Sabtu pagi, di tempat duduk berundak di tepi Lapangan Saparua -- seusai jogging keliling lapangan belasan kali -- Maruko menceritakan satu babak pertempurannya dengan waktu. Setelah berbulan-bulan mencari-cari cara menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk tanpa terlalu banyak lembur & masuk kerja sabtu-minggu, akhirnya dia menemukan satu lagi sebuah rahasia.
“Sebuah rahasia lagi?” tanya Shinichi Kudo dengan geli.
Tak banyak rahasia tentang waktu yang dibongkar Maruko pada Shinichi, selain disiplin menggunakan waktu dan aturan “first thing first” yang sering diterjemahkan Maruko dengan kerjakan hal-hal yang kurang penting sekedarnya saja. Maruko menyeka peluh yang masih mengalir deras dari sela-sela rambutnya kemudian berceloteh tentang sifat “waktu luang” yang tidak pernah berkumpul pada satu saat.
“Waktu yang tersedia selalu berserakan di sepanjang hari, dan selama ini aku mengingkari kenyataan itu” kata Maruko dengan serius.
Maruko selalu berpandangan pekerjaan besar membutuhkan waktu yang panjang dan tak terpikir untuk menganggapnya sebagai serangkaian pekerjaan kecil-kecil. Akibatnya waktu luang kurang dari satu jam tidak dianggapnya sebagai waktu berharga untuk menyelesaikan pekerjaan. Waktu luang seperti jeda antar meeting, sesaat menjelang pulang atau waktu menjelang istirahat biasanya dibiarkan berlalu. Padahal waktu 10 – 15 menit bisa digunakan untuk entry data, review recorder, memeriksa 5 halaman laporan atau membuat daftar isi SOP.
Sebuah analisa data tahunan setebal 90 halaman dapat dikerjakan dalam 30 kali kesempatan kecil, jika setiap kesempatan berkontribusi 3 halaman. Seandainya dalam sehari terdapat 3 kesempatan kecil saja, maka pekerjaan itu dapat selesai dalam 10 hari kerja. Jauh lebih cepat dari kecepatan kerja Maruko bila mengandalkan waktu luang diatas 1 jam untuk memulai sebuah “kerja besar”, yaitu 1 bulan.
^_^
Belasan anak-anak SMU masih bermain bola di tengah lapangan bola yang dilingkari track joging yang mulai dipanggang matahari, di tepi lapangan puluhan anak lainnya bersorak-sorak memberi semangat. Maruko membuka kaleng pocari sweat, dan mereguk isinya, sementara Shinichi yang telah menamatkan 2 buah teh botol berdiri dan melangkahkan kaki untuk mengembalikan botol ke penjualnya.
Di dalam benak Shinichi terbaca jelas, rahasia yang ditemukan Maruko sebenarnya bukan saja tentang waktu luang yang berserakan. Namun juga tentang bertambah matangnya Maruko, sehingga berani menghadapi masalah dengan cepat.
Selama ini Maruko tidak sadar bahwa dibalik kebiasaan mengerjakan sebuah pekerjaan besar hanya bila tersedia waktu luang yang panjang-- tersimpan ketakutan terhadap kenyataan yang akan dihadapi. Takut tak bisa mengerjakan, takut mengerjakan tidak sempurna, takut tak mampu mengerjakan sesuai standar atasan & harapan teman-temannya. Bahkan takut terhadap harapannya sendiri.
Ketakutan yang membuatnya lambat menyelesaikan pekerjaan. Sebuah ketakutan yang tanpa disadari telah berhasil diatasi oleh Maruko dengan meminjam jurus yang sangat dikenal diantara para kampiun manajemen waktu, yaitu menganggap pekerjaan besarnya sebagai rangkaian pekerjaan kecil-kecil yang mudah diselesaikan. NL