RM40 with postage
RM32 with postage
Cerdas & Terampil Belum Mencukupi
Apakah anak-anak sudah cukup berharga jika mereka mencapai kemampuan kognitif yang tinggi? Cerdas saja tidak cukup. Alangkah banyak anak-anak yang cerdas tetapi miskin keterampilan. Lalu, apakah cerdas dan terampil telah cukup untuk membekali mereka meraih sukses? Bahkan kejeniusan dan bahkan bakat besar pun tak menolong mereka.
Mari kita ingat sejenak salah satu jenius besar yang pernah lahir di muka bumi. Namanya William James Sidis. Bapaknya –Profesor Boris Sidis—adalah pengagum berat William James, tokoh psikologi behaviorisme yang yakin betul bahwa pembiasaan merupakan kunci terpenting pendidikan. Sejak usia 6 bulan, ayahnya telah mengajarkan kepadanya huruf-¬huruf sesuai urutan abjad. Sesudah itu, ayahnya mengajarkan ilmu bumi, ilmu ukur, ilmu tubuh manusia, dan bahasa Yunani berdasarkan buku ajar yang dipakai di sekolah. Hasilnya, usia 5 tahun William James Sidis telah mampu menyusun karya ilmiah tentang
Apakah anak-anak sudah cukup berharga jika mereka mencapai kemampuan kognitif yang tinggi? Cerdas saja tidak cukup. Alangkah banyak anak-anak yang cerdas tetapi miskin keterampilan. Lalu, apakah cerdas dan terampil telah cukup untuk membekali mereka meraih sukses? Bahkan kejeniusan dan bahkan bakat besar pun tak menolong mereka.
Mari kita ingat sejenak salah satu jenius besar yang pernah lahir di muka bumi. Namanya William James Sidis. Bapaknya –Profesor Boris Sidis—adalah pengagum berat William James, tokoh psikologi behaviorisme yang yakin betul bahwa pembiasaan merupakan kunci terpenting pendidikan. Sejak usia 6 bulan, ayahnya telah mengajarkan kepadanya huruf-¬huruf sesuai urutan abjad. Sesudah itu, ayahnya mengajarkan ilmu bumi, ilmu ukur, ilmu tubuh manusia, dan bahasa Yunani berdasarkan buku ajar yang dipakai di sekolah. Hasilnya, usia 5 tahun William James Sidis telah mampu menyusun karya ilmiah tentang
anatomi. Kejeniusannya berkembang sehingga pada usia 11 tahun ia telah menjadi mahasiswa di Harvard University dan usia 14 tahun telah mampu memberi kuliah.
Tetapi kecerdasan tanpa kemampuan mengelola diri, tak cukup untuk membuatnya bahagia. Ia kemudian melarikan diri dari lingkungan yang mengelu-elukannya. Ia lebih memilih menjadi buruh cuci piring di sebuah restoran karena kecerdasan tak bisa membuatnya bahagia.
Sesungguhnya ada tiga potensi manusia yang berbeda-beda tingkat kemudahannya membentuk. Yang paling sulit adalah karakter, sesudah itu motivasi dan yang paling mudah adalah kemampuan kognitif serta keterampilan. Jika seseorang memiliki karakter yang kuat, mudah baginya untuk memperoleh kemampuan kognitif maupun keterampilan yang tinggi. Dan inilah yang harus kita perhatikan saat mereka belia. Inilah yang menjadi perhatian di berbagai belahan bumi yang menghargai betul arti sumber daya insani.
Tak ada artinya kecerdasan yang tinggi –bahkan kejeniusan—tanpa integritas. Sedikit sekali manfaat orang yang memiliki keterampilan tinggi, tapi miskin motivasi. Integritas adalah kesanggupan untuk setia pada nilai yang diyakini meski harus menghadapi benturan-benturan panjang dalam hidup ini. Dan ini harus kita semai benihnya, kita pupuk tanaman yang bernama integritas itu semenjak mereka masih berlari-lari lucu di halaman rumah kita.
Nah. Bagaimana dengan Anda? Padahal perbincangan kita baru soal dunia. Apalagi untuk mengantarkan anak-anak kita meraih kebahagiaan akhirat, sungguh cerdas dan terampil saja sama sekali tidak cukup. Jauh dari cukup. Mereka perlu kesungguhan meraih ridha Allah Ta’ala yang sebersih-bersih ketaatan, semurni-murni niat dalam ‘ibadah serta kesungguhan beramal dengan sebaik-baik amal.
Nah. Apakah yang sudah kita persiapkan? Betapa jauh perjalanan, dan betapa sedikit bekal yang kita punya.... (copy paste dari fb/page Muhammad Fauzhil Azhim - penulis buku positive parenting)
Tetapi kecerdasan tanpa kemampuan mengelola diri, tak cukup untuk membuatnya bahagia. Ia kemudian melarikan diri dari lingkungan yang mengelu-elukannya. Ia lebih memilih menjadi buruh cuci piring di sebuah restoran karena kecerdasan tak bisa membuatnya bahagia.
Sesungguhnya ada tiga potensi manusia yang berbeda-beda tingkat kemudahannya membentuk. Yang paling sulit adalah karakter, sesudah itu motivasi dan yang paling mudah adalah kemampuan kognitif serta keterampilan. Jika seseorang memiliki karakter yang kuat, mudah baginya untuk memperoleh kemampuan kognitif maupun keterampilan yang tinggi. Dan inilah yang harus kita perhatikan saat mereka belia. Inilah yang menjadi perhatian di berbagai belahan bumi yang menghargai betul arti sumber daya insani.
Tak ada artinya kecerdasan yang tinggi –bahkan kejeniusan—tanpa integritas. Sedikit sekali manfaat orang yang memiliki keterampilan tinggi, tapi miskin motivasi. Integritas adalah kesanggupan untuk setia pada nilai yang diyakini meski harus menghadapi benturan-benturan panjang dalam hidup ini. Dan ini harus kita semai benihnya, kita pupuk tanaman yang bernama integritas itu semenjak mereka masih berlari-lari lucu di halaman rumah kita.
Nah. Bagaimana dengan Anda? Padahal perbincangan kita baru soal dunia. Apalagi untuk mengantarkan anak-anak kita meraih kebahagiaan akhirat, sungguh cerdas dan terampil saja sama sekali tidak cukup. Jauh dari cukup. Mereka perlu kesungguhan meraih ridha Allah Ta’ala yang sebersih-bersih ketaatan, semurni-murni niat dalam ‘ibadah serta kesungguhan beramal dengan sebaik-baik amal.
Nah. Apakah yang sudah kita persiapkan? Betapa jauh perjalanan, dan betapa sedikit bekal yang kita punya.... (copy paste dari fb/page Muhammad Fauzhil Azhim - penulis buku positive parenting)
Prophetic Parenting : Cara Nabi Mendidik Anak
over 600 pc SOLD!
NOW RM60 with postage!
NOW RM60 with postage!
"Seluruh pemaparan dalam buku ini layak untuk menjadi pedoman dan panduan dalam metod pendidikan. Buku ini layak untuk berada di setiap rumah!" (Abul Hasan Ali al;Hasani an-Nadwi - Anggota Pendiri Rabitah Alam al-Islami. Mantan Ketua Dewan untuk Pusat Kajian Islam Universiti Oxford)
*buku-buku ini dalam bahasa indonesia yg moden dan mudah difahami insyaAllah