Dari jauh aku melihat dengan amat dekat,
Berabad awan lara itu bermukim di langit dukamu,
Mendung gelap menggugurkan hujan-hujan peluru,
Dentuman guruh adalah ledakan bom yang bertalu,
Pancaran kilat adalah kelibat kilauan roket–roket,
Meledak disetiap penjuru alammu,
Yang telah kau redha dengan kententuan takdir, ujian Allah itu Maha Getir,
Tatkala engkau tak punya masa untuk bermimpi,
Tatkala setiap jengkal bumimu dirampas bangsa terkeji,
Membunuh zuriat-zuriat pembela, melenyapkan nyawa pejuang agama,
Namun, satu yang pergi, seribu Allah ganti.
Dan aku pun kehilangan kata-kata untuk menafsir liang-liang lukamu
di mana-mana,
Kereta-kereta kebal, jet pengebom, bedilan fosfuros yang menembus
dan meluluh, menghancur lumat jasad setiap umur,
Namun, tak termampu menggugat walau sedikit semangat jihad,
Yang telah kalian warisi atas sumpah menegak hakiki,
Aku melihat airmata merahmu gugur meresapi tanah-tahan suci.
Kau masih bertahan dan menahan,
Yang kau kata inilah keindahan menjunjung kalimah syahadah,
Menegak kebenaran, mempertahankan watan,
Seteguh iman semerbak harum darah syuhadamu,
Yang masih terpercik, menyala panas di Tembok Gaza,
Seagung teguh tegaknya Masjidil Aqsa.
Engkau pasti akan menjulang kedaulatan di hujung cerita ini,
Mengalunkan irama damai di bumi sendiri,
Bangkit dari celahan luka-luka parah, untuk menyambut janji Ilahi,
Balasan untuk ahli-ahli Syurgawi,
Aku cukup yakin... Suatu hari nanti.
Nukilan rasa,
Jais Jamil
UTM SKUDAI
September 2010
(Telah dideklamasikan pada Malam Puisi Riong yang lalu di Universiti Teknologi Malaysia)