السّلا م عليکم ورحمةالله وبرکة
Syahdan ketika Rasulullah SAW sedang melakukan salat dzuhur (riwayat lain menyebutkan salat ashar) berjamaah di Masjid Qiblatain, mendadak turun wahyu (Q.S. Al-Bagarah:114) yang memerintahkan mengubah arah kiblat dari Masjidil Aqsa di Palestina (utara) ke Ka’bah di Masjidil Haram di Mekkah (selatan).
“Sungguh Kami melihat mukamu, menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwu berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”
Padahal, ketika turun wahyu tersebut shalat telah berlangsung dua rakaat. Maka begitu mendengar wahyu tersebut, serta merta Rasulullah SAW dan para shahabat langsung memindahkan arah kiblatnya atau memutar arah 180 derajat. Dan peristiwa perpindahan kiblat itu dilakukan sama sekali tanpa membatalkan shalat. Juga tidak dengan mengulangi shalat dua rakaat sebelumnya. Ayat itu sendiri adalah ayat yang diturunkan kepada Rasulullah SAW yang telah lama mengharapkan dipindahkannya kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram.
Peristiwa yang terjadi pada tahun 2 H, atau tepatnya 17 bulan setalah nabi Muhammad hijrah ke Madinah (Sumber: dari Muhammad Husain Haekal, “Sejarah Hidup Muhammad”, hal. 22, Litera AntarNusa) itulah yang menjadi cikal bakal pemberian nama Masjid Qiblatain yang berarti dua kiblat. Sebelum dinamai Qiblatain karena perubahan arah kiblat itu, masjid yang terletak di atas bukit kecil di utara Harrah Wabrah, Madinah, itu bernama Masjid Bani Salamah.
Tadinya di dekat Masjid Qiblatain ada telaga yang diberi nama Sumur Raumah, sebuah sumber air milik orang Yahudi. Mengingat pentingnya air untuk masjid, maka atas anjuran Rasulullah SAW, Usman bin Affan kemudian menebus telaga tersebut seharga 20 ribu dirham dan menjadikannya sebagai wakaf. Air telaga tersebut hingga sekarang masih berfungsi untuk bersuci dan mengairi taman di sekeliling masjid, serta kebutuhan minum penduduk sekitar. Hanya bentuk fisiknya sudah tidak kelihatan, karena ditutup dengan tembok.
Dalam perkembangannya, pemugaran Masjid Qiblatain terus-menerus dilakukan, sejak zaman Umayyah, Abbasiyah, Utsmani, hingga zaman pemerintahan Arab Saudi sekarang ini. Pada pemugaran-pemugaran terdahulu, tanda kiblat pertama masih jelas kelihatan. Di situ diterakan bunyi QS. AlBaqarah: 114, ditambah larangan bagi siapa saja yang shalat agar tidak menggunakan kiblat lama itu.
Berziarah ke Masjid Qiblatain mengandung banyak hikmah. Selain ibadah shalat wajib dan sunat di sana, jamaah dapat juga memetik ibrah (suri teladan) dari para pejuang Islam periode awal (as-sabiqunal awwalun) yang begitu gigih menyebarkan risalah Islamiyah, melaksanakan perintah Allah SWT baik dalam segi ibadah mahdlab (ritual), seperti berjamaah, mengganti kiblat, dan menyucikan diri, maupun dalam segi ibadah ghair mahdlah (sosial) seperti menyisihkan harta untuk kepentingan umat, untuk memugar masjid dan lain sebagainya.
Wassalam