BKF
: PERUMUS KEBIJAKAN FISKAL
ANTISIPATIF
DAN RESPONSIF
Sejarah
Panjang BKF
Kebijakan
Fiskal merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan ekonomi suatu
negara. Kebijakan fiskal dapat diartikan
sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja
negara dengan maksud untuk mempengaruh jalannya perekonomian. Adapun Instrumen
Kebijakan Fiskal meliputi penerimaan atas pajak, pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) dan transfer
pemerintah (goverment transfer). Demi terwujudnya keuangan negara yang stabil dan berkelanjutan,
diperlukan organisasi yang berkompeten. Badan Kebijakan Fiskal merupakan salah
satu organisasi Kementerian Keuangan yang bertugas melaksanakan analisis di
bidang kebijakan fiskal. Sebelum terbentuk
seperti sekarang, BKF telah melewati sejarah yang panjang. Awalnya, untuk
mendukung perkembangan pembangunan yang semakin pesat, pada tahun 1985 dibentuk
suatu organisasi khusus yang menangani penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN,
yaitu Pusat Penyusunan dan Analisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(PPA-APBN). Seiring perkembangan zaman, penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN ternyata juga
mempunyai kaitan yang erat dengan perkreditan dan neraca pembayaran, sehingga
pada tahun 1987 dibentuklah Badan Analisa Keuangan Negara, Perkreditan dan
Neraca Pembayaran (BAKNP&NP) yang merupakan penggabungan tugas pokok dan
fungsi PPA-APBN dengan sebagian tugas fungsi Direktorat Jenderal Moneter Luar
Negeri dan Direktorat Pembinaan Kekayaan Negara. Setelah berjalan lebih kurang
empat tahun, susunan dan uraian tugas BAKNP&NP lebih dikembangkan dengan
memasukkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Keuangan dan Moneter. Selanjutnya
nama BAKNP&NP diubah menjadi Badan Analisa Keuangan dan Moneter (BAKM).
Seiring dengan berjalannya waktu, BAKM disempurnakan dan namanya diganti
menjadi Badan Analisa Fiskal (BAF), dengan memisahkan Biro Analisa Keuangan
Daerah dan mengembangkan Pusat Analisa APBN, menjadi dua Pusat, yaitu Pusat
Analisa Pendapatan Negara dan Pembiayaan Anggaran dan Pusat Analisa Belanja
Negara. Untuk menyesuaikan dengan kondisi
yang cepat berubah, serta dalam rangka meningkatkan kinerja dan efisiensi di
Departemen Keuangan, maka pada tanggal 23 Juni 2004 dilaksanakannya
reorganisasi. Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional
(BAPEKKI) adalah unit eselon I di Departemen Keuangan yang dibentuk dari
beberapa unit eselon II yang berasal dari Badan Analisa Fiskal (BAF) dan
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Pendapatan Daerah (Dirjen PKPD)
serta Biro Kerjasama Luar Negeri dari Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan.
Dengan adanya reorganisasi di Departemen Keuangan, nama Bapekki berubah menjadi
Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
Dalam
perjalanannya, BKF senantiasa menjadi unit terpercaya dalam perumusan kebijakan
fiskal yang antisipatif dan responsif. BKF selalu menyajikan informasi
pemantauan ekonomi dan sektor keuangan yang terkini demi mewujudkan rumusan
kebijakan pendapatan Negara, APBN, serta ekonomi makro yang dipercaya dengan
didukung hasil kajian (research based
policy).selain itu BKF berupaya untuk mewujudkan pengelolaan risiko fiskal
yang pasti dan terukur
serta melaksanakan kerjasama ekonomi dan keuangan internasional yang memberikan manfaat bagi kebijakan fiskal dan perekonomian. Tak hanya itu, BKF terus
mengedepankan SDM yang profesional melalui peningkatan kompetensi dan disiplin pegawai serta memutakhirkan instrumen kebijakan yang terkini dan aplikatif.
serta melaksanakan kerjasama ekonomi dan keuangan internasional yang memberikan manfaat bagi kebijakan fiskal dan perekonomian. Tak hanya itu, BKF terus
mengedepankan SDM yang profesional melalui peningkatan kompetensi dan disiplin pegawai serta memutakhirkan instrumen kebijakan yang terkini dan aplikatif.
Struktur Organisasi
Seiring dengan berlakunya reformasi birokrasi di
lingkungan Departemen Keuangan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi BKF
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Keuangan, struktur organisasi di
lingkungan Badan Kebijakan Fiskal terdiri dari 7 unit eselon II, yaitu:
1.
Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN), mempunyai tugas merumuskan rekomendasi,
analisis, dan evaluasi kebijakan di bidang pendapatan negara.
Dalam melaksanakan tugas, PKPN menyelenggarakan fungsi:
a.
perumusan rekomendasi kebijakan pajak, kepabeanan, cukai, dan
Penerimaan Negara Bukan Pajak;
b.
analisis usulan kebijakan pajak, kepabeanan, cukai, dan Penerimaan
Negara Bukan Pajak;
c.
evaluasi atas pelaksanaan kebijakan pajak, kepabeanan, cukai, dan
Penerimaan Negara Bukan Pajak;
d.
pelaksanaan kesekretariatan Tim Tarif; dan
e.
pelaksanaan tata kelola Pusat.
Pusat
Kebijakan Pendapatan Negara terdiri atas:
a.
Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP I;
b.
Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II;
c.
Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai I;
d.
Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai II;
e.
Bidang Evaluasi Kebijakan Pendapatan Negara; dan
f. Kelompok
Jabatan Fungsional.
2.
Pusat Kebijakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN), bertugas perumusan kebijakan APBN dalam rangka penyusunan Nota
Keuangan dan RAPBN serta analisis, perumusan rekomendasi, dan evaluasi
kebijakan APBN.
PKAPBN
menyelenggarakan fungsi:
a.
perumusan kebijakan APBN dalam rangka penyusunan Nota Keuangan dan
RAPBN, Laporan Semester I dan Prognosa Semester II pelaksanaan APBN, RAPBN
Perubahan, bahan Pidato dan Lampiran Pidato Presiden, Jawaban Pemerintah atas
pertanyaan DPR dan DPD, jawaban pertanyaan dan bahan konsultasi dengan Lembaga
Internasional dan Regional;
b.
analisis dampak APBN terhadap sektor riil, moneter, dan neraca
pembayaran operasi keuangan pemerintah;
c.
analisis, perumusan proyeksi dan rekomendasi kebijakan di bidang
pendapatan dan belanja negara jangka pendek dan jangka panjang untuk mendukung kesinambungan
fiskal;
d.
analisis dan proyeksi arus kas pelaksanaan APBN;
e.
evaluasi sasaran dan realisasi pendapatan dan belanja negara;
f.
penyusunan data konsolidasi APBN;
g.
perhitungan dan penetapan total kumulatif defisit APBD untuk
menetapkan besaran konsolidasi defisit APBN; dan
h.
pelaksanaan tata kelola Pusat.
Pusat
Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terdiri atas:
a.
Bidang Kebijakan Penerimaan Perpajakan;
b.
Bidang Kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
c.
Bidang Kebijakan Belanja Pusat;
d.
Bidang Kebijakan Subsidi;
e.
Bidang Kebijakan Transfer Ke Daerah; dan
f. Kelompok
Jabatan Fungsional.
3.
Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM), mempunyai tugas melaksanakan pemantauan dini
perkembangan ekonomi makro, analisis kebijakan dan perumusan rekomendasi
kebijakan ekonomi makro.
PKEM
menyelenggarakan fungsi:
a.
pemantauan dini dan analisis perkembangan ekonomi yang memiliki
potensi dampak terhadap APBN dan perekonomian nasional;
b.
perumusan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
c.
penyusunan proyeksi asumsi dasar ekonomi makro sebagai dasar
perhitungan Nota Keuangan dan RAPBN;
d.
penyusunan bahan Nota Keuangan dan RAPBN, Laporan Semester I dan
Prognosa Semester II pelaksanaan APBN, RAPBN Perubahan, bahan Pidato dan
Lampiran Pidato Presiden, Jawaban Pemerintah atas pertanyaan DPR dan DPD,
jawaban pertanyaan dan bahan konsultasi dengan Lembaga Internasional dan
Regional di bidang ekonomi makro;
e.
analisis sektor riil, fiskal, moneter dan lembaga keuangan;
f.
penyusunan rancangan Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan
nilai tukar sebagai dasar perhitungan pajak dan bea masuk atas barang dan jasa;
g.
penyiapan bahan koordinasi penetapan sasaran, pemantauan dan
pengendalian inflasi, hubungan investor dan stabilisasi sektor keuangan;
h.
pengembangan model analisis ekonomi makro;
i.
pengembangan aplikasi dan pengelolaan basis data ekonomi makro;
j.
perencanaan program pengkajian, diseminasi dan publikasi hasil
kajian; dan
k.
pelaksanaan tata kelola pusat.
Pusat
Kebijakan Ekonomi Makro terdiri atas:
a.
Bidang Pemantauan Dini Ekonomi Makro;
b.
Bidang Analisis Sektor Riil;
c.
Bidang Analisis Fiskal;
d.
Bidang Analisis Moneter dan Lembaga Keuangan;
e.
Bidang Data Ekonomi Makro dan Administrasi Pengkajian; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
4.
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal (PPRF) mempunyai tugas melaksanakan analisis,
perumusan rekomendasi, dan evaluasi pengelolaan risiko ekonomi, keuangan,
sosial, BUMN, dan dukungan pemerintah.
PPRF
menyelenggarakan fungsi:
a.
perumusan rekomendasi kebijakan pengelolaan risiko fiskal dan
kelayakan pemberian dukungan pemerintah, serta penyiapan bahan negosiasi dan
perjanjian kerja sama;
b.
analisis dan evaluasi pengelolaan risiko ekonomi, keuangan dan
sosial, risiko BUMN dan risiko dukungan pemerintah;
c.
analisis dan evaluasi pengelolaan risiko
fiskal terhadap pelaksanaan Public Service Obligation,
penyertaan modal negara, restrukturisasi dan privatisasi BUMN;
d.
analisis dan evaluasi
terhadap kelayakan permintaan dukungan pemerintah atas pelaksanaan kerja sama
penyediaan infrastruktur;
e.
penyusunan bahan Nota Keuangan dan RAPBN, Laporan Semester I dan
Prognosa Semester II pelaksanaan APBN, RAPBN Perubahan, bahan Pidato dan
Lampiran Pidato Presiden, Jawaban Pemerintah atas pertanyaan DPR dan DPD,
jawaban pertanyaan dan bahan konsultasi dengan Lembaga Internasional dan
Regional di bidang pengelolaan risiko fiskal;
f.
penyiapan bahan, penelaahan dan penyusunan rancangan peraturan di
bidang
g.
pengelolaan risiko fiskal; dan
h.
pelaksanaan tata kelola Pusat.
Pusat
Pengelolaan Risiko Fiskal terdiri atas:
a.
Bidang Rekomendasi Pengelolaan Risiko Fiskal;
b.
Bidang Analisis Risiko Ekonomi, Keuangan, dan Sosial;
c.
Bidang Analisis Risiko BUMN;
d.
Bidang Analisis Risiko Dukungan Pemerintah;
e.
Bidang Peraturan Pengelolaan Risiko Fiskal; dan
f. Kelompok
Jabatan Fungsional.
5.
Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) mempunyai
tugas melaksanakan perumusan kebijakan, analisis, evaluasi, pengkajian,
koordinasi, kerja sama, pemantauan pendanaan dan pembiayaan perubahan iklim,
dan kerja sama ekonomi dan keuangan G20 dan forum multilateral lainnya, serta
penyertaan modal Pemerintah Indonesia pada organisasi-organisasi internasional.
PKPPIM
menyelenggarakan fungsi:
a.
perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan
dan pemantauan pengelolaan pendanaan dan pembiayaan perubahan iklim;
b.
perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan dan
pemantauan kerja sama forum perubahan iklim;
c.
pemantauan terhadap sumber-sumber pendanaan potensial yang akan diterima
Pemerintah
Indonesia yang terkait perubahan iklim;
d.
perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan
dan pemantauan dengan forum G20;
e.
perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan
dan pemantauan kerjasama ekonomi dan keuangan dengan lembaga keuangan
multilateral;
f.
perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan
dan
pemantauan
kerjasama pada forum Organization for Economic Cooperation and
Development
(OECD), United Nations for Development programme (UNDP), Economic and Social
Commission for Asia and Pacific (ESCAP), World Summit for Sustainable and Development
(WSSD), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), United
Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), dan forum multilateral
lainnya;
g.
perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi, pelaksanaan
dan pemantauan yang berkaitan dengan status keanggotaan dan penyertaan modal
Pemerintah
Indonesia pada organisasi-organisasi internasional;
h.
pelaksanaan pengkajian atas usulan kebijakan serta dampak kebijakan pendanaan, pembiayaan
dan kerja sama yang terkait perubahan iklim, G20, lembaga keuangan multilateral,
OECD dan forum multilateral lainnya; dan
i.
pelaksanaan tata kelola Pusat.
Pusat Kebijakan Pembiayaan
Perubahan Iklim dan Multilateral terdiri atas:
a.
Bidang Perubahan Iklim I;
b.
Bidang Perubahan Iklim II;
c.
Bidang Forum G20;
d.
Bidang Forum Multilateral; dan
e. Kelompok
Jabatan Fungsional.
6.
Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral (PKRB) bertugas
melaksanakan perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi,
pelaksanaan, dan pemantauan kerja sama Assosiation of South East Asian Nations (ASEAN), Asia-Pacific
Economic Cooperation (APEC), forum-forum regional, bilateral, dan kerja sama teknik
luar negeri. Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan
fungsi:
a.
perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, dan
pelaksanaan kerja sama ekonomi dan keuangan dalam kerangka ASEAN dan integrasi
ekonomi ASEAN;
b.
perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, dan
pelaksanaan kerja sama ekonomi dan keuangan dalam kerangka APEC dan forum-forum
Asia-Europe Meeting(ASEM), ASEAN+3, East
Asian Summit (EAS), Mitra ASEAN, dan bilateral;
c.
perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, pelaksanaan,
dan pemantauan negosiasi (offer-request)
di bidang sektor jasa keuangan APEC, ASEAN, Mitra ASEAN, dan bilateral;
d.
perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, dan
pelaksanaan kerja sama bilateral ekonomi dan keuangan dengan lembaga dan
organisasi internasional non pemerintah;
e.
perumusan rekomendasi kebijakan, koordinasi, pemantauan, dan
evaluasi dalam rangka pelaksanaan kerja sama teknik luar negeri;
f.
pelaksanaan koordinasi di lingkungan Kementerian Keuangan dalam
kerangka kerjasama ekonomi dan keuangan bilateral;
g.
perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, dan evaluasi dalam
rangka kerja sama pemantauan (surveillance)
ekonomi dan keuangan regional;
h.
pemantauan dan evaluasi dalam rangka transparansi ekonomi dan keuangan
regional dan bilateral dan dukungan teknis; dan pelaksanaan tata kelola Pusat.
Pusat
Kebijakan Regional dan Bilateral terdiri atas:
a.
Bidang ASEAN;
b.
Bidang Interregional;
c.
Bidang Bilateral;
d.
Bidang Evalusai Kebijakan Regional dan Bilateral; dan
e. Kelompok
Jabatan Fungsional.
7.
Sekretariat Badan Kebijakan Fiskal bertugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan
dan pemberian dukungan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Badan. Adapun fungsi Sekretaris Badan adalah :
a.
koordinasi kegiatan di lingkungan Badan;
b.
penyelenggaraan dan pengelolaan urusan organisasi dan
ketatalaksanaan, kepegawaian,pengembangan pegawai, serta pembinaan jabatan
fungsional pada Badan;
c.
koordinasi penyusunan perencanaan program serta pengelolaan urusan
keuangan;
d.
koordinasi penyusunan rencana strategik, rencana kerja dan
anggaran, serta laporan akuntabilitas kinerja Badan;
e.
penyajian data dan informasi, pelaksanaan dokumentasi dan
kepustakaan, serta
f.
diseminasi elektronik;
g.
pelaksanaan urusan tata usaha, gaji, kearsipan, dan kehumasan
Badan;
h.
pelaksanaan urusan rumah tangga dan perlengkapan serta pemberian
dukungan teknis penggunaan teknologi informasi di lingkungan Badan; dan
i.
koordinasi dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat
pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat.
Di
samping jabatan-jabatan struktural, BKF juga memiliki jabatan fungsional
Peneliti yang bertugas untuk mengembangkan penelitian guna mengambil kebijakan
fiskal yang tepat, stabil dan berkelanjutan.
BKF :
Organisasi Profesional & Kompeten yang senantiasa melakukan perbaikan
Tidak
hanya didukung oleh struktur organisasi yang mantap, BKF juga dilengkapi dengan
sarana pendukung yang mumpuni, seperti adanya teknologi sistem informasi
internet. Selain itu secara bertahap terus dilakukan upaya-upaya perbaikan
melalui penyempurnaan perangkat lunak, pengembangan jaringan maupun mengganti
perangkat keras yang lebih canggih, serta upaya pembangunan Sistem Informasi
Fiskal secara online. BKF juga didukung oleh perpustakaan online (http://pustaka.fiskal.depkeu.go.id),
dengan penerapan sistem komputerisasi, yang memiliki lebih dari 7000 koleksi
buku dengan 4.500 judul, yang terdiri dari buku-buku ilmiah, termasuk textbook, jurnal ekonomi dalam dan luar
negeri, buletin ekonomi, kumpulan peraturan perundang-undangan, serta
majalah-majalah ilmu pengetahuan lainnya. Di samping itu, Badan Kebijakan
Fiskal juga telah menerbitkan berbagai buku ilmiah dan hasil penelitian. Semua itu semata mata Untuk mendukung
kelancaran pelaksanaan tugas secara cepat, tepat, dan dapat
dipertanggung-jawabkan.
Untuk
mewujudkan kinerja yang memuaskan, BKF digawangi oleh para profesional. BKF
didukung oleh 419 pegawai (per 1 April 2010) yang terdiri dari 257 orang
berlatar belakang pendidikan tinggi, yaitu S1/D4 sebanyak 134 orang, S2
sebanyak 114 orang dan S3 sebanyak 9 orang. Program Pengembangan Sumber Daya
Manusia pun senantiasa digalakkan agar memiliki etos kerja yang tinggi,
pengetahuan yang luas, khususnya di bidang ekonomi dan keuangan, cakap dan
tanggap terhadap kondisi yang sedang berkembang, kreatif, inovatif, serta
memiliki kemampuan analisis dan meneliti yang tinggi. Untuk mencapai kondisi SDM super, BKF memberikan
motivasi, dorongan dan kesempatan yang luas kepada pegawai untuk selalu
mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya, yang antara lain melalui pengiriman
pegawai untuk mengikuti program S2/S3 di dalam dan di luar negeri, seminar,
diskusi, temuwicara, lokakarya, kursus serta program magang di berbagai
instansi terkait. Semua itu demi terciptanya kebjakan yang tepat dan dapat memberikan excelent service bagi masyarakat
Indonesia.
Tidak
hanya itu, sebagai organisasi yang pro publik, penyempurnaan di BKF diarahkan
untuk menghasilkan proses yang akuntabel dan transparan, serta mempunyai
kinerja yang cepat dan ringkas. Untuk itu, BKF menyusun SOP yang rinci dan
dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara komprehensif
, melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk memperoleh gambaran rinci
mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan, serta melakukan analisis
beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah pejabat
yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Dengan
ketiga alat tersebut BKF dapat memberikan layanan prima kepada publik, yaitu
layanan yang terukur dan pasti dalam hal waktu penyelesaian, persyaratan
administrasi yang harus dipenuhi, dan biaya yang harus dikeluarkan.

BKF : Sulitnya Menentukan Kebijakan yang Tepat
Namun demikian, dalam perjalanannya BKF bukan tanpa masalah. Ternyata
dalam BKF ditemukan beberapa kelemahan seperti kurangnya koordinasi antar
struktur organisasi di BKF sehingga terjadi banyak permasalahan fiskal yang
tidak terpecahkan. Selain itu, dengan semakin meningkatnya tekanan perubahan
iklim perekonomian dan meningkatnya geopolitik internasional menjadikan
beberapa kebijakan yang diambil para
pemangku jabatan dalam BKF terkadang tidak memihak kepada rakyat miskin.
Seperti kebijakan pengurangan pajak bea yang
justru menjadi disinsentif terhadap produktivitas pertanian dalam negeri.
Selain itu, stimulus fiskal yang dicanangkan oleh BKF dinilai tidak efektif
oleh beberapa ahli. Seperti kita ketahui, dalam rangka meredam dampak
buruk atas krisis ekonomi global, BKF mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal
yang dilakukan tiga cara yang sekaligus difungsikan sebagai tujuan:
(a) mempertahankan dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk dapat
menjaga laju pertumbuhan konsumsi di atas 4 persen atau mendekati 4,7 persen;
(b) mencegah PHK dan meningkatkan daya tahan dan daya saing usaha menghadapi krisis ekonomi dunia; dan
(c) menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran dengan belanja infrastruktur padat karya.
(a) mempertahankan dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk dapat
menjaga laju pertumbuhan konsumsi di atas 4 persen atau mendekati 4,7 persen;
(b) mencegah PHK dan meningkatkan daya tahan dan daya saing usaha menghadapi krisis ekonomi dunia; dan
(c) menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran dengan belanja infrastruktur padat karya.
Terdapat beberapa pendapat akademik terkait dengan tidak efektifnya
paket stimulus fiskal yang dicanangkan tersebut. Diantaranya adalah pendapat
yang diungkapkan oleh Adrian Panggabean, seorang praktisi kebijakan ekonomi .Menurutnya
terdapat setidaknya tiga penyebab kegagalan fiskal yang terjadi di negeri ini,
diantaranya adalah struktur kebijakan stimulus fiskal tidak rinci, bahkan
banyak celah; kelembaman birokrasi dalam melakukan penyerapan paket stimulus
fiskal; dan terlalu mengutak-utiknya asumsi defisit oleh pemerintah.
Namun, kita tetap perlu mengapresiasi kinerja BKF yang selama ini telah
berusaha mewujudkan keuangan Indonesia yang lebih baik. Seiring perkembangan
zaman yang semakin kompleks BKF pun dituntut untuk senantiasa memperbaiki
struktur organisaasinya, agar terpenuhi tujuan mulia BKF yaitu menjadi unit terpercaya dalam perumusan kebijakan fiskal yang
antisipatif dan responsif.
PMK 184/PMK.01/2010
Tempo, 3-9 Agustus 2009
Komentar
Posting Komentar