangun adalah peradaban yang digusung oleh manusia yang memiliki Integritas (Ilahiyah-Insaniyah-Wathoniyah), Akseptabilitas dan Profesionalitas, manusia yang punya kredibilitas (intelek sekaligus relijius).
Pembangunan peradaban madani bukan hanya memerlukan kecerdasan akali tetapi juga qolbi bukan hanya rasional-intelektual, tetapi juga sarat aturan moral-spiritual.
Inilah pembangunan yang bukan hanya menuai keberkahan “bumi”, tetapi juga restu dari “langit”, amin ya rabbal ‘alamin.
Tribuana Chandraca
Satya Dharma Cahaya Chandraca
BERANI, BENAR, BERHASIL
BERANI, BENAR, BERHASIL
~Pengajar Muda Berada di PUSDIK KOPASUS Situ Lembang, Gunung
Burangrang~
"Mari kita melahirkan generasi muda yang mempunyai world class quality leadership with grass root understanding"
~Arip Nurahman~
Wallohualam Bissawab
Semangat Para Pemuda
Semangat Generasi Muda Indonesia
Sumber:
1. https://indonesiamengajar.org/
Prof. Anies Rasyid Baswedan, Ph.D.
2. http://ristek.go.id/
Dr. Suharna Surapranata, M.T.
3. http://www.tofi.or.id/
Prof. Yohanes Surya, Ph.D.