Ada dua orang lelaki. Keduanya adalah saudara kandung. Mereka hidup dalam keluarga yang taat beragama. Tapi kedua saudara ini memiliki kebiasaan yang bertolak belakang.
Sang kakak dikenal sebagai orang yang alim dan ahli ibadah, waktunya ia habiskan di masjid. Ia tak suka menyakiti orang lain, tidak pernah menyentuh minuman keras. Ia tidak pernah bergaul dengan wanita yang bukan makhram, bahkan ia pernah digoda oleh sepupu perempuannya dan ia tetap teguh dalam keimanannya. Sifat inilah yang membuat ia dicintai oleh keluarga dan tetangganya.
Sang adik dikenal nakal. Ia mempunyai rumah bordil sebagai tempatnya untuk bermaksiat. Ia juga ikut merampok, terkadang saat merampok dia juga memperkosa. Segala macam kemaksiatan telah ia lakukan. Keburukan ini yang menyebabakan oleh keluarga dan tetangganya membencinya.
Suatu ketika, sang kakak merenung dalam kesendiriannya, kala itu hawa nafsunyapun mulai membujuknya dengan sangat halus, "Sejak kecil kau tidak pernah merasakan keindahan dunia, meski kau mendapat tempat yang baik dimata masyarakat dengan segala kebaikanmu. Kenapa tidak sesekali kau menyenangkan diri di rumah bordil adikmu, sekali saja. Hanya sekali. Setelah itu kau bisa bertobat kepada Allah . Kau bisa beristighfar beribu kali dalam sholat tahajjud. Bukankah Allah Maha Pengampun?"
Bujukan itu telah menguasai aliran darah sang kakak, "Boleh juga juga. Kenapa aku tidak sesekali menghibur diri? Hidup kan hanya sekali? Nanti malam aku akan bersenang-senang di rumah bordil adikku. Dan setelah itu pulang memohon ampun pada Allah SWT. Dia Maha Pengampun dan Penyayang".
Sementara itu di rumah bordil, adiknya sedang merenungi hidupnya yang berlumuran dosa. Tampaknya ia sudah bosan dengan hidup yang telah ia jalani selama ini. "Apakah aku harus bermaksiat terus seperti ini? Keluarga dan masyarakat membenciku. Kenapa aku tidak mencoba hidup lurus seperti kakakku? Ah, bagaimana kalau aku mati. Pasti aku akan masuk neraka. Hidup susah di akhirat sana? Sedangkan kakak hidup nikmat di surga. Tidak ! aku harus mencoba hidup lurus. Nanti malam aku mau ke masjid tempat kakak beribadah. Aku mau tobat dan ikut shalat. Aku mau beribadah terus di sisa hidupku. Semoga Allah mngampuni segala dosa-dosaku".
Dan benar ketika malam datang mereka melaksanakan rencana masing-masing. Seusai shalat maghrib sang kakak bergegas menuju rumah bordil. Setibanya di rumah bordil sang kakak tidak menemukan sang adik, tapi itu tidak mengurungkan niatan kedatangannya ke situ. Sang kakakpun bersenang-senang di rumah bordil semalaman.
Sang adikpun demikian, dia tidak menemukan sang kakak. Meski kakaknya tidak ada, niatannya telah bulat untuk tobat. Diapun shalat dan terus beristighfar dengan bercucuran air mata. Malam itupun ia habiskan dengan bermunajad pada Rabb seluruh alam.
Tiba-tiba bumi berguincang dengan hebatnya. "Gempa…!! Gempa…!!" orang-orang panik keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Sang adik sedang larut dalam khalwatnya dengan sang pencipta sehingga tidak beranjak meninggalkan masjid. Sedangkan kakak sedang terlena di rumah bordil. Sehingga keduanya sama-sama tidak merasakan gempa. Sampai akhirnya gempa tadi merobohkan masjid dan rumah bordil. Keesokan harinya sang kakak ditemukan di reruntuhan rumah bordil dengan keadaan yang memalukan. Sedangkan sang adik ditemukan di reruntuhan masjid dengan mendekap mushaf di dadanya.
Saudaraku, sebuah pelajaran yang berharga bukan. Seorang ahli ibadah mendapatkan su'ulkhatimah dan awalnya yang ahli maksiat memperoleh husnul khatimah. Maha Besar Allah yang mempunyai kemampuan membolak-balikkan hati. Saudaraku, hidayah itu teramat mahal harganya dan sangat susah untuk mendapatkannya. Maka jika sudah kau temukan dan telah kau dapatkan jangan pernah sekali-kali berpikir untuk melepaskan. Jangan sekali-kali menuruti hawa nafsu dan mempertaruhkan hidayah yang telah kau dapatkan. Siapa tahu disaat kita memenuhi hawa nafsu ajal menjemput. Na'udzubillahi min dzalik. Semoga kita diberi keteguhan dan keistiqomahan berada dalam jalanNya. Semoga kita semua diberi khusnul khatimah. Amin
dikutib dari "Diatas sajadah cinta" Habiburrahman El Shirazy