Kontrasepsi penghalang secara fisik menghalangi jalan masuk sperma ke dalam rahim wanita.
Yang termasuk ke dalam kontrasepsi penghalang adalah:
A. Kondom.
Kondom bisa melindungi pemakainya dari penyakit menular seksual (misalnya AIDS) dan dapat mencegah perubahan prekanker tertentu pada sel-sel leher rahim.
Ada kondom yang ujungnya memiliki penampung semen; jika tidak ada penampung semen, sebaiknya kondom disisakan sekitar 1cm di depan penis.
Kondom harus dilepaskan secara perlahan karena jika semen tumpah maka sperma bisa masuk ke vagina sehingga terjadi kehamilan.
Untuk menambah efektivitas pemakaian kondom bisa ditambahkan spermisida (biasanya terkandung di dalam pelumas kondom atau dimasukkan secara terpisah ke dalam vagina).
Kondom wanita merupakan alat kontrasepsi penghalang baru yang dipasang di vagina dengan bantuan sebuah cincin.
Kondom wanita menyerupai kondom pria, tetapi lebih lebar dan memiliki angka kegagalan yang tinggi.
Kondom
Kondom wanita
B. Diafragma.
Diafragma merupakan plastik berbentuk kubah dengan sabuk yang lentur, dipasang pada serviks dan menjaga agar sperma tidak masuk ke dalam rahim.
Ukurannya bervariasi dan harus dicocokkan oleh dokter atau perawat.
Pemakaiannya harus selalu bersamaan dengan krim atau jeli.
Diafragma dipasang sebelum melakukan hubungan seksual dan tetap terpasang sampai minimal 8 jam tetapi tidak boleh lebih dari 24 jam.
Ukuran diafragma harus diganti jika:
- terjadi penambahan atau penurunan berat badan sebanyak lebih dari 5 kg
- diafragma telah dipakai selama lebih dari 1 tahun
- baru melahirkan anak atau mengalami aborsi,
karena ukuran dan bentuk vagina mungkin mengalami perubahan.
Diagragma
Penutup leher rahim
C. Penutup serviks (leher rahim).
Penutup serviks (cervical cap) hampir menyerupai diafragma tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih kaku, dipasang pada serviks.
Ukurannya bervariasi dan harus dicocokkan oleh dokter atau perawat.
Pemakaian penutup serviks harus selalu bersamaan dengan krim atau jeli.
Penutup serviks dipasang sebelum melakukan hubungan seksual dan tetap terpasang sampai minimal 8 jam dan maksimal 48 jam sesudah melakukan hubungan seksual.
D. Sediaan untuk menghentikan atau membunuh sperma atau disebut juga spermisida (dalam bentuk busa, krim, jel dan suppositoria yang dimasukkan ke dalam vagina)
Busa, krim, jeli dan suppositoria vagina dimasukkan sebelum melakukan hubungan seksual.
Selain mengandung spermisida, bahan tersebut juga merupakan penghalang fisik untuk sperma.
3. Penarikan penis sebelum terjadinya ejakulasi Disebut juga coitus interruptus.
Pada metode ini, pria mengeluarkan/menarik penisnya dari vagina sebelum terjadinya ejakulasi (pelepasan sperma ketika mengalami orgasme).
Metode ini kurang dapat diandalkan karena sperma bisa keluar sebelum orgasme juga memerlukan pengendalian diri yang tinggi serta penentuan waktu yang tepat.
4. Metoda ritmikPada metoda ritmik, pasangan suami istri tidak melakukan hubungan seksual selama masa subur wanita.
Ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium) terjadi 14 hari sebelum menstruasi. Sel telur yang telah dilepaskan hanya bertahan hidup selama 24 jam, tetapi sperma bisa bertahan selama 3-4 hari setelah melakukan hubungan seksual. Karena itu pembuahan bisa terjadi akibat hubungan seksual yang dilakukan 4 hari sebelum ovulasi.
A. Metode ritmik kalender merupakan metode yang paling tidak efektif, bahkan untuk wanita yang memiliki siklus menstruasi yang teratur.
Wanita sebaiknya mencatat siklusnya dalam 12 bulan terakhir. Untuk mengetahui saat tidak boleh melakukan hubungan seksual, dilakukan perhitungan berikut:
(siklus terpendek – 18) dan (siklus terpanjang – 11).
Contohnya, jika siklus seorang wanita dalam waktu 12 bulan terakhir berkisar antara 26-29 hari, maka 26-18=8 dan 29-11=18, artinya hubungan seksual tidak boleh dilakukan pada hari ke-8 sampai hari ke-18 setelah menstruasi.
B. Pada metode temperatur, dilakukan pengukuran suhu basal (suhu ketika bangun tidur sebelum beranjak dari tempat tidur).
Suhu basal akan menurun sebelum ovulasi dan agak meningkat (kurang dari 1? Celsius) setelah ovulasi.
Hubungan seksual sebaiknya tidak dilakukan mulai dari menstruasi hari pertama sampai suhu basalnya meningkat.
C. Pada metode lendir, masa subur wanita diketahui dengan mengamati lendir servikal, yang biasanya dikeluarkan dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih encer sesaat sebelum ovulasi.
Hubungan seksual tidak boleh pada saat terjadinya peningkatan jumlah lendir servikal sampai 4 hari sesudahnya.
C. Metoda simptotermal terdiri dari pengamatan perubahan lendir servikal dan suhu basal tubuh, juga gejala lainnya yang berhubungan dengan ovulasi (misalnya nyeri kram ringan pada perut bagian bawah).
Metoda ini merupakan metoda yang paling dapat diandalkan.
0 komentar:
Posting Komentar