"MAKALAH HUKUM LAUT"
Oleh
:
SIRAJUDDIN
(120711010)
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
SAM RATULANGI
2014
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar………………………………………………………………………………
Daftar
isi……………………………………………………………………………………
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah……………………………………………………………..……..
B. Rumusan
Masalah ………………………………………………………………….………
C. Manfaat
Penulisan…………………………………………………………………………..
BAB
II PEMBAHASAN
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………
B. Saran…………………………………………………………………………......................
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berangkat dari sejarah lahirnya konsep hukum wilayah laut dimana Pada zaman Romawi , penguasaan laut belum menimbulkan persoalan perlintasan laut, karena kekuatan Romawi sebagai kekuasaan kekaisaran (imperium) masih menguasai Laut Tengah dan belum ada kerajaan-kerajaan yang mengimbangi kekuatan kekaisaran Romawi pada waktu itu. Tujuan penguasaan laut oleh kekaisaran Romawi adalah agar semua manusia dapat menfaatkan laut tanpa ada ancaman dari bajak laut. Konsep ini disebut “Res Communis omnium” atau hak bersama seluruh umat manusia. Kemudian konsep ini berkembang menjadi anggapan, bahwa laut tidak ada yang memiliki atau dikenal dengan istilah “Res Nullius”. Dari sinilah lahir istilah Laut bebas dari penguasaan negara.
Pada masa abad pertengahan imperium Romawi runtuh, maka bermunculanlah negara-negara yang menuntut sebagian laut yang berbatasan dengan pantainya, antara lain Venetia mengklaim Laut Adriatik, Genoa mengklaim laut Liguria dan Pisa mengklaim laut Thyrrhenia. Klaim negara-negara ini menimbulkan keadaan yang menyebabkan laut tidak lagi menjadi milik bersama, sehingga diperlukan peraturan untuk menjelaskan kedudukan hak-hak atas laut menurut hukum[1].
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang kebanyakan wilayahnya adalah laut maka akan sangat dirugikan jika tidak ada aturan yang mengatur secara jelas mengenai hukum laut itu sendiri baik nasional maupun pengakuan internasional, Indonesia yang juga anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) terus memperjuangkan hal tersebut sehingga pada Konferensi Hukum Laut pada tanggal 3 April 1982 di New York telah menghasilkan Konvensi Hukum Laut III yang kemudian ditandatangani pada 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica. Konvensi ini merupakan sebuah master-piece di bidang hukum laut yang pernha dihasilkan Komunitas Internasional diabad ke-20 yang lalu dan mulai berlaku 16 November 1994 setelah tercapainya ratifikasi atau aksesi ke-60.
Indonesia telah meratifikasi konvensi ini pada tahun 1985 dan menindaklanjutinya sebagai awal pengimplementasiannya dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang perairan Indonesia(Viii)[2]
B. Rumusan Masalah
Dari uraian-uraian diatas maka didapat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Mengapa Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang perairan Indonesia itu sangat penting.?
C. Tujuan Penulisan.
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah hukum laut dari Dosen pengajar.
2. Untuk mengetahui sejauh mana pentingnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang perairan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Wilayah Perairan Indonesia
Gambar.1.1 Wilayah Perairan Indonesia[3].
Wilayah Perairan Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman.(pasal 3 Ayat 1)[4]., dalam pembahasan wilayah perairan indonesia akan dibahas bagaimana zona-zona maritime dalam pengertian hukum laut yang pada prinsipnya kita harus beranjak dari garis pantai menuju ke arah laut guna memahami berbagai zona dan batas-batasnya berdasarkan jarak dari pantai[5] yaitu :
1. Perairan Pedalaman
Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk kedalamannya semua, bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 yaitu Di dalam perairan kepulauan, untuk penetapan batas perairan pedalaman, Pemerintah Indonesia dapat menarik garis-garis penutup pada mulut sungai, kuala, teluk, anak laut, dan pelabuhan. Perairan pedalaman sendiri terdiri atas:
a. Laut pedalaman, yaitu bagian laut yang terletak pada sisi darat dari garis penutup, pada sisi laut dari garis air rendah.
b. perairan darat,yaitu segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah, kecuali pada mulut sungai perairan darat adalah segala perairan yang terletak pada sisi darat dari garis penutup mulut sungai[6].
2. Laut Teritorial
Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang dikukur dari garis pangkalkepulauan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5[7]. Lebar laut 12 mil ini mengakibatkan beberapa selat menurut hukum klasik termasuk kedalam pengaturan laut lepas, kini tunduk pada pengaturan hukum laut teritorial; kebebasan berlayar yang dahulu yang dinikmatidilaut lepas kini tidak diperoleh lagi diselat-selat tersebut. Mengenai hal ini konvensi mencantumkanbeberapa ketentuan khusus untuk selat-selat terntentu, dimana hak lintas damai tidak mencukupi lagi.
Akhirnya konvensi memuat ketentuan-ketentuan untuk penetapan batas laut teritorial antar negara-negara yang pantainya berhadapan dan berdampingan: apabila tidak ada persetujuan yang menyatakan sebaliknya, tidak satu negara pun yang berhak untuk menetapkan batas laut teritorialnya yang melebihi garis tengah, yaituh suatu garis yang titik-titik sama jarak dari titik-titik pada garis pangkal yang digunaka untuk mengukur lebar laut teritorial masing-masing negara (Pasal)[8].
3. Jalur Tambahan
Pada suatu jalur yang lebarnya tidak melebihi 24 mil dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial negara pantai dapat melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap perundang-undangannya pada wilayahnya atau laut teritorialnya dan juga sekaligus dapat menerapkan hukumnya (pasal 33). Dengan demikian lebar laut tambahan ini juga telah diperluas apabila dibandingkan dengan lebar jalur tambahan menurut hukum klasik.
4. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona ekonomi ekslusif diartikan sebagai suatu daerah diluar laut teritorial yang lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial ( pasal 55 dan 57 ). Menurut pengertian pasal 56, di zona ekonomi eksklusif negara pantai dapat menikmati :
a. Hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan penglolaan segala sumber kekayaan alam didasar laut dan tanah dibawahnya serta pada perairan diatasnya.demikian pula terhadap semua kegiatan yang ditunjukan untuk tujuan eksploitasi secara ekonomis dari zona tersebut (seperti produksi energy pada air, arus dan angina).
b. Yuridiksi, sebgaimana sebagaiman yang telah yang ditetapkan oleh konvensi ini atas pendirian dan penggunaan pulau-pulau buatan, riset ilmiah kelautan serta perlindungan lingkungan laut.
c. Hak-hak dan kewajiban lain sebagaiman yang telah ditetapkan oleh konvensi ini.
5. Landas Kontinen
Yang dimaksud dengan landas kontinen menurut konvensi ini adalah, daerah dasar laut dan tanah dibawahnya yang berada diluar laut teritorial yang merupakan kelanjutan alamiah dari daratan sampai kebatas terluar tepian kontinen (continental margin). Atau sampai pada jarak 200 mil laut diukur dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial apabila sisi terluar tepian kontinen tidak mencapai jarak tersebut (pasal76).
6. Kepulauan
Zona ekonomi eksklusif bukanlah satu-satunya perluasan drastis dari hak-hak negara didalm konvensi : rezim kepulauan baru pun menunjukkan hal yang sama . pasal 46 mengartiakan suatu kepulauan sebagai kelompok pulau-pulau dan perairan yang menghubungkannya yang saling berkaitan debgan eratnya, sehingga membentuk kesatuan geografis, ekonomi dan politik atau yang secra historis telah dianggap demikian. Suatu negara kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepualauan.
7. Laut Lepas
Laut lepas diartikan sebagai perairan yang berada diluar batas 200 mil laut zona ekonomi eksklusif diamana laut lepas dibuka bagi semua negara, baik negara yang berpantai maupun yang tidak berpantai dan kebebasan laut lepas ini antara lain adalah:
a. Kebebasan berlayar
b. Kebebasan terbang diatasnya
c. Kebebasan untuk meletakkan kabel dan pipa bawah laut.
d. Kebebasan untuk mendirikan pulau-pulau buatan dan instalasi-instalasi lainnya.
e. Kebebasan menangkap ikan dan;
f. Kebebasan untuk melakukan riset ilmiah.
8. Dasar Samudra Dalam
Dasar smudra dalam yang dikenal dengan istilah kawasan yang diartikan sebagai sebagai dasar laut dan tanah dibawahnya yang berada diluar batas-batas yuridiksi nasional (pasal 1). Menurut konvensi ini kawasan dan sumber kekayaan alam didalamnya dinyatakan sebagai warisan bersama seluruh ummat manusia (pasal 36)[9].
B. Hak Lintas Bagi Kapal-Kapal Asing
1. Hak Lintas Damai
Kapal semua negara, baik negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati hak lintas damai melalui lautteritorial dan perairan kepulauan Indonesia (pasal 11 ayat 1)[10].Menurut kententuan Pasal 45 dalam konvensi hukum laut ke III selanjutnya, hak lintas damai ini hanya dapat diterapkan pada:
a. Selat yang dikecualikan dari ketentuan Pasal 37, yaitu selat yang terletak antara suatu pulau dan daratan utama Nnegara yang berbatasan dengan selat, yang apabila pada sisi kearah laut pulau itu terdapat suatu rute melalui laut lepas atau melalui suatu zona ekonomi ekslusif yang sama fungsinya bertalian denga sifat-sifat navigasi dan hidrografis (untuk selanjutnya akan disebut sebagai “selat dengan kategori Pasal 38 ayat 1)”. .
b. Selat –selat yang terletak antara bagian laut lepas atau zona ekonomi ekslusif dan laut territorial suatu Negara asing (untuk selanjutnya akan disebut sebagai “selat dengan kategori Pasal 45 ayat 1(b)”)[11].
2. Hak Lintas Alur Laut Kepulauan
Gambar,1.2 Alur laut kepulauan Indonesia[12]
Lintas alur laut kepulauan dalam alur-alur laut yang khusus ditetapkan adalah pelaksanaan hak pelayaran danpenerbangan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi dengan cara normal hanya untuk melakukan transityang terus-menerus, langsung, dan secepat mungkin serta tidak terhalang.
Dalam Pasal 53 ayat 3 Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan pengertian bagi hak lintas alur laut kepualauan, seabgai berikut :
“Archipelagic sealens pessage means the exescise in accordance with this Convention of the rights of navigations and overflight in the normal mode
solely for the purpose of continous, expeditious and unobstructed transit between one part of the high seas or an exlusive economic zone and another part of the high seas or an exlusive economic zone. ”
solely for the purpose of continous, expeditious and unobstructed transit between one part of the high seas or an exlusive economic zone and another part of the high seas or an exlusive economic zone. ”
Jadi pokok utama dari pengaturan tentang hak lintas alur laut kepualauan adalah bahwa lintasan ini selain dalam bentuk lintas pelayaran juga mencakup lintas penerbagan, yang dilakukan dalam cara normal. Kedua, pasal ini menyebutkan adanya keharusan bahwa lintas pelayaran atau penerbangan tersebut hanya dimaksudkan untuk suatu lintasan yang terus menerus, langsung, secepat mungkin dan tidak terhalang. Pokok ketiganya menetapkan bahwa lintasan tersebut harus dilakaukan antara satu bagian dari laut lepas atau zona ekonomi ekslusif dengan bagian lain dari laut lepas atau zona ekonomi ekslusif dengan bagian lain dari laut lepas atau zona ekonomi ekslusif[13].
3. Hak Lintas Transit
Semua kapal dan pesawat udara asing mempunyai kebebasan pelayaran dan penerbangan semata-mata untuktujuan transit yang terus-menerus, langsung dan secepat mungkin melalui laut teritorial Indonesia di selatantara satu bagian laut atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan bagian laut lepas atau Zona EkonomiEksklusif Indonesia lainnya (pasal 20 ayat 1)[14].
Dalam Pasal 38 ayat 2 memberi pengertian tentang lintas transit sebagai pelaksanaan dari kebebasan pelayaran dan penerbangan berdasarkan bagian ini, semata-mata untuk tujuan transit yang terus-menerus, langsung dan secepat mungkin, pada selat yang digunakan untuk pelayaran internasional yang menghubungkan dua wilayah laut sebagaimana yang digambarkan dalam pasal 37. Persyaratan tersebut tidak menutup kemungkinan bagi kapal–kapal atau pesawat udara asing yang mempunyai maksud untuk memasuki, meninggalkan atau kembali dari suatu negara yang berbatasan dengan selat tersebut, dan harus mematuhi ketentuan-ketentuan untuk memasuki negara tersebut. Dengan demikian lintas transit hanya berlaku untuk:
a. Lintasan melalui selat tanpa berhenti dari kedua arah;
b. Lintasan melalui sebagaian dari selat untuk memasuki atau meninggakkan Negara pantai;
c. Lintasan dari Negara pantai melalui sebagian dari selat menuju ke laut lepas atau zona ekonomi ekslusif[15]
4. Hak Akses dan Komunikasi
Apabila suatu bagian dari perairan kepulauan Indonesia terletak di antara dua bagian wilayah suatu negaratetangga yang langsung berdampingan. Indonesia menghormati hak-hak yang ada dan kepentingankepentingansah lainnya yang dilaksanakan secara tradisional oleh negara yang bersangkutan di perairantersebut melalui suatu perjanjian bilateral (Pasal 22 ayat 1)[16].
C. Penegakan Kedaultan Dan Hukum Di Perairan Indonesia
Penegakan keaulatan dan hukum di perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah dibawahnya termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya,dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi hukum internasional lainnya, dan peraturan perundangundangan yang berlaku (pasal 24 ayat 1)..
Yurisdiksi adalah penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorialdan perairan kepulauan Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi, hukum internasional lainnya, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 24 ayat 2).
Apabila diperlukan, untuk pelaksanaan penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)dapat dibentuk suatu badan koordinasi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden (pasal 24 ayat 3)[17].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara Republik Indonesia yang merupakan Negara Kepulauan atau negara maritime dimana Segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yangtermasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memperhitungkan luas atau lebarnyamerupakan bagian integral dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia sehingga merupakan bagian dariperairan Indonesia yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia.
Dengan bepijat dari penjelasan-penjelasan secara panjang lebar diatas maka sangatlah urgen memang untuk pemerintah menguatkan wilayah Indonesia demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia yang berlaku secara hukum positif diharapkan mampu memberikan peranan penting dalam menguatkan wilayah Yuridiksi Indonesia sekarang dan dimasa yang akan datang.
B. Saran
Pemerintah harus benar-benar menjalankan aturan yang berlaku dan melakukan pengawasan yang ketat serta jangan sampai lengah agar kesalahan pulau sipadan-Lingitan tidak terualang kembali demi keutuhan NKRI.
DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU
Gultom, Elfrida.2008. Hukum Pengangkutan Laut. Jakarta:literata Lintas Media.
Kaligis.O.C dan Assocites.2003. Sengketa spadang-ligitan mengapa kita kalah. Jakarta:O.C.Kaligis.
Kusumaatmadja. Mochtar.2003.Konsepsi hukum Negara Nusantara Pada Konferensi Hukum laut III.Bandung:P.T .Alumni.
W. koers,Albert. 1991, Konvensi perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut, Yogyakarta, Gadjah mada University Press.
II. SUMBER LAINNYA
a. Undang-Undang
Republik Indonesia ,Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia.
b. Internet /Website.
Tadjuddin., Hukum Laut, http://tadjuddin.blogspot.com/2011/07/hukum-laut.html, (diakses 16 mei 2014).
______________,HAK LINTAS DAMAI _ Hukum Laut.htm (diakses 25 april 2014 pukul 10.00 Wita).
______________,Google.com. (diakses 25 april 2014 pukul 10.00 Wita)
___________,HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN _ Hukum Laut.htm ,(diakses 25 april 2014 pukul 10.00 Wita)
_________, HAK LINTAS TRANSIT _ Hukum Laut.htm, (diakses 25 april 2014 pukul 10.00 Wita)
[1]Tadjuddin., Hukum Laut, http://tadjuddin.blogspot.com/2011/07/hukum-laut.html, (diakses 16 mei 2014)
[2].Mochtar Kusumaatmadja, Konsepsi hukum Negara Nusantara Pada Konferensi Hukum laut III.(Bandung:P.T .Alumni,2003.).hlm Viii.
[3]https://www.google.com/search?q=wilayah+perairan+indonesia&tbmHak Lintas
[4]Republik Indonesia ,Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia
[5]Albert W. koers, 1991, Konvensi perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Lut,Yogyakarta, Gadjah mada University Press.hlm 4.
[6]Republik Indonesia ,Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia
[7]Republik Indonesia ,Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia
[8]Albert W. koers, 1991, Konvensi perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Lut,Yogyakarta, Gadjah mada University Press.hlm 6-7.
[9]Albert W. koers, 1991, Konvensi perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Lut,Yogyakarta, Gadjah mada University Press.hlm 6-13.
[10]Republik Indonesia ,Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia
[11]______________,HAK LINTAS DAMAI _ Hukum Laut.htm (diakses 25 april 2014 pukul 10.00 Wita)
[12] ______________,Google.com. (diakses 25 april 2014 pukul 10.00 Wita)
[13] ___________,HAK LINTAS ALUR LAUT KEPULAUAN _ Hukum Laut.htm ,(diakses 25 april 2014 pukul 10.00 Wita)
[14]Republik Indonesia ,Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia
[15] _________, HAK LINTAS TRANSIT _ Hukum Laut.htm, (diakses 25 april 2014 pukul 10.00 Wita)
[16]Republik Indonesia ,Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia
[17]Republik Indonesia ,Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia