BKF : PERUMUS KEBIJAKAN FISKAL
ANTISIPATIF DAN RESPONSIF


Sejarah Panjang BKF


 Kebijakan Fiskal merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk mempengaruh jalannya perekonomian. Adapun Instrumen Kebijakan Fiskal meliputi penerimaan atas pajak, pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) dan transfer pemerintah (goverment transfer). Demi terwujudnya keuangan negara yang stabil dan berkelanjutan, diperlukan organisasi yang berkompeten. Badan Kebijakan Fiskal merupakan salah satu organisasi Kementerian Keuangan yang bertugas melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal. Sebelum terbentuk seperti sekarang, BKF telah melewati sejarah yang panjang. Awalnya, untuk mendukung perkembangan pembangunan yang semakin pesat, pada tahun 1985 dibentuk suatu organisasi khusus yang menangani penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN, yaitu Pusat Penyusunan dan Analisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PPA-APBN). Seiring perkembangan zaman, penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN ternyata juga mempunyai kaitan yang erat dengan perkreditan dan neraca pembayaran, sehingga pada tahun 1987 dibentuklah Badan Analisa Keuangan Negara, Perkreditan dan Neraca Pembayaran (BAKNP&NP) yang merupakan penggabungan tugas pokok dan fungsi PPA-APBN dengan sebagian tugas fungsi Direktorat Jenderal Moneter Luar Negeri dan Direktorat Pembinaan Kekayaan Negara. Setelah berjalan lebih kurang empat tahun, susunan dan uraian tugas BAKNP&NP lebih dikembangkan dengan memasukkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Keuangan dan Moneter. Selanjutnya nama BAKNP&NP diubah menjadi Badan Analisa Keuangan dan Moneter (BAKM). Seiring dengan berjalannya waktu, BAKM disempurnakan dan namanya diganti menjadi Badan Analisa Fiskal (BAF), dengan memisahkan Biro Analisa Keuangan Daerah dan mengembangkan Pusat Analisa APBN, menjadi dua Pusat, yaitu Pusat Analisa Pendapatan Negara dan Pembiayaan Anggaran dan Pusat Analisa Belanja Negara. Untuk menyesuaikan dengan kondisi yang cepat berubah, serta dalam rangka meningkatkan kinerja dan efisiensi di Departemen Keuangan, maka pada tanggal 23 Juni 2004 dilaksanakannya reorganisasi. Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional (BAPEKKI) adalah unit eselon I di Departemen Keuangan yang dibentuk dari beberapa unit eselon II yang berasal dari Badan Analisa Fiskal (BAF) dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Pendapatan Daerah (Dirjen PKPD) serta Biro Kerjasama Luar Negeri dari Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan. Dengan adanya reorganisasi di Departemen Keuangan, nama Bapekki berubah menjadi Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
Dalam perjalanannya, BKF senantiasa menjadi unit terpercaya dalam perumusan kebijakan fiskal yang antisipatif dan responsif. BKF selalu menyajikan informasi pemantauan ekonomi dan sektor keuangan yang terkini demi mewujudkan rumusan kebijakan pendapatan Negara, APBN, serta ekonomi makro yang dipercaya dengan didukung hasil kajian (research based policy).selain itu BKF berupaya untuk mewujudkan pengelolaan risiko fiskal yang pasti dan terukur
serta melaksanakan kerjasama ekonomi dan keuangan internasional yang memberikan manfaat bagi kebijakan fiskal dan perekonomian. Tak hanya itu, BKF terus
mengedepankan SDM yang profesional melalui peningkatan kompetensi dan disiplin pegawai serta memutakhirkan instrumen kebijakan yang terkini dan aplikatif.

Struktur Organisasi


Seiring dengan berlakunya reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi BKF sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Keuangan, struktur organisasi di lingkungan Badan Kebijakan Fiskal  terdiri dari 7 unit eselon II, yaitu:
1.      Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN), mempunyai tugas merumuskan rekomendasi, analisis, dan evaluasi kebijakan di bidang pendapatan negara.
Dalam melaksanakan tugas, PKPN menyelenggarakan fungsi:
a.       perumusan rekomendasi kebijakan pajak, kepabeanan, cukai, dan Penerimaan Negara  Bukan Pajak;
b.      analisis usulan kebijakan pajak, kepabeanan, cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
c.       evaluasi atas pelaksanaan kebijakan pajak, kepabeanan, cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
d.      pelaksanaan kesekretariatan Tim Tarif; dan
e.       pelaksanaan tata kelola Pusat.
Pusat Kebijakan Pendapatan Negara terdiri atas:
a. Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP I;
b. Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II;
c. Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai I;
d. Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai II;
e. Bidang Evaluasi Kebijakan Pendapatan Negara; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.       Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN), bertugas perumusan kebijakan APBN dalam rangka penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN serta analisis, perumusan rekomendasi, dan evaluasi kebijakan APBN.
PKAPBN  menyelenggarakan fungsi:
a.       perumusan kebijakan APBN dalam rangka penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN, Laporan Semester I dan Prognosa Semester II pelaksanaan APBN, RAPBN Perubahan, bahan Pidato dan Lampiran Pidato Presiden, Jawaban Pemerintah atas pertanyaan DPR dan DPD, jawaban pertanyaan dan bahan konsultasi dengan Lembaga Internasional dan Regional;
b.      analisis dampak APBN terhadap sektor riil, moneter, dan neraca pembayaran operasi keuangan pemerintah;
c.       analisis, perumusan proyeksi dan rekomendasi kebijakan di bidang pendapatan dan belanja negara jangka pendek dan jangka panjang untuk mendukung kesinambungan fiskal;
d.      analisis dan proyeksi arus kas pelaksanaan APBN;
e.       evaluasi sasaran dan realisasi pendapatan dan belanja negara;
f.        penyusunan data konsolidasi APBN;
g.       perhitungan dan penetapan total kumulatif defisit APBD untuk menetapkan besaran konsolidasi defisit APBN; dan
h.      pelaksanaan tata kelola Pusat.
Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terdiri atas:
a. Bidang Kebijakan Penerimaan Perpajakan;
b. Bidang Kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
c. Bidang Kebijakan Belanja Pusat;
d. Bidang Kebijakan Subsidi;
e. Bidang Kebijakan Transfer Ke Daerah; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.


3.      Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM), mempunyai tugas melaksanakan pemantauan dini perkembangan ekonomi makro, analisis kebijakan dan perumusan rekomendasi kebijakan ekonomi makro.
PKEM menyelenggarakan fungsi:
a.       pemantauan dini dan analisis perkembangan ekonomi yang memiliki potensi dampak terhadap APBN dan perekonomian nasional;
b.      perumusan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
c.       penyusunan proyeksi asumsi dasar ekonomi makro sebagai dasar perhitungan Nota Keuangan dan RAPBN;
d.      penyusunan bahan Nota Keuangan dan RAPBN, Laporan Semester I dan Prognosa Semester II pelaksanaan APBN, RAPBN Perubahan, bahan Pidato dan Lampiran Pidato Presiden, Jawaban Pemerintah atas pertanyaan DPR dan DPD, jawaban pertanyaan dan bahan konsultasi dengan Lembaga Internasional dan Regional di bidang ekonomi makro;
e.       analisis sektor riil, fiskal, moneter dan lembaga keuangan;
f.        penyusunan rancangan Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan nilai tukar sebagai dasar perhitungan pajak dan bea masuk atas barang dan jasa;
g.       penyiapan bahan koordinasi penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, hubungan investor dan stabilisasi sektor keuangan;
h.      pengembangan model analisis ekonomi makro;
i.         pengembangan aplikasi dan pengelolaan basis data ekonomi makro;
j.         perencanaan program pengkajian, diseminasi dan publikasi hasil kajian; dan
k.       pelaksanaan tata kelola pusat.
Pusat Kebijakan Ekonomi Makro terdiri atas:
a. Bidang Pemantauan Dini Ekonomi Makro;
b. Bidang Analisis Sektor Riil;
c. Bidang Analisis Fiskal;
d. Bidang Analisis Moneter dan Lembaga Keuangan;
e. Bidang Data Ekonomi Makro dan Administrasi Pengkajian; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.

4.      Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal (PPRF) mempunyai tugas melaksanakan analisis, perumusan rekomendasi, dan evaluasi pengelolaan risiko ekonomi, keuangan, sosial, BUMN, dan dukungan pemerintah.
PPRF menyelenggarakan fungsi:
a.       perumusan rekomendasi kebijakan pengelolaan risiko fiskal dan kelayakan pemberian dukungan pemerintah, serta penyiapan bahan negosiasi dan perjanjian kerja sama;
b.      analisis dan evaluasi pengelolaan risiko ekonomi, keuangan dan sosial, risiko BUMN dan risiko dukungan pemerintah;
c.       analisis dan evaluasi pengelolaan risiko fiskal terhadap pelaksanaan Public Service Obligation, penyertaan modal negara, restrukturisasi dan privatisasi BUMN;
d.       analisis dan evaluasi terhadap kelayakan permintaan dukungan pemerintah atas pelaksanaan kerja sama penyediaan infrastruktur;
e.       penyusunan bahan Nota Keuangan dan RAPBN, Laporan Semester I dan Prognosa Semester II pelaksanaan APBN, RAPBN Perubahan, bahan Pidato dan Lampiran Pidato Presiden, Jawaban Pemerintah atas pertanyaan DPR dan DPD, jawaban pertanyaan dan bahan konsultasi dengan Lembaga Internasional dan Regional di bidang pengelolaan risiko fiskal;
f.        penyiapan bahan, penelaahan dan penyusunan rancangan peraturan di bidang
g.       pengelolaan risiko fiskal; dan
h.      pelaksanaan tata kelola Pusat.
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal terdiri atas:
a. Bidang Rekomendasi Pengelolaan Risiko Fiskal;
b. Bidang Analisis Risiko Ekonomi, Keuangan, dan Sosial;
c. Bidang Analisis Risiko BUMN;
d. Bidang Analisis Risiko Dukungan Pemerintah;
e. Bidang Peraturan Pengelolaan Risiko Fiskal; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.

5.      Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, analisis, evaluasi, pengkajian, koordinasi, kerja sama, pemantauan pendanaan dan pembiayaan perubahan iklim, dan kerja sama ekonomi dan keuangan G20 dan forum multilateral lainnya, serta penyertaan modal Pemerintah Indonesia pada organisasi-organisasi internasional.
PKPPIM  menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan pendanaan dan pembiayaan perubahan iklim;
b. perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan dan pemantauan kerja sama forum perubahan iklim;
c. pemantauan terhadap sumber-sumber pendanaan potensial yang akan diterima
Pemerintah Indonesia yang terkait perubahan iklim;
d. perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan dan pemantauan dengan forum G20;
e. perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan dan pemantauan kerjasama ekonomi dan keuangan dengan lembaga keuangan multilateral;
f. perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan dan
pemantauan kerjasama pada forum Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD), United Nations for Development programme (UNDP), Economic and Social Commission for Asia and Pacific (ESCAP), World Summit for Sustainable and Development (WSSD), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), dan forum multilateral lainnya;
g. perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan dan pemantauan yang berkaitan dengan status keanggotaan dan penyertaan modal
Pemerintah Indonesia pada organisasi-organisasi internasional;
h. pelaksanaan pengkajian atas usulan kebijakan serta dampak kebijakan pendanaan, pembiayaan dan kerja sama yang terkait perubahan iklim, G20, lembaga keuangan multilateral, OECD dan forum multilateral lainnya; dan
i. pelaksanaan tata kelola Pusat.
Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral terdiri atas:
a. Bidang Perubahan Iklim I;
b. Bidang Perubahan Iklim II;
c. Bidang Forum G20;
d. Bidang Forum Multilateral; dan
e. Kelompok Jabatan Fungsional.

6.      Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral (PKRB) bertugas melaksanakan perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan, dan pemantauan kerja sama Assosiation of South East Asian Nations (ASEAN), Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), forum-forum regional, bilateral, dan kerja sama teknik luar negeri. Dalam melaksanakan tugas  menyelenggarakan fungsi:
a.       perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, dan pelaksanaan kerja sama ekonomi dan keuangan dalam kerangka ASEAN dan integrasi ekonomi ASEAN;
b.      perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, dan pelaksanaan kerja sama ekonomi dan keuangan dalam kerangka APEC dan forum-forum Asia-Europe Meeting(ASEM), ASEAN+3, East Asian Summit (EAS), Mitra ASEAN, dan bilateral;
c.       perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, pelaksanaan, dan pemantauan negosiasi (offer-request) di bidang sektor jasa keuangan APEC, ASEAN, Mitra ASEAN, dan bilateral;
d.      perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, dan pelaksanaan kerja sama bilateral ekonomi dan keuangan dengan lembaga dan organisasi internasional non pemerintah;
e.       perumusan rekomendasi kebijakan, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi dalam rangka pelaksanaan kerja sama teknik luar negeri;
f.        pelaksanaan koordinasi di lingkungan Kementerian Keuangan dalam kerangka kerjasama ekonomi dan keuangan bilateral;
g.       perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, dan evaluasi dalam rangka kerja sama pemantauan (surveillance) ekonomi dan keuangan regional;
h.      pemantauan dan evaluasi dalam rangka transparansi ekonomi dan keuangan regional dan bilateral dan dukungan teknis; dan pelaksanaan tata kelola Pusat.
Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral terdiri atas:
a. Bidang ASEAN;
b. Bidang Interregional;
c. Bidang Bilateral;
d. Bidang Evalusai Kebijakan Regional dan Bilateral; dan
e. Kelompok Jabatan Fungsional.

7.      Sekretariat Badan Kebijakan Fiskal bertugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Badan. Adapun fungsi Sekretaris Badan adalah :
a.       koordinasi kegiatan di lingkungan Badan;
b.      penyelenggaraan dan pengelolaan urusan organisasi dan ketatalaksanaan, kepegawaian,pengembangan pegawai, serta pembinaan jabatan fungsional pada Badan;
c.       koordinasi penyusunan perencanaan program serta pengelolaan urusan keuangan;
d.      koordinasi penyusunan rencana strategik, rencana kerja dan anggaran, serta laporan akuntabilitas kinerja Badan;
e.       penyajian data dan informasi, pelaksanaan dokumentasi dan kepustakaan, serta
f.        diseminasi elektronik;
g.       pelaksanaan urusan tata usaha, gaji, kearsipan, dan kehumasan Badan;
h.      pelaksanaan urusan rumah tangga dan perlengkapan serta pemberian dukungan teknis penggunaan teknologi informasi di lingkungan Badan; dan
i.         koordinasi dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat.

Di samping jabatan-jabatan struktural, BKF juga memiliki jabatan fungsional Peneliti yang bertugas untuk mengembangkan penelitian guna mengambil kebijakan fiskal yang tepat, stabil dan berkelanjutan.


BKF : Organisasi Profesional & Kompeten yang senantiasa melakukan perbaikan
Tidak hanya didukung oleh struktur organisasi yang mantap, BKF juga dilengkapi dengan sarana pendukung yang mumpuni, seperti adanya teknologi sistem informasi internet. Selain itu secara bertahap terus dilakukan upaya-upaya perbaikan melalui penyempurnaan perangkat lunak, pengembangan jaringan maupun mengganti perangkat keras yang lebih canggih, serta upaya pembangunan Sistem Informasi Fiskal secara online. BKF juga didukung oleh perpustakaan online (http://pustaka.fiskal.depkeu.go.id), dengan penerapan sistem komputerisasi, yang memiliki lebih dari 7000 koleksi buku dengan 4.500 judul, yang terdiri dari buku-buku ilmiah, termasuk textbook, jurnal ekonomi dalam dan luar negeri, buletin ekonomi, kumpulan peraturan perundang-undangan, serta majalah-majalah ilmu pengetahuan lainnya. Di samping itu, Badan Kebijakan Fiskal juga telah menerbitkan berbagai buku ilmiah dan hasil penelitian. Semua itu semata mata Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas secara cepat, tepat, dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Untuk mewujudkan kinerja yang memuaskan, BKF digawangi oleh para profesional. BKF didukung oleh 419 pegawai (per 1 April 2010) yang terdiri dari 257 orang berlatar belakang pendidikan tinggi, yaitu S1/D4 sebanyak 134 orang, S2 sebanyak 114 orang dan S3 sebanyak 9 orang. Program Pengembangan Sumber Daya Manusia pun senantiasa digalakkan agar memiliki etos kerja yang tinggi, pengetahuan yang luas, khususnya di bidang ekonomi dan keuangan, cakap dan tanggap terhadap kondisi yang sedang berkembang, kreatif, inovatif, serta memiliki kemampuan analisis dan meneliti yang tinggi.  Untuk mencapai kondisi SDM super, BKF memberikan motivasi, dorongan dan kesempatan yang luas kepada pegawai untuk selalu mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya, yang antara lain melalui pengiriman pegawai untuk mengikuti program S2/S3 di dalam dan di luar negeri, seminar, diskusi, temuwicara, lokakarya, kursus serta program magang di berbagai instansi terkait. Semua itu demi terciptanya  kebjakan yang tepat dan dapat memberikan excelent service bagi masyarakat Indonesia.

Tidak hanya itu, sebagai organisasi yang pro publik, penyempurnaan di BKF diarahkan untuk menghasilkan proses yang akuntabel dan transparan, serta mempunyai kinerja yang cepat dan ringkas. Untuk itu, BKF menyusun SOP yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara komprehensif , melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk memperoleh gambaran rinci mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan, serta melakukan analisis beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Dengan ketiga alat tersebut BKF dapat memberikan layanan prima kepada publik, yaitu layanan yang terukur dan pasti dalam hal waktu penyelesaian, persyaratan administrasi yang harus dipenuhi, dan biaya yang harus dikeluarkan.

Description: http://www.reform.depkeu.go.id/ProsesBisnis/welcom3.jpg


BKF : Sulitnya Menentukan Kebijakan yang Tepat
Namun demikian, dalam perjalanannya BKF bukan tanpa masalah. Ternyata dalam BKF ditemukan beberapa kelemahan seperti kurangnya koordinasi antar struktur organisasi di BKF sehingga terjadi banyak permasalahan fiskal yang tidak terpecahkan. Selain itu, dengan semakin meningkatnya tekanan perubahan iklim perekonomian dan meningkatnya geopolitik internasional menjadikan beberapa kebijakan yang diambil  para pemangku jabatan dalam BKF terkadang tidak memihak kepada rakyat miskin. Seperti  kebijakan pengurangan pajak bea yang justru menjadi disinsentif terhadap produktivitas pertanian dalam negeri. Selain itu, stimulus fiskal yang dicanangkan oleh BKF dinilai tidak efektif oleh beberapa ahli. Seperti kita ketahui, dalam rangka meredam dampak buruk atas krisis ekonomi global, BKF mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal yang dilakukan tiga cara yang sekaligus difungsikan sebagai tujuan:

(a) mempertahankan dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk dapat
menjaga laju pertumbuhan konsumsi di atas 4 persen atau mendekati 4,7 persen;

(b) mencegah PHK dan meningkatkan daya tahan dan daya saing usaha menghadapi krisis ekonomi dunia; dan 

(c) menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran dengan belanja infrastruktur padat karya. 
Terdapat beberapa pendapat akademik terkait dengan tidak efektifnya paket stimulus fiskal yang dicanangkan tersebut. Diantaranya adalah pendapat yang diungkapkan oleh Adrian Panggabean, seorang praktisi kebijakan ekonomi .Menurutnya terdapat setidaknya tiga penyebab kegagalan fiskal yang terjadi di negeri ini, diantaranya adalah struktur kebijakan stimulus fiskal tidak rinci, bahkan banyak celah; kelembaman birokrasi dalam melakukan penyerapan paket stimulus fiskal; dan terlalu mengutak-utiknya asumsi defisit oleh pemerintah.
Namun, kita tetap perlu mengapresiasi kinerja BKF yang selama ini telah berusaha mewujudkan keuangan Indonesia yang lebih baik. Seiring perkembangan zaman yang semakin kompleks BKF pun dituntut untuk senantiasa memperbaiki struktur organisaasinya, agar terpenuhi tujuan mulia BKF yaitu menjadi unit terpercaya dalam perumusan kebijakan fiskal yang antisipatif dan responsif.

PMK 184/PMK.01/2010
 Tempo, 3-9 Agustus 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menentukan Area Kunci pada Audit Kinerja Badan Kebijakan Fiskal

PENYUSUNAN PROGRAM PENGUJIAN TERINCI