Showing posts with label pengembangan diri. Show all posts
Showing posts with label pengembangan diri. Show all posts

Wagenugraha dan Professionals Day di Sekolah Terpencil

Untuk kesekian kalinya Randy Abdurrahman mendatangi Wagenugraha untuk mendapatkan ide pengembangan sekolah di desanya yang berada di pelosok Subang. Madrasah Ibtidaiyah & Madrasah Tsanawiyah atau setingkat SD & SMP yang merupakan almamater Randy itu butuh terobosan-terobosan baru agar mampu bertahan hidup dan menarik siswa baru dari orang-orang kampung yang kebanyakan dari kalangan tidak mampu agar bersedia mengirimkan anaknya bersekolah. Tujuan lainnya adalah Randy ingin madrasahnya tidak jauh ketinggalan dari sekolah-sekolah yang ada di kota.

 http://duniashinichi.blogspot.com

Ekstrakrikuler yang ada di madrasah relatif sudah lengkap, mulai dari komputer, menjahit, cooking class,  elektronika, hingga pelajaran kumon yang diberikan secara gratis oleh beberapa sukarelawan dari Kota Subang. Namun semua itu belum memuaskan bagi Randy, karena dia merasa belum ada suatu pelajaran atau acara yang akan mengarahkan anak-anak kampung itu menuju masa depan yang sesuai dengan jiwa mereka. Randy ingin anak-anak itu mendapatkan gambaran tentang pilihan-pilihan masa depan sekaligus mendapat suntikan semangat yang akan membuat mereka tabah menghadapi semua masalah dalam usaha mewujudkan cita-cita mereka.

Sudah seminggu Wagenugraha siang malam memikirkan cara untuk membantu Randy mewujudkan cita-citanya. Dan "Tinggggggg......" tiba-tiba pada hari kedelapan Wagenugraha mendapatkan suatu ide yang diyakininya akan mampu membantu anak-anak kampung untuk menentukan pilihan masa depannya. Sebuah acara yang akan memperkenalkan murid-murid madrasah dengan beranekaragam profesi yang dapat mereka geluti kala mereka dewasa nanti.

Istri Pilihan Darmo


Makanya Darmo tertarik tatkala Haji Ruri menawarkan pada Darmo untuk menikahi adiknya yang sudah tiga tahun menjanda karena ditinggal mati suaminya.

^_^ 

Sudarmono Sastrawiragraha dan beberapa kawan sekampungnya adalah lulusan SMK Pertanian yang letaknya di Kota Kabupaten. Setelah lulus sekolah, mereka mulai bekerja ke kota seperti halnya teman-teman sekampungnya. Kebanyakan pergi ke Jogja untuk menjadi buruh bangunan, bekerja di pabrik oleh-oleh atau menjadi penjaga toko. 

Ilmu pertanian yang mereka miliki praktis tidak dipraktekkan karena di kampung pun sawah mereka kurang menjanjikan penghasilan yang cukup untuk digarap. Biasanya sawah disewakan pada para petani penggarap yang rata-rata sudah cukup lanjut usianya, sehingga hasil panen pun kurang melimpah.















Namun Darmo beda dengan teman-temannya. Sekalipun bekerja ke kota, Darmo yang memang cinta mati pada dunia pertanian ini tetap mengolah sawah miliknya sekalipun luasnya hanya lima ratus meter persegi alias seperduapuluh hektar. Darmo biasa mulai menggarap sawahnya dari usai sholat subuh berjamaah di masjid hingga jam delapan pagi. Baru sesudah itu dia berangkat ke kota bersama teman-temannya untuk bekerja menjadi buruh bangunan. undil

Belakangan Darmo mendapat kepercayaan untuk menggarap sawah Haji Ruri yang luasnya hampir satu hektar. Setelah memegang dua sawah, terkadang Darmo meneruskan bekerja di sawah malam hari sehabis mengajar anak-anak membaca Al Quran di Masjid. Jika sedang masa tanam dan panen, praktis Darmo tidak bisa ikutan bekerja ke kota. Kesibukan terakhir ini membuat Darmo tidak bisa sesering kawan-kawannya glidik ke kota. duniashinihi.blogspot.com

Tiga tahun telah berlalu sejak anak-anak muda itu lulus sekolah dan mulai bekerja di kota. Enam bulan terakhir ini satu persatu mereka menikah. Hariman menikah dengan Latri sesama penjaga toko di Malioboro. Guntur menikah dengan Natasya yang jualan pulsa di dekat tempat Guntur sedang bekerja membangun rumah di Jalan Kaliurang. Demikian juga dengan Yogdi, Donny dan Anggito. Mereka rata-rata menikah dengan gadis-gadis yang tak jauh dari tempat mereka bekerja. 

Sebenarnya ada beberapa gadis yang tertarik pada Darmo. Rata-rata mereka tertarik karena Darmo orangnya cerdas, rajin dan cekatan membantu teman-temannya yang butuh pertolongan, disamping paras Darmo yang menawan karena Ibunya dulu juga adalah seorang kembang desa. Namun karena Darmo belakangan tidak serutin dulu pergi ke kota, sehingga tidak ada tindak lanjut atas hubungan mereka.

Teman-teman Darmo sering bertandang ke rumah Darmo untuk menyarankan dirinya agar segera menikahi salah satu dari gadis-gadis itu. Netty yang cantik bak foto model Vogue yang sekarang bekerja di salon spa, Rahmawati yang manis dan bekerja menjadi kasir di salah satu swalayan, atau si Deasy yang tinggi semampai yang kini menjadi staf administrasi gudang sebuah bengkel mobil besar. Namun rupanya Darmo punya pilihan lain.

Jika Darmo menikah dengan salah satu dari gadis-gadis itu artinya dirinya harus pindah ke kota. Sedangkan Darmo ingin tetap tinggal di desa menggarap sawah. Dia cinta mati pada dunia tanam menanam dan berternak hewan piaraan. Menanam padi, sayuran dan memelihara sapi adalah kesenangan yang tidak dapat begitu saja digantikan kegiatan yang menghasilkan uang lebih banyak. Darmo juga tidak tega meninggalkan anak-anak yang rutin belajar membaca Al Quran kepada dirinya. Lagipula Darmo merasa hidupnya akan begitu-begitu saja bila menempuh jalan seperti teman-temannya. Dia ingin melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar untuk kepentingan pribadi dan keluarga saja. 

Makanya Darmo tertarik tatkala Haji Ruri menawarkan pada Darmo untuk menikahi adiknya yang sudah tiga tahun menjanda karena ditinggal mati suaminya. Seorang perempuan sarjana peternakan yang sudah naik haji ke mekah dan saat ini menjadi peternak sapi perah yang memiliki sepuluh hektar lahan di kampung.  Klarinta Aliya Husna mengisi hari-harinya dengan mengisi pengajian buat Ibu-ibu di rumahnya dan mengurus panti asuhan anak yatim yang didirikan ayahnya di dekat masjid di kota kecamatan.

Chicken Stays, Eagle Flies: Kisah Persahabatan Ayam dan Burung Elang


Fly, Eagle, Fly!. Ini adalah kisah persahabatan dua ekor binatang pilihan dari jenisnya yang dibesarkan pada kandang yang sama. Seekor Elang Jawa berbulu keemasan yang gagah perkasa, dan seekor Ayam Betina warna kuning langsat yang ramping, cekatan & rajin bertelur.

Kedua sahabat itu telah memutuskan untuk berkelana bersama meninggalkan kenyamanan tempat kelahiran mereka di tanah pertanian yang membentang sepanjang tepian Kali Opak. Tanah pertanian subur yang menyediakan beras, jagung, cantel dan aneka ikan melimpah tanpa perlu bekerja keras. Kadang-kadang dua sahabat itu main ke Pasar Bantul untuk memakan ceceran gandum yang diabaikan pedagang. Memakan serpihan-serpihan geplak di belakang dapur Mbah Wongso. Terkadang bertandang ke Warung Bakso Bangjo punya Mbak Dewi, si pemiliknya suka memberi mereka tiga butir bakso urat yang gurih. Kini mereka rela meninggalkan semua kenikmatan itu demi keinginan menjelajahi tempat-tempat menakjubkan di seluruh penjuru bumi. 




















Puncak-puncak gunung tertinggi berselimut salju, danau-danau terluas membiru, gurun-gurun pasir yang paling panas, padang salju yang paling putih mulus, hingga tanah-tanah pertanian yang paling hijau di muka bumi adalah impian mereka. Hasrat mengatasi tantangan-tantangan tersulit dalam hidup telah membakar gairah jiwa-jiwa muda yang tengah mekar. Dengan berkelana, jiwa mereka terpuaskan oleh beragam pengalaman. Pun ketrampilan hidup mereka terasah dengan sangat baik oleh tantangan alam. Maklumlah, butuh perjuangan berat untuk setiap suap makanan yang masuk ke perut mereka selama dalam pengembaraan 

Mbah Jumadi, petani tua yang memelihara dua ekor unggas itu sengaja telah melatih keduanya sejak masih bayi. Elang dan Ayam mungil rajin dibawa ke Bukit Selarong untuk dilepaskan agar berlatih terbang turun menuju lembah. Pertamakali dilepaskan dua binatang itu masih takut-takut untuk terbang. Namun seiring berjalannya waktu, mereka semakin lihai menggerakkan sayapnya untuk melayang menyusuri Bukit Selarong hingga ke Bukit Menoreh di Barat, kemudian bergerak ke utara sampai ke puncak Merapi dan Merbabu.

Berkat latihan-latihan berat itu, kini baik Elang ataupun Ayam Betina memiliki kemampuan untuk terbang jauh. Walaupun kemampuan Ayam Betina tidaklah sehebat kemampuan Elang. Saat Elang mulai berani mengendarai topan agar bisa terbang tinggi, Ayam Betina tak pernah melakukannya sendirian.

Elang kecil tumbuh dewasa menjadi penerbang tangguh yang berani terjun ke pusaran topan cleret tahun agar bisa terbang makin tinggi ke angkasa. Semakin besar cleret tahun, semakin tinggi juga Elang akan terhempas ke langit menerobos gumpalan-gumpalan awan. Jiwa petualang yang mekar di dalam dirinya telah membuat syaraf rasa takutnya putus sehingga Elang berani mengendarai inti topan hingga mengangkasa setinggi-tingginya langit tanpa rasa takut. Matanya yang tajam melihat mangsa akan membimbingnya terjun bak meteor menjilat bumi tanpa ragu sedikitpun. Jiwanya yang merindu tantangan membuatnya ingin bebas melangit, mewarnai era-era baru dalam penjelajahan bumi.

Sebaliknya Ayam kecil tumbuh menjadi Ayam Betina yang lebih banyak berada  di halaman rumah. Tubuhnya tidak sekuat Elang dan terbangnya tidak setinggi awan membuatnya perlu bekerja keras saat terbang. Namun tekadnya yang keras untuk berdampingan dengan Elang mengangkasa keliling dunia telah membuatnya berbeda dari ayam biasa. Sesekali Elang harus mencengkeram tubuh Ayam agar tidak jatuh ke bumi karena kelelahan. Juga jika ada topan, maka Elang tidak pernah melepaskan pegangan pada tubuh Ayam agar tidak terhempas ke bumi bersama pusaran topan. 

Namun sekalipun lebih lemah, Ayam memiliki kelebihan dibanding Elang. Dia adalah petelur yang handal dan tidak gampang bosan meskipun harus tinggal di halaman rumah dengan sedikit variasi kegiatan. Dalam pengembaraan pun, Ayam meninggalkan telur-telur yang tak terhitung banyaknya sepanjang perjalanan. Tidak peduli punya atau tidak punya majikan, Ayam selalu menyetor telur-telurnya ke bumi. Setidaknya menurut blog http://duniashinichi.blogspot.com
^_^
  
Sebagai para penjelajah, setiap makanan yang masuk ke perut dua sahabat itu bukan didapat dengan cuma-cuma. Butuh perjuangan yang terkadang teramat berat untuk sesuap makanan. Seperti yang dialami kedua sahabat kala sedang terbang di atas bentangan gurun pasir Kalahari. Tidak ada tumbuhan yang hidup  di sana. Tidak ada air dan tidak ada makanan. Satu-satunya makanan yang ada hanyalah tanaman jagung yang terselip di sebuah mulut gua di puncak gunung batu di tengah gurun pasir itu. 
duniashinichi.blogspot.com

Bagaimana Romo Wage Merubah Kebiasaan Kuliner Warga Jalan Komaruddin


Ketika tinggal sementara di rumah pamannya di Jalan Komarudin -- saat ngumpul-ngumpul dengan para pemuda -- Romo Wage sering mendengar mereka membicarakan tentang jajanan enak-enak yang baru saja mereka nikmati. 












Rata-rata mereka memiliki standar cita rasa yang sama.  Jadi saat seseorang mengatakan bahwa bakso anu enak, kemudian seorang yang lain mengatakan bakso ana yang enak, setelah lain hari mereka ramai-ramai mencoba rasa kedua bakso tersebut,  maka mereka akan sepakat bakso mana yang lebih enak.

Pembicaraan akan lebih seru klo ada jajanan yang baru buka di salah satu sudut kota. Si penemu jajanan itu akan dengan antusias menggambarkan rasa jajanan yang baru saja dicobanya. Dari mulai racikan bumbunya, hingga aksesories-aksesories penunjang makanan. 

Jika makanan itu berupa bakmi jawa, maka akan dinilai rasa kuahnya, lalu mienya dan ayamnya. Kemudian menyusul dinilai aksesories seperti perkedel, kerupuk, tambahan brutu dan uritan serta tak lupa minumannya. Dari hasil penilaian itu akan disimpulkan apakah bakmi jawa tersebut layak dicoba atau tidak. Pendeknya warga Jalan Komaruddin rata-rata memiliki bakat kuliner dan selera yang bagus tentang cita rasa makanan.

Romo Wage yang mengamati kebiasaan warga itu menjadi tertarik untuk mendorongnya ke arah yang lebih bermanfaat. Jalan Komaruddin adalah jalan utama yang sangat strategis di Jogja.  Jalan peninggalan Belanda ini bagus dan lebarnya sampai 10 meter sehingga kanan kirinya bisa dipakai untuk parkir. Udah gitu gampang dicapai, tidak terlalu ramai dan rumah-rumah penduduk rata-rata memiliki halaman depan yang lumayan luas.  

Yang terpikir di benak Romo Wage adalah merubah kebiasaan penduduk dari sekedar pecinta kuliner menjadi pelaku bisnis kuliner. Dengan bekal pengetahuan mereka tentang cita rasa makanan dan lokasi rumah-rumah penduduk yang strategis, maka tak ada alasan untuk tidak membuka bisnis kuliner. 

Saat Romo Wage mencetuskan ide tersebut di rapat warga, banyak pemuda yang terhenyak. Selama ini kebanyakan mereka membayangkan bekerja di toko atau di kantor setamat sekolah. Bagi yang sekolah sampai universitas tentu memimpikan kerja di Jakarta atau di luar negeri.

Yang tak kalah terhenyak adalah para orang tua yang selama ini ikut pontang-panting mencarikan pekerjaan bagi anak-anak mereka yang sudah lulus kuliah. Kebanyakan mereka serta merta mengatakan tidak ragu untuk memberikan modal pada anak-anaknya. Hitung-hitung sambil menunggu dapat kerja.

Tentu saja ada juga yang pesimis dengan ide Romo Wage. Penduduk Jalan Komaruddin tidak terbiasa menjadi wirausahawan kuliner. Sebagian besar para orang tua bekerja sebagai dosen, pegawai negeri, dan juga pemilik toko kelontong di sejumlah pasar. Sementara para anak muda banyak bekerja di bengkel, percetakan, usaha fotokopi dan pemilik counter handphone di mal.  Ide Romo Wage ini dengan cepat diterima oleh para anak muda, terutama yang sudah selesai sekolah tetapi belum mendapat pekerjaan.

Ada tiga puluh anak muda yang tertarik untuk berbisnis kuliner. Romo Wage yang mengumpulkan mereka di rumah pamannya segera saja memberi kursus kilat tentang bisnis kuliner kepada mereka. Kursusnya cuman 15 menit, karena menurut Romo Wage bisnis kecil bisa dipelajari sambil jalan. Isi kursusnya sederhana, bahwa mereka harus kerja keras, klo perlu mengurangi jam tidur dan harus berdisiplin membelanjakan uang. Habis itu Romo Wage membagi mereka menjadi enam kelompok, masing-masing diminta memilih makanan yang akan dijual.

Seminggu kemudian anak-anak muda itu telah memutuskan makanan yang akan dijual, ada enam jenis makanan sesuai dengan jumlah kelompok, yaitu Bakso Malang, Batagor, Rawon, Sushi, Bakmi Godhog dan Surabi. Modal bukan masalah buat mereka karena rata-rata orang tua mereka mampu menyediakan modal yang dibutuhkan. Tinggal masalah cara memasaknya. Walaupun mereka jago menilai makanan, mereka tidak berpengalaman dalam meracik makanan. Karenanya Romo Wage sengaja mengundang ekspert untuk masing-masing makanan.

Untuk Bakso Malang, Romo Wage mengundang temannya dari Malang yang sudah terbiasa mengajari orang membuat Bakso. Kelompok yang akan menjual Batagor diperkenalkan oleh Romo Wage dengan temannya dari Bandung yang memiliki warung Batagor yang laris di Bandung.

Demikian juga dengan pembuatan Bakmi Godhog akan langsung diajari oleh suhunya bakmi dari Gunung Kidul, Rawon oleh Empu Rawon dari Ponorogo, Surabi oleh Tukang Surabi dari Solo dan pembuatan Sushi akan diajari oleh teman Romo Wage yang menjadi koki di hotel bintang lima di Bali. Semua ahli meracik makanan itu disewa Romo Wage selama dua minggu. Seminggu untuk mengajari meracik makanan dan seminggu lagi untuk mendampingi berjualan makanan.

Selama tujuh hari para anak muda itu belajar membuat makanan di rumahnya. Dan mulai hari kedelapan hingga keempat belas  mereka langsung praktek membuat makanan yang hasilnya langsung dijual di cafe-cafe tenda yang dibangun di depan rumah mereka. Awalnya finishing pembumbuan masih dilakukan oleh para expert, namun setelah hari ketujuh para expert tinggal mengawasi saja sambil memberi petunjuk bila bumbu-bumbu yang ditambahkan kurang pas.