Bercerminlah Pada Cermin Sejati kita semua tentu pernah bercermin. Bila hendak pergi kerja.pergi sekolah atau kerumah jiran.,atau pergi ke kampus, atau sekedar menyisir rambut dan membetulkan jilbab, kita tidak akan lupa untuk menyempatkan diri bercermin. Bahkan ada dari kalangan kita yang dengan setia membawa cermin kecil kemana saja hendak pergi.
Tapi sedarkah kita bahawa cermin memantulkan bayangan yang sesuai dengan apa yang ada didepanya, namun tetap saja ia bersifat subyektif. Kenapa ? kesimpulan akhir yang terungkap dari bayangan di cermin tentu saja dikeluarkan oleh orang yang bercermin. Ketampanan, kecantikan, dan bayangan secantik apapun yang terpantul dari cermin tentang diri kita tetap sahaja sesuatu yang tidak obyektif. Lantas, siapakah cermin sejati itu ? Jawabnya adalah orang lain.
Inilah sebuah kenyataan yang harus kita terima bahawa orang lainlah tempat terbaik untuk menilai diri kita. Penilaian yang diberikan orang lain mengenai diri kita akan lebih obyektif kerana orang lain relatif terbebas dari nilai-nilai ego yang begitu kuat mencengkram dalam diri kita. Namun keobyektifan yang dihasilkan dari hasil bercermin kepada orang lain bukanlah sesuatu yang dapat kita peroleh secara percuma. Apa yang dihasilkan ternyata harus dibayar mahal dengan kerelaan kita untuk menerima penilaian bukan hanya yang bervalensi (bernilai) positif namun juga yang bervalensi negatif. Dikatakan mahal, karena memang sangat jarang manusia yang mampu berlapang dada mengakui kekurangan (valensi negatif) dalam dirinya. Manusia akan merasa terhina ketika kelemahannya diberitahukan kepada dirinya. Dan akan merasa bahagia dan gembira ketika hal yang sebaliknya diberitahukan kepadanya..Secara jujur harus kita katakan bahwa banyak dari kita yang belum mampu berlapang dada untuk menerima berita kelemahan mengenai diri kita yang biasanya diberikan dalam bentuk kritikan. Kita kebiasaannya menerima bayangan yang memantulkan sosok diri kita yang sempurna tiada cacat sedikitpun. Padahal inilah rahsia mengapa Allah menyuruh kita untuk saling bertaushiyah, yaitu menyampaikan kritikan antara sesama kita dan bersamaan dengan itu berlapang dada untuk menerimanya. Dan memang seperti itulah seharusnya manusia yang baik. Bahkan kepiawaian
Tapi sedarkah kita bahawa cermin memantulkan bayangan yang sesuai dengan apa yang ada didepanya, namun tetap saja ia bersifat subyektif. Kenapa ? kesimpulan akhir yang terungkap dari bayangan di cermin tentu saja dikeluarkan oleh orang yang bercermin. Ketampanan, kecantikan, dan bayangan secantik apapun yang terpantul dari cermin tentang diri kita tetap sahaja sesuatu yang tidak obyektif. Lantas, siapakah cermin sejati itu ? Jawabnya adalah orang lain.
Inilah sebuah kenyataan yang harus kita terima bahawa orang lainlah tempat terbaik untuk menilai diri kita. Penilaian yang diberikan orang lain mengenai diri kita akan lebih obyektif kerana orang lain relatif terbebas dari nilai-nilai ego yang begitu kuat mencengkram dalam diri kita. Namun keobyektifan yang dihasilkan dari hasil bercermin kepada orang lain bukanlah sesuatu yang dapat kita peroleh secara percuma. Apa yang dihasilkan ternyata harus dibayar mahal dengan kerelaan kita untuk menerima penilaian bukan hanya yang bervalensi (bernilai) positif namun juga yang bervalensi negatif. Dikatakan mahal, karena memang sangat jarang manusia yang mampu berlapang dada mengakui kekurangan (valensi negatif) dalam dirinya. Manusia akan merasa terhina ketika kelemahannya diberitahukan kepada dirinya. Dan akan merasa bahagia dan gembira ketika hal yang sebaliknya diberitahukan kepadanya..Secara jujur harus kita katakan bahwa banyak dari kita yang belum mampu berlapang dada untuk menerima berita kelemahan mengenai diri kita yang biasanya diberikan dalam bentuk kritikan. Kita kebiasaannya menerima bayangan yang memantulkan sosok diri kita yang sempurna tiada cacat sedikitpun. Padahal inilah rahsia mengapa Allah menyuruh kita untuk saling bertaushiyah, yaitu menyampaikan kritikan antara sesama kita dan bersamaan dengan itu berlapang dada untuk menerimanya. Dan memang seperti itulah seharusnya manusia yang baik. Bahkan kepiawaian
No comments:
Post a Comment