saw venus north of the sky
smiling and shining ever so bright
heard the owl laughing loudly
ask the sun he’ll tell ya…
thought the sun was rising early
he shines on both venus and the moon
as i turned to Hurtful Avenue
050307/10:45am
Navel: a depression in the middle of the abdomen that marks the point of former attachment of the umbilical cord to the embryo called also umbilicus; Gazing: to look steadily and intently, as with great curiosity, interest, pleasure, or wonder.
050307/10:45am
subuh tadi kau lagi bertandang
kau lagi tersimpuh tersenyum
harum bagai mawar sekuntum
kelmarin hanya titistitis tinta biru
dihelaian kertas rapuh kekuningan
saban hari duduktunduk menunggu
ungkapan kata bisik mesra dari jauh
senja perang warna diufuk barat
membawa sejuk dalam kelam malam
dalam sepi rindu menagih hadirmu
masa bagai lekat, waktu membeku
namun tinta bagai tak mampu melafaz
rasarasa dan rona biru dipenjuru dada
subuh dibutuhi, bagai sentuhan embun
dipucuk kekeringan sehelai daun
namun yang datang hanya kepanasan
dan sebuah gurun terdampar kegersangan
tiada nyanyi senda gelak tawa ria jeling manja
tiada…..tiada…..tiada!
sekali sekala burung tiong bercerita
dari atas dahan rapuh pohon rimbun
nun di atas bulan tersenyum melihat kejora
unggasunggas malam bagai berpantun
namun dalam dada cuma hiba nestapa
sepi itu sebenarnya derita cuma
rindu itu biasanya suatu kehilangan
dalam kelammalam mencari harapan
dara
aku masih tidak bisa akur
bahawa kita telah hancur lebur
kerana
kala subuh tadi kau bertandang
syair lama lagi berdendang.
tanah ini kontang pecah merekah
alir air dari hulu sejuk menusuk
segala rasa memakan segala bisa
kini hanya membawa dosa durja
hampas nafsu kuasa yang terleka
lekat bagai nanah kering di bawah
hangat mentari
dirampok dikoyak tanah ini rabak
anakanak bangsa berbagai rasa
dalam kancah tidak menentu
nun dipuncak menara berdiri segak
tergelak berpeluk tubuh bagai berhala suasa
mata buta dalam fikiran buntu
membawa sesat
ibu,
terbaring bagai murahan
dikatil perawan rakus diterkam
diramas ganas mata terpejam
tak mampu kau menerjang
jalang yang menyerang
siapa Tuhanmu
kuasa ketuaku
siapa penghulumu
ketamakan panduanku
apa kitabmu
hati kujunjung
nesan hitam
kusiram
dara,
kalau waktu itu
tanganmu kusambut
jari jemari kugenggam lembut
sambil berjalan perlahan lahan
di bawah rendang tua kita duduk
rambutmu kuusap
matamu kutatap
pipimu merah
bibirmu merekah
tirai hati terbuka
tiap rasa menjadi kata
singkap semua rahasia
kalau waktu itu
kulempar tubuhku
ke lubuk jiwamu
menyelam dasar hati
meraba segala rasa
waktu membeku
kita berpadu
awan melindung
mentari tertudung
janji terpahat
kita terikat
berdakap erat
sering juga aku bertanya
antara kita siapa perindu
kerana bulat mata dan senyum itu
bersama hitam ikal mayangmu
bagai membeku dalam waktu
namun masa dan jarak pemisah
membawa keluh kesah resah
bagai malam membawa kelam
sepi menerkam mencengkam
seribu ragu mengintai
sejuta dusta melambai
masa sebenarnya melalikan kita
jarak lumrahnya memakan semua
mengikis menghakis menghiris nipis
rasarasa didada dan ronarona rindu
tersadai usang termanggu dipenjuru
malammalam sepi didaerah sendu
kita bagai tidak mampu bersatu
kalanya aku rasa, dara
rindu itu bukan milik kita…
engkaukah itu dara
seribu duka dipipi
sejuta luka didada
termanggu dalam sepi
jarijemari menggenggam
erat sebuah rahasia
mata merenung kelam
menunggu khabar berita
dan kau heret derita itu
meniti harihari sepi berlalu
nyanyi sendurindu kau laung
kata keciwaluka kau raung
aah…
itu bayangan aku sebenarnya
dari air sejuk jernih mengalir
disungai pertemuan kita…
maafkan aku
kalau dalam mimpi
kuramas rakus
mekar tubuhmu
kalanya aku keliru
kerana dalam sepi
nafsuku tak terurus
jiwaku tak menentu
maafkan aku
kalau kuguris lagi
sisasisa ingatanmu
terbiar dalam sepi
kalanya aku kembali
melihat kau dara
tersenyum bagai dewi
menunggu aku menyapa
maafkan aku
kalau dulu aku terlupa
dan selalu terleka
akhirnya kaupun tunduk berlalu…
art harun
160307
5:03pm