Tampilkan postingan dengan label Psikologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Psikologi. Tampilkan semua postingan

Pandangilah Saat Mereka Tidur


Pernahkah anda menatap wajah orang-orang yang anda sayang ketika mereka sedang tidur? Kalau belum, cobalah sekali saja menatap mereka saat sedang tidur. Saat itu yang nampak adalah ekspresi paling wajar dan paling jujur dari seseorang. Seorang artis yang ketika di panggung begitu cantik dan gemerlap pun akan tampak polos dan jauh berbeda jika dia sedang tidur.

Orang yang paling kejam di dunia pun jika dia sudah tidur tak akan kelihatan wajah bengisnya.

Perhatikanlah ayah anda saat beliau sedang tidur.
———————————————————

Sedarilah, betapa badan yang dulu kuat dan gagah itu kini semakin tua dan lemah, betapa rambut-rambut putih mulai menghiasi kepalanya, betapa kerut merut mulai terpahat di wajahnya. Orang inilah yang tiap hari bekerja keras untuk kesejahteraan kita, anak-anaknya. Orang inilah, rela melakukan apa saja asal perut kita kenyang dan pendidikan kita lancar. Sekarang, beralihlah. …

Lihatlah ibu anda….
———————–


Hmm… kulitnya mulai keriput dan tangan yang dulu halus membelai – belai tubuh bayi kita itu kini kasar kerana menempuhi kehidupan yang mencabar demi kita. Orang inilah yang tiap hari menguruskan keperluan kita. Orang inilah yang paling rajin mengingatkan dan menasehati kita semata- mata kerana rasa kasih dan sayang, dan sayangnya, itu sering kita salah artikan.

Cobalah menatap wajah orang-orang yang kita cintai.. sayangi itu…

Ayah, Ibu, Suami, Isteri, Kakak, Adik, Anak, Sahabat, Saudara, Semuanya…


Rasakanlah sensasi yang timbul sesudahnya. Rasakanlah energi cinta yang mengalir perlahan-lahan saat menatap wajah mereka yang terlelap itu. Rasakanlah getaran cinta yang mengalir deras ketika mengingat betapa banyaknya pengorbanan yang telah dilakukan orang-orang itu untuk kebahagiaan anda. Pengorbanan yang kadang-kadang tertutupi oleh salah faham kecil yang entah kenapa selalu saja nampak besar.

Secara ajaib Tuhan mengatur agar pengorbanan itu akan tampak lagi melalui wajah-wajah jujur mereka saat sedang tidur. Pengorbanan yang kadang melelahkan serta memenatkan mereka namun enggan mereka ungkapkan. Dan ekspresi wajah ketika tidur pun membantu untuk mengungkap segalanya.

Tanpa kata, tanpa suara dia berkata… “Betapa lelahnya.. penatnya aku hari ini”.

Dan penyebab lelah dan penat itu? Untuk siapa dia berpenat lelah tak lain adalah KITA…..


Suami yang bekerja keras mencari nafkah, isteri yang bekerja keras mengurus dan mendidik anak, juga rumah. Kakak, adik, anak, dan sahabat yang telah menemani hari-hari suka dan duka bersama kita.

Resapilah kenangan-kenangan manis dan pahit yang pernah terjadi dengan menatap wajah-wajah mereka. Rasakanlah betapa kebahagiaan dan rasa terharu seketika menerpa jika mengingat itu semua.

Bayangkanlah apa yang akan terjadi jika esok mereka “orang-orang terkasih itu” tak lagi membuka matanya, untuk selamanya …Share/Bookmark

Do'a Untuk Putraku

Pada masa perang dunia kedua, tepatnya bulan Mei Tahun 1952, seorang jenderal kenamaan, Douglas Mac Arthur, menullis sebuah puisi untuk putra tercintanya yang saat itu baru berusia 14 tahun. Puisi tersebut mencerminkan harapan seorang ayah kepada anaknya. Ia memberi sang anak puisi indah yang berjudul "Doa untuk Putraku" Inilah isi puisi tersebut:


Doa untuk Putraku



Tuhanku...

Bentuklah puteraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya. Dan, berani menghadapi dirinya sendiri saat dalam ketakutan.

Manusia yang bangga dan tabah dalam kekalahan.

Tetap Jujur dan rendah hati dalam kemenangan.

Bentuklah puteraku menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita-citanya dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja.

Seorang Putera yang sadar bahwa mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan.



Tuhanku...

Aku mohon, janganlah pimpin puteraku di jalan yang mudah dan lunak. Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan.

Biarkan puteraku belajar untuk tetap berdiri di tengah badai dan senantiasa belajar
untuk mengasihi mereka yang tidak berdaya.

Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi, sanggup memimpin dirinya sendiri, sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain.



Berikanlah hamba seorang putra yang mengerti makna tawa ceria tanpa melupakan makna tangis duka.

Putera yang berhasrat untuk menggapai masa depan yang cerah

namun tak pernah melupakan masa lampau.

Dan, setelah semua menjadi miliknya...

Berikan dia cukup rasa humor sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh
namun tetap mampu menikmati hidupnya.



Tuhanku...

Berilah ia kerendahan hati...

Agar ia ingat akan kesederhanaan dan keagungan yang hakiki...

Pada sumber kearifan, kelemahlembutan, dan kekuatan yang sempurna...

Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud, hamba, ayahnya, dengan berani berkata "hidupku tidaklah sia-sia"



Pembaca yang saya banggakan,
Puisi yang ditulis oleh Jenderal Douglas MacArthur tersebut merupakan sebuah puisi yang luar biasa. Puisi itu adalah sebuah cermin seorang ayah yang mengharapkan anaknya kelak mampu menjadi manusia yang ber-Tuhan sekaligus mampu menjadi manusia yang tegar, tidak cengeng, tidak manja, dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.

Seperti contoh sepenggal puisi di atas yg berbunyi: "Janganlah pimpin puteraku di jalan yang mudah dan lunak, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan." Puisi ini menunjukkan bahwa sang jenderal sadar tidak ada jalan yang rata untuk kehidupan sukses yang berkualitas.

Seperti kata mutiara yang tidak bosan saya ucapkan: "Kalau Anda lunak pada diri sendiri, kehidupan akan keras terhadap Anda. Namun, kalau Anda keras pada diri sendiri, maka kehidupan akan lunak terhadap Anda."

Untuk itu, jangan kompromi atau lunak pada sikap kita yang destruktif, merusak, dan cenderung melemahkan. Maka, senantiasalah belajar bersikap tegas dan keras dalam membangun karakter yang konstruktif, membangun, demi menciptakan kehidupan sukses yang gemilang, hidup penuh kebahagiaan!!


Selamat berjuang!!!
Share/Bookmark

Waspada Jejaring Sosial Dunia Maya Bagi Anak

Berkembangnya situs jejaring sosial sebagai tren komunikasi masyarakat modern, perlu disikapi para orang tua dengan hati-hati. Pasalnya, anak-anak dikhawatirkan dapat terpengaruh negatif dengan arus informasi yang demikian bebas dalam situs jejaring sosial.

Riset di Inggris baru-baru ini mencatat, 3/4 anak-anak mengunjungi situs jejaring sosial tanpa sepengetahuan orang tua. Rata-rata dari mereka merupakan anak-anak yang pernah dihukum orang tuanya saat ketahuan mengunjungi situs pertemanan macam Facebook atau Bebo.

"Di Eropa, mayoritas remaja pengguna internet aktif mengakses situs jejaring sosial, dan di Inggris raya, sekitar 3/4 remaja pengguna internet mengakses situs yang sama," tukas peneliti, Profesor Tanya Brown seperti yang dilansir Telegraph, Senin (30/11).

"Bagaimana bisa 90% orang tua tidak membolehkan anaknya mengunjungi situs jejaring sosial?bahkan secara diam-diam, ini pertanda ada masalah dan mengkhawatirkan," tambahnya.

Dia berpendapat, pada dasarnya situs macam fFacebook atau Bobe memiliki batas umur yang berhak mengakses situs. Misalnya, Facebook yang membatasi usia yang berhak mengakses pada usia 13 tahun. Tapi Brown mengingatkan orang tua untuk bersikap hati-hati.

"Anak-anak mendapatkan manfaat dari situs jejaring sosial dimana dia memperluas jangkauan pergaulan dan mengahbiskan waktu dengan teman sepermainan," tukasnya.

"Tapi hal yang terjadi, anak-anak yang mengunjungi situs malahan saling menganggu satu sama lain, lantaran tidak ada satupun yang berbicara dengan mereka tantang komunikasi via dunia maya dan komunikasi sesungguhnya," tambahnya.

Brown menilai, sangat mudah untuk berkomunikasi lewat dunia maya. Cukup tekan tombol kirim maka komunikasi pun berlangsung. Namun dia mengingatkan, sudah seharusnya anak-anak mengetahui maksud dan esensi berkomunikasi lewat dunia maya.

Dari catatan penelitian sebelumnya, tercatat 62% anak-anak berbohong kepada orang tuanya tentang prilaku mereka yang berkaitan dengan dunia maya. Riset tersebut menjelaskan, rata-rata anak sebetulnya tidak memahami apa yang dia lakukan dan dampaknya terhadap mereka. Anak-anak dengan sukses mengelabui orang tua mereka dengan menyembunyikan apa yang sebenarnya dilakukan saat berada di dunia maya.
Share/Bookmark

Mengapa Harus Percaya Diri?


Percaya Diri....2 kata ini banyak sekali di kalangan pelajar, mahasiswa, karyawan, atau siapa saja pasti pernah merasakan tidak percaya diri... tapi pada kesempatan kali ini..kenapa kita harus percaya diri? apa sebenarnya manfaat percaya diri?

Langsung saja, ini manfaat yang akan Anda dapatkan
setelah Anda percaya diri:

- Hidup menjadi lebih "hidup"


- Membangun relasi yang harmonis dengan siapa pun.

- Meraih berbagai peluang yang selama ini Anda abaikan

- Hidup lebih damai

- Tidak mudah terganggu oleh kritikan orang lain

- Meraih tujuan Anda, karena Anda mencapainya dengan
percaya diri

- Mendapatkan pekerjaan idaman Anda (hal besar yang
saya dapatkan dari percaya diri)

- Menjadi pembicara di depan umum. Ini juga, padahal
saya asalnya mudah grogi dan sulit bicara.

- Hidup lebih termotivasi

- Mendapatkan bisnis yang selama ini Anda impikan

- Tenang menghadapi ujian sehingga mampu mengeluarkan
semua kemampuan Anda.

- Meningkatkan volume penjualan jika Anda seorang penjual

- Lebih diperhatikan dan diperhitungkan oleh rekan dan
atasan di tempat kerja.

- Mampu memberikan kontribusi yang besar kepada perusahaan.

- Hidup lebih ceria

- Menghilangkan kekhawatiran

- Memiliki kinerja yang tinggi

- Dan masih banyak lagi…

Bagaimana cara percaya diri? Dapatkan panduannya di:


http://www.percaya-diri.com/

Wassalam

MENCINTAI ORANG YANG SPESIAL

Sangatlah menyakitkan mencintai seseorang,

tetapi tidak dicintai olehnya.

Tetapi lebih menyakitkan untuk mencintai dan tidak pernah menemukan keberanian

untuk memberitahu mereka apa yang kamu rasakan.



Hanya perlu satu menit untuk menghancurkan seseorang,

satu jam untuk menyukai seseorang, satu hari untuk mencintai seseorang,

tetapi membutuhkan seumur hidup untuk melupakan, seseorang .



Mungkin Tuhan menginginkan kita untuk bertemu

dengan orang yang tidak tepat sebelum bertemu.

Jadi ketika kita akhirnya bertemu dengan orang yang tepat,

kita akan tahu betapa berharganya anugerah tersebut .



Cinta adalah ketika kamu membawa perasaan,

kesabaran dan romantis dalam suatu hubungan dan

menemukan bahwa kamu peduli dengan dia.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu

bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu.

Hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya menjadi

tidak berarti dan kamu harus membiarkannya pergi.



Ketika pintu kebahagiaan tertutup, yang lain terbuka.

Tetapi kadang-kadang kita menatap terlalu lama

pada pintu yang telah tertutup itu sehingga kita tidak

melihat pintu lain yang telah terbuka untuk kita.



Teman yang terbaik adalah teman dimana kamu dapat

duduk bersamanya dan merasa terbuai, dan tidak pernah

mengatakan apa-apa dan kemudian berjalan bersama.

Perasaan seperti itu adalah percakapan termanis yang pernah kamu rasakan.



Memberikan seseorang semua cintamu tidak pernah

menjamin bahwa mereka akan mencintai kamu juga !!!

Jangan mengharapkan cinta sebagai balasan,

tunggulah sampai itu tumbuh didalam hati mereka.

Tetapi jika tidak, pastikan dia tumbuh didalam hatimu.



Jangan pernah berkata selamat tinggal jika kamu masih ingin mencoba.

Jangan menyerah selama kamu merasa masih dapat maju.

Jangan pernah berkata kamu tidak mencintai orang itu lagi

bila kamu tidak bisa membiarkannya pergi.





Cinta datang
Kepada orang yang masih mempunyai harapan, walapun mereka telah dikecewakan.

Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati.

Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan

Kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangun kembali kepercayaan



Jangan melihat dari wajah, itu bisa menipu.

Jangan melihat kekayaan, itu bisa menghilang.



Datanglah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum

karena sebuah senyuman dapat membuat hari yang gelap menjadi cerah.

Berharaplah kamu dapat menemukan seseorang yang dapat membuatmu tersenyum.



Ada saat di dalam kehidupanmu dimana kamu sangat merindukan seseorang,

kamu ingin mengambil mereka dari mimpimu dan benar-benar memeluk dia.

pergilah kemana kamu ingin pergi, jadilah sesuai dengan keinginan kamu,

karena kamu hanya hidup sekali dan satu kesempatan

untuk melakukan apa yang kamu inginkan.



Semoga kamu mendapat cukup kebahagiaan untuk membuat kamu bahagia,

cukup cobaan untuk membuat kamu kuat, cukup penderitaan untuk membuat kamu menjadi manusia yang sesungguhnya, dan cukup harapan untuk membuat kamu bahagia.



Selalu letakkan dirimu pada posisi orang lain.

Jika kamu merasa bahwa itu menyakitkan kamu,

sebab mungkin itu menyakitkan orang itu juga.

Kata-kata yang ceroboh dapat mengakibatkan perselisihan,

Kata-kata yang kasar bisa membuat celaka,

Kata-kata yang tepat waktu dapat mengurangi ketegangan, dan

Kata-kata cinta dapat menyembuhkan.



Permulaan cinta adalah dengan membiarkan orang

yang kita cintai menjadi dirinya sendiri dan

tidak membentuk mereka menjadi sesuai keinginan kita.

Dengan kata lain kita mencintai bayangan kita yang ada pada diri mereka.



Orang yang bahagia tidak perlu memiliki yang terbaik dari segala hal.

Mereka hanya membuat segala hal yang datang dalam hidup mereka.

Kebahagiaan adalah bohong bagi mereka yang menangis,

mereka yang terluka, mereka yang mencari,mereka yang mencoba.

Mereka hanya bisa menghargai orang-orang yang penting

yang telah menyentuh hidup mereka.



Cinta mulai dengan senyuman, tumbuh dengan ciuman dan berakhir dengan air mata.

Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa lalu yang telah dilupakan.

Kamu tidak dapat melangkah dengan baik dalam kehidupan kamu

sampai kamu melupakan kegagalan kamu dan rasa sakit hati.







Ketika kamu lahir, kamu menangis dan semua orang di sekeliling kamu tersenyum.

Hiduplah dengan hidupmu, jadi ketika kamu meninggal,

kamu satu-satunya yang tersenyum dan semua orang di sekeliling kamu menangis.

karena kamu begitu berharga bagi orang disekeliling kamu,

tunjukkanlah cinta dari hatimu dan biar khan sekeliling kamu menyadari

bahwa mereka berarti buat dirimu dan kamu berarti buat diri mereka.



Aku kenal dan dekat dengan kamu bukan untuk membuat kamu sedih,

Bukan untuk membuat kamu menangis, bukan untuk membebani kamu.

Tapi jika aku hanya membuat kamu sedih, menangis dan terbebani

lebih baik aku pergi dari kehidupan kamu

Aku sebenarnya ingin memberimu perhatian yang lebih,

kasih sayang yang lebih, memanjakanmu, dan membuatmu merasa indah

Aku ingin memberimu harapan yang indah, janji yang indah

Tapi aku tidak kuasa dan tidak berdaya pada keadaan

Aku takut perhatian dan harapan itu hanya akan menyakiti kamu,

Aku takut jika itu hanya akan sia-sia, karena aku takut pada kata.

di Posting Berdasarkan pengalaman pribadi By Heroe Tjahyono terimakasih**

Hati Yang Terindah..


Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyatakan bahwa dialah pemilik hati yang terindah yang ada di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Tidak ada satu cacat atau goresan sedikitpun di hati pemuda itu. Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah.

Tiba-tiba, sebuah suara dari langit pun terbentang ” Mengapa hatimu masih belum seindah hati pak Tua itu ?”. Kerumunan orang-orang dan pemuda itu pun menjadi kaget dan lekas-lekas pergi melihat pak tua yang tidak jauh dari sana. Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, dimana ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan yang lain ditempatkan di situ; namun tidak benar-benar pas dan ada sisi-sisi potongan yang tidak rata. Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak ditutup kembali. Pemuda itu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin hati pak tua itu bisa lebih indah ?

Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa ” Anda pasti bercanda, pak
tua”, katanya, “bandingkan hatimu dengan hatiku, hatiku sangatlah sempurna sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan”. ” Ya”, kata pak tua itu, ” hatimu kelihatan sangat sempurna meski demikian aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini adalah tanda dari orang-orang yang kepadanya kuberikan kasihku, aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka, dan seringkali mereka juga memberikan sesobek hati mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan. Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian-bagian yang kasar, yang sangat aku hargai, karena itu mengingatkanku akan cinta kasih yang telah bersama-sama kami bagikan.

Adakalanya, aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. itulah yang meninggalkan lubang-lubang sobekan - - memberikan cinta kasih adalah suatu kesempatan. Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan, mereka tetap terbuka, hal itu mengingatkanku akan cinta kasihku pada orang-orang itu, aku berharap, suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu. Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya itu ?”

Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya. Dia berjalan ke arah pak tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, and merobeknya sepotong. Pemuda itu memberikan robekan hatinya kepada pak tua dengan tangan-tangan yang gemetar. Pak tua itu menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya dan kemudian mengambil sesobek dari hatinya yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian menempatkannya untuk menutup luka di hati pemuda itu. Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata. Pemuda itu melihat
ke dalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tetapi kini lebih indah dari sebelumnya, karena cinta kasih dari pak tua itu telah mengalir kedalamnya. Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.

The Power Of Listening - Berempati


“Semenjak belajar mendengarkan orang lain, saya jadi lebih mengerti permasalahan yang sebenarnya terjadi. Hal ini sangat membantu saya dalam menyelesaikan masalah, apalagi masalah yang berhubungan dengan anak buah,” ujar Dina (30), seorang Account Manager sebuah agensi periklanan.

setiap orang ingin didengarkan, tidak ada seorang manusiapun yang ingin diabaikan. Tapi permasalahannya kita sebagai manusia cenderung fokus terhadap diri sendiri dan cenderung tidak merasakan perasaan orang lain. Dan dari sanalah, permasalahan mulai muncul. sang Anak yang tidak cocok dengan orang tuanya. Karyawan dengan Pimpinan Perusahaan. Sampai dengan kita dengan kekasih / pasangan kita.

Tapi bagaimana jika kita bersedia mendengarkan perasaan orang lain, baik melalui ucapan2 nya maupun tingkah lakunya ? Kita dengan segera akan menyadari apa yang menjadi permasalahan sebenarnya dan lebih mengerti akar penyebab maupun solusi untuk hal2 tersebut.

Lalu bagaimana cara mendengarkan ini diasah ? pertama2 kita perlu belajar mendengarkan diri sendiri, perasaan kita sendiri dan kata hati kita sendiri. Believe it or not, kita begitu jarang mendengarkan perasaan dan kata hati kita sendiri. Hampir setiap orang mengabaikan perasaan terdalamnya dan suara anak kecil di hatinya. Dan dari sana muncullah konflik batin dan ketidak bahagiaan pada diri kita sendiri.

Karena sejak kecil kita cenderung dilatih menggunakan analisa dan logika, yang cenderung mengabaikan faktor perasaan dalam pengambilan sebuah keputusan. Habbit / Kebiasaan ini perlu dibreak agar menjadi balance. Sebagai contoh, demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, seorang pimpinan perusahaan berpikir keras dengan logikanya agar dengan menambah jam kerja karyawan dan menguras tenaga mereka sebanyak2nya, maka ia berpikir perusahaan akan lebih produktif. Walaupun sebenarnya dalam hati kecilnya menentang keputusannya itu, ia mengabaikan perasaannya tersebut. Suara hatinya menyadari bahwa hal tersebut tidak benar, juga tidak akan efektif pada akhirnya. Semakin lama dilakukan, maka konflik batin akan semakin menguat di bawah sadarnya. Dan suatu hari konflik tersebut muncul sebagai depresi dan penyakit.

Dengan berfokus kepada diri sendiri dan bersandar pada logika, kita cenderung mementingkan diri sendiri dan mengabaikan orang lain. Dengan menggunakan suara hati dan perasaan kita, kita cenderung melihat orang lain juga adalah diri kita. Kita merasakan apa yang mereka rasakan. Secara alamiah kita mendengarkan perasaan orang lain melalui ucapan dan tingkah lakunya. Kita akan lebih memahami mereka. Dan kita akan menyadari bahwa hubungan antar manusia sebenarnya adalah hubungan dari hati ke hati.

Life Is Beautiful

Sebuah Jendela Untuk Melihat Dunia**

Apakah hidup benar-benar indah seperti judul di atas??Di mata seorang wanita tua,yang terjadi justru yang sebaliknya:Hidup begitu menyedihkan! bahkan wanita ini menangis setiap hari. Bila hari hujan ia menangis,begitu pula bila hari panas. seseorang lelaki yang kebetulan lewat merasa iba dan bertanya kepadanya, "Mengapa ibu menangis?" sambil tersedu-sedu, wanita itu menjawab, "Aku punya dua orang putri, yang sulung menjual sepatu dan kain dan yang bungsu menjual payung. bila hujan turun, aku sedih memikirkan putri sulungku yang sepatu kainnya tak laku." Sebaliknya bila cuaca bagus, aku sedih memikirkan putri bungsu ku yang payungnya tak laku.

mendengar hal itu lelaki itu berkata, "Agar bisa bahagia, cobalah ibu pikirkan yang sebaliknya. Kalau hujan turun pikirkan putri bungsumu. pasti payungnya akan banyak terjual." Sebaliknya kalau cuaca bagus pikirkan putri sulungmu. Bukankah sepatu kainnya akan laku keras pada saat itu? Wanita itu mendengarkan nasehat itu dengan sungguh-sungguh dan sejak saat itu ia tak pernah menangis lagi. Bahkan, ia selalu bersyukur dan tertawa setiap saat.

Para pembaca yang budiman, mudah-mudahan cerita sederhana di atas dapat memberikan inspirasi bagi kita semua. Untuk bisa bahagia yang kita perlukan hanyalah merubah cara pandang kita. bayangkan, sebuah perubahan besar terjadi hanya karena perubahan dalam cara melihat. Padahal peristiwanya sendiri tetap sama dan tidak mengalami perubahan sedikitpun. Semua peristiwa yang terjadi dalam hidup kita sebenarnya tidaklah kita respon begitu saja. Ia selalu disaring terlebih dahulu oleh "jendela" yang kita miliki.

Untuk mempermudah, saya akan menggunakan gambar di bawah ini. Stimulus adalah apapun yang berada di luar anda. Ia bisa berupa kejadian, peristiwa atau pun hanya sebuah objek biasa. Yang pasti stimulus adalah segala sesuatu yang berada di luar anda. sementara Respon adalah tanggapan atau tindakan anda terhadap stimulus tersebut. Pertanyaannya, apakah stimulus itu langsung begitu saja menghasilkan respon seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini?

STIMULUS --------> RESPON

Ternyata tidak bukan? Stimulus yang sama ternyata bisa menghasilkan respon yang berbeda. ada banyak contoh yang bisa kita kemukakan di sini. Coba bayangkan kalau anda harus di rawat di rumah sakit pada hari raya. Apakah itu kabar baik bagi anda, atau kabar buruk? Nah, respon anda pada stimulus ini sangat tergantung pada cara anda melihat. Dengan kata lain, ini tergantung dari "Jendela" yang anda gunakan.

Umumnya orang merespon hal ini dengan kesedihan dan kekecewaan. Tapi seorang kawan menanggapinya dengan berbeda.kawan saya ini masuk rumah sakit tepat pada hari lebaran dan ia malah bersyukur. Kenapa? Ia saat ini sedang menjalani diet super ketat berkaitan dengan penyakit yang dideritanya. Sayangnya ia seringkali melanggar berbagai pantangan. Nah masuk rumah sakit pada hari lebaran adalah "kabar baik" karena kegiatan silaturahmi saat lebaran sering membuat ia melupakan dietnya. selain itu ia punya waktu untuk beristirahat sambil sekaligus tetap bisa berlebaran.Jadi, kalau bisanya ia repot-repot mengunjungi kawan-kawannya,kini kawan-kawannyalah yang datang bergantian mengunjunginya di rumah sakit.

Dalam bisnis hal yang sama juga sering terjadi. Sebuah situasi yang sulit ditanggapi oleh dua kawan saya dengan cara yang berbeda. Kawan pertama menanggapi lesunya penjualan dengan menata ulang strategi bisnisnya. Ia juga mengadakan kompetisi di antara karyawan dan memberikan hadiah pada mereka yang dapat menemukan terobosan dan ide-ide yang inovatif. tapi kawan kedua menanggapinya secara berbeda. Ia menganggap karyawannya kurang giat dalam bekerja, karena itu konsekuensinya gaji mereka tidak akan dinaikkan untuk tahun berikutnya.

Kenapa respon mereka berbeda? Sekali lagi ini adalah persoalan "jendela". Kawan pertama melihat bahwa rezeki itu datangnya dari Tuhan. Tugas kita hanyalah berusaha,tetapi hasilnya tetap berada di tangan Tuhan. Meminjam istilah Stephen Covey, usaha adalah cercle of influence (lingkaran pengaruh) kita. Ia menyadari bahwa persoalan rejeki sepenuhnya ada di tangan Tuhan. Persoalan kita sebagai manusia hanyalah berusaha dengan sekuat tenaga.

"Kalau anda merasa kurang bahagia, pasti ada yang salah dengan "Jendela" Anda. Solusinya sederhana saja, bersihkan jendela Anda dan rubahlah posisinya menjadi lebih baik. Anda akan langsung merasakan kehidupan yang indah, bahagia dan penuh dengan berbagai keajaiban" To Be Continue....

TAKUT


Adakah yang lebih menguasai hidup manusia daripada rasa takut? Barangkali takut itu adalah motif – motif yang paling berkuasa. Umurnya sama dengan umur hidup, yang selamanya dan dimana saja menjadi sebab – sebab pokok keaktifan manusia. Sedangkan pola dan corak keaktifan itu dikendalikan oleh satu sifat lagi yang bernama “ meniru ” (renungan tentang meniru telah dimuat pada terbitan yang lalu)

Itulah dua sifat fitrah manusia. Selain kedua sifat itu, masih ada sifat-sifat fitrah yang lain, seperti ; setiap orang butuh/ingin (ingat teori kebutuhan Maslow), setiap orang percaya, setiap orang berpikir, setiap orang punya kebiasaan, setiap orang bercita-cita, dll). Tetapi sepertinya kedua sifat itulah yang paling mendominasi hidup manusia.

Seperti meniru, sifat takut juga bermata dua; positif dan negatif. Kalau kita bisa mengendalikan kearah yang positif maka berbahagia dan selamatlah hidup kita. Tetapi kalau yang terjadi sebaliknya, kita terseret ke sisi negatifnya, maka sengsara dan celakalah kita.

Sifat takut bila dikendalikan secara benar akan membentuk situasi psikis yang positif seperti ; tawakal, hati-hati, teliti, hemat, siap siaga, optimis, giat belajar, aktif berupaya, proaktif, dsb. Sehingga menghasilkan aktifitas yang konstruktif, maju dan berkembang seperti ditemukannya obat (karena orang takut sakit), ditemukannya pupuk (karena orang takut produksi berkurang), ditemukannya komputer (karena orang takut kesulitan/repot menyimpan dan mencari dokumen), dst.

Sebaliknya, kalau kita tidak waspada, rasa takut bisa menyeret kita pada situasi psikis yang negatif seperti ; kikir, serakah, apatis, pesimis, rasa tak berdaya, risau, cemas, sesak dada, gundah gulana, agresif, marah, frustasi (rasa kecewa, gagal, kalah) dst. Sehingga terjadilah aktifitas yang destruktif, seperti membuat kerusuhan dan melakukan demonstrasi anarkis (karena kalah pilkada, misalnya), melakukan perusakan lingkungan, dsb. Semua ini tak lepas dari campur tangan setan, firman Allah SWT : Syaitan menjanjikan (Menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedangkan Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia dan Allah maha luas (karunia_Nya) lagi maha mengetahui (Qs 2:268)

Kalau dikelompokkan, takut itu ada dua bentuk, yaitu takut terhadap sesuatu yang akan terjadi (namannya’khawatir’) dan takut terhadap sesuatu yang telah terjadi (bersedih hati). Kalau direnungkan kedua bentuk ini bersumber dari satu substansi, yakni rasa kehilangan.

Jadi, agar rasa takut itu tidak menggerogoti psikis kita, obat penangkalnya adalah ; jangan merasa “punya”. Bahkan kalau bisa jangan pernah merasa “berhak”. Semua yang kita peroleh dan kita capai, pada hakekatnya adalah milik Allah dan sepenuhnya dalam genggaman kekuasaan Allah.

Bukankah kita dilahirkan dalam keadaan tidak punya apa-apa. Kalau kemudian kita memperoleh harta kekayaan, pangkat dan jabatan, dst, patutkah kita mengklaim bahwa itu semua adalah milik kita dan hak kita? Sehingga kalau semua itu lepas dari gengggaman kita, lalu kita merasa kehilangan?! Bukankah itu semua semata-mata karunia, titipan, dan amanah dari Allah?

Untuk kesadaran itulah kiranya kita diperintahkan mengucap do’a : “wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Ditangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS 3 : 26)

Kesadaran bahwa kita bukanlah ”pemilik” akan mengantarkan kita menjadi orang yang sabar, yang tahan terhadap cobaan dan segala sesuatunya dikembalikan kepada Allah dengan ungkapan kalimat ” Istirjaa ” (pernyataan kembali kepada Allah) sebagaimana firmannya : ” Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah – buahan. Dan berilah kabar gembira kepada orang – orang yang sabar. Yaitu orang –orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ” Innaalillahi wa innaa ilaihi raaji’uun ”, Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. (QS 2 : 155-156).

Kemampuan melepaskan diri dari rasa ’ke-aku-an’ atau rasa ’ke-pemilik-an’ inilah kiranya merupakan salah satu indikator keimanan yang benar sehingga segala aktifitas yang dilakukan lillahi ta’ala, semata-mata untuk mencari ridho-Nya tanpa pamrih apapun sehingga bernilai amal saleh.

Apabila hal itu mampu realisasikan dalam kehidupan sehari-hari, kita akan terbebas dari rasa takut. Firman Allah : ” Sesungguhnya orang –orang Mukmin, orang – orang Yahudi, orang – orang Nasrani, dan orang – orang Sabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Oleh : Djumadi Ramelan, SH.

MENGENAL TIPE KEPRIBADIAN

Apa yang membuat diri anda begitu istimewa ?



Setiap orang menginginkan kepribadian yang lebih baik. Kita semua dilahirkan dengan ciri khas watak kita sendiri. Setelah kita tahu siapa diri kita maka kita bisa mulai memahami jiwa kita, meningkatkan kepribadian kita dan belajar menyesuaikan diri dengan orang lain. Begitu anda memahami bagaimana cara mengeluarkan apa yang terbaik dari diri Anda maka Anda akan mendapatkan bahwa orang lain juga kelihatan lebih baik.



Untuk memahami sifat dasar kita, perlu diketahui pengelompokan kepribadian atau watak yang mula - mula ditetapkan oleh Hippocrates. Antara lain :



1. Tipe Kepribadian Sanguinis

Tipe ini paling baik dalam hal berurusan dengan orang lain secara antusias; menyatakan pemikiran dengan penuh gairah; memperlihatkan perhatian. Kelemahan tipe ini adalah berbicara terlalu banyak; mementingkan diri sendiri; sulit berkonsentrasi; kurang disiplin.



2. Tipe Kepribadian Melankolis

Tipe ini paling baik dalam hal mengurus perincian dan pemikiran secara mendalam, memelihara catatan, bagan dan grafik; menganalisis masyarakat yang terlalu sulit bagi orang lain. Kelemahan tipe ini adalah mudah tertekan; menunda - nunda suatu pekerjaan; mempunyai citra diri yang rendah; mengajukan tuntutan yang tidak realistis pada orang lain.



3. Tipe Kepribadian Koleris

Tipe ini paling baik dalam hal pekerjaan yang memerlukan keputusan cepat; persoalan yang memerlukan tindakan dan pencapaian seketika; bidang-bidang yang menuntut kontrol dan wewenang yang kuat. Kelemahan tipe ini adalah tidak tahu bagaimana cara menangani orang lain; sulit mengakui kesalahan; sulit bersikap sabar; terlalu pekerja keras.



4. Tipe Kepribadian Phlegmatis

Tipe ini paling baik dalam posisi penengahan dan persatuan; badai yang perlu diredakan; rutinitas yang terus membosankan bagi orang lain. Kelemahan tipe ini adalah kurang antusias; malas; tidak berpendirian; sering mengalami perasaan sangat khawatir, sedih dan gelisah.



Setelah kita mulai memahami perbedaan-perbedaan dalam watak dasar kita, hal itu menyingkirkan tekanan dari hubungan antar manusia. Kita bisa saling melihat kepada perbedaan lainnya dengan cara yang positif dan tidak berusaha membuat setiap orang jadi seperti kita.



Cara-cara untuk menyesuaikan diri dengan tipe :
1. Tipe Sanguinis
-Jangan mengharapkan mereka mengingat janji pertemuan/tepat pada waktunya.
-Sadarilah mereka bicara tanpa berpikir lebih dulu.
-Sadarilah bahwa mereka bermaksud baik.
-Terimalah kenyataan bahwa mereka mendapat kesenangan dari apa yang akan memalukan orang lain.

2.Tipe Melankolis
-Ketahuilah bahwa mereka sangat perasa dan mudah sakit hati.

-Sadarilah bahwa mereka diprogram dengan sikap pesimistis.

-Pujilah mereka dengan tulus dan penuh kasih sayang.
-Terimalah kenyataan bahwa kadang-kadang mereka menyukai kesunyian.

3.Tipe Koleris
-Akuilah bahwa mereka berbakat memimpin.
-Ketahuilah bahwa mereka tidak bermaksud menyakiti. Sadarilah bahwa mereka tidak penuh belas kasihan.
-Ketahuilah bahwa mereka selalu benar.

4.Tipe Plegmatis
-Sadarilah mereka memerlukan motivasi langsung.
-Bantulah mereka menetapkan tujuan.

-Jangan mengharapkan antusiasme.

-Doronglah mereka untuk menerimatanggungjawab.

Kita akan bersenang-senang dengan orang Sanguinis, yang mengeluarkan antusiasme. Kita akan semis dengan orang Melankolis, yang berusaha mengejar kesempurnaan dalam segala hal. Kita akan maju ke depan bersama orang Koleris, yang dilahirkan dengan bakat pemimpin. Kita akan rileks dengan orang Phlegmatis, yang dengan bahagia menerima kehidupan. Seseorang mungkin saja tidak mumi memiliki 1 tipe tertentu, tetapi gabungan antara beberapa tipe namun tetap memiliki sebagian besar/kecenderungan pada 1 tipe tertentu.



Ada 6 tipe kepribadian yang dikaitkan dengan pekerjaan, antara lain :

1. Tipe Realistik

Orang yang menyukai aktivitas di luar ruangan. Mereka sering menganggap tidak begitu penting bersosialisasi dan lebih suka bekerja sendiri. Jika harus bekerja dalam tim, ia lebih suka dengan orang yang setipe. Orang ini tidak suka bergosip dan hanya berkonsentrasi pada tugasnya. Tipe ini tidak pernah melimpahkan pekerjaannya pada orang lain.



2. Tipe Investigatif

Orang selalu tertarik pada gagasan dan ide-ide. la merasa membuang waktu dengan masalah yang melibatkan emosi. Tipe ini sering berkonflik dengan orang yang biasa bergosip.



3. Tipe Artistik

Orang yang senang dengan ide-ide dan materi untuk diekspresikan dengan cara yang unik. Tipe ini sangat menghargai kebebasan. Sayangnya, tipe ini rentan jadi santapan gosip karena caranya yang unik dan sering menimbulkan interpretasi yang biasa.



4. Tipe Sosial

Orang yang berorientasi untuk dan dengan orang lain. Tipe ini cenderung mempunyai orientasi untuk menolong, memelihara dan mengembangkan orang lain. Karena kepekaan dan kepeduliannya, orang ini seorang mengurus hal-hal yang terlalu pribadi. Bila tidak diimbangi dengan kematangan, ia mudah tergelincir untuk menjadi penggosip.



5. Tipe Wiraswasta

Orang yang lebih berorientasi pada ‘orang’ daripada gagasan. la mendominasi orang lain untuk mencapai tujuannya. la pintar mengatur kerja orang lain, mempersuasi orang dan bernegosiasi. Kemampuan bicaranya sangat diperlukan, biasanya ia menunjukkan sifat bossy dan pemarah di lingkungan kerjanya.



6. Tipe Konvensional

Orang ini biasanya berfungsi paling baik dalam lingkungan dan pekerjaan yang terstruktur dengan baik serta memerlukan keletihan. la biasanya tidak suka bekerja dengan ide-ide dan orang lain.



Setelah mengetahui tipe dan karakteristik kita dan teman sekerja, kita akan memiliki kiat dalam menghadapi teman kerja yang mempunyai sifat-sifat kurang menyenangkan, yaitu:



1. Menghadapi si penggosip, sebaiknya kita jangan terpancing dengan memberikan reaksi yang sama. Justru tonjolkan sifat tipe investigatif/realistik kita sehingga ia merasa sia-sia bergosip, karena kita lebih memfokuskan perhatian pada pekerja.



2. Menghadapi si pemalas, jika tidak termasuk pada tipe kepribadian sosial hubungan ini akan saling melengkapi. Namun, bila kita bukan tipe ini hendaknya ekspresikan secara terbuka. Usahakan lebih asertif mengenai keberatan kita terhadap sifatnya dengan cara yang tidak menyinggungnya.



3. Menghadapi si bossy, padahal ia bukan atasan kita. Ini mungkin paling menyebalkan. Orang dengan sifat ini biasanya kurang memiliki quality feeling. Kita sedapat mungkin menyentuh aspek afektuhya, Dekati secara individu dan nyatakan bahwa dia sebenarnya teman yang sangat menyenangkan bila diiringi perilaku saling membantu.



4. Menghadapi si pemarah. la sangat perfect, menuntut orang sesempuma mungkin saling mudah kecewa dan frustasi. Marah adalah salah, emosi jika sedang meluap. Percuma Anda mendebatnya, walaupun Anda dalam posisi benar. Tunggu hingga ia benar-benar dalam keadaan stabil, lalu nyatakan pendapat Anda. Bila memungkinkan, evaluasi kejadian tersebut sehingga timbul in sight. Bila perlu sarankan dia untuk mengikuti training manajemen stres yang sedang populer.



LK3 “Mitra Remaja” Bojonegoro memanfaatkan tipe-tipe kepribadian tersebut ke dalam suatu pelatihan kepemimpinan (outbond), yaitu suatu bentuk permainan (belajar sambil bermain) untuk melatih anak menjadi pemimpin. Yang mana fungsi kepemimpinan antara lain: sebagai pengambil keputusan, manager, penanggung jawab, dan lain-lain. Dalam outbond ditampilkan sifat asli diri sendiri dan kebersamaan serta memiliki kreativitas dan motivasi. Untuk itu dengan mempelajari dan memahami tipe-tipe kepribadian akan dapat menumbuhkan bakat kepemimpinan.



Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tipe-tipe kepribadian sangat penting manfaatnya dalam berbagai macam situasi. Diantaranya:



• Kita dapat lebih memahami orang lain dan mempelajari sejumlah alternatif dalam pola perilaku kita sendiri. Kita dapat mulai memandang kehidupan dari sudut pandang yang lebih luas.



• Sebagai sarana penting untuk mengembangkan hubungan dengan keluarga, teman dan mitra kerja.



Oleh karena itu, marilah kita mulai belajar untuk saling memahami kepribadian - kepribadian yang berbeda, sehingga kita akan senang bisa mengenali pola kepribadian seseorang dan dapat membantu kita dalam hubungan dengan orang lain serta dalam mengantisipasi reaksi orang lain, serta belajar bagaimana caranya menerima bahkan menikmati ciri khas yang membuat kita masing-masing begitu berbeda. Dengan demikian diri kita akan mudah untuk memaafkan dan menerima orang lain apa adanya.



” Tulisan ini dikutip dan diedit kembali oleh Mia & Nung, Team LK3 “Mitra Remaja” Bojonegoro dari buku Personality Plus (oleh Florence Littauer) dan Eneagram (oleh Renee Baron & Elizabeth Wagele)

May 6, 2008 · Kategori Renungan, Warta BKKKS

Pembelajaran Pendidikan Agama Yang Membentuk Kepribadian

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 dinyatakan bahwa “Negara berdasar pada Ketuhanan Yang maha Esa.” Pasal ini menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia didasarkan pada adanya konsep ketuhanan. Konsep yang menandaskan bahwa seluruh aktivitas Negara tidak akan keluar dari pemahaman terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam tataran yang lebih derivatif, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pasal 3 dinyatakan bahwa “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam pasal tersebut setidaknya jelas terungkap bahwa fungsi pendidikan nasional diadakan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Fungsi pencerdasan kehidupan bangsa dilaksanakan melalui pengembangan kemampuan peserta didik dan pembentukan watak. Bila dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, watak yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1.

Manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.

Manusia Indonesia yang berakhlak mulia
3.

Manusia Indonesia yang sehat
4.

Manusia Indonesia yang berilmu
5.

Manusia Indonesia yang cakap
6.

Manusia Indonesia yang kreatif
7.

Manusia Indonesia yang mandiri
8.

Manusia Indonesia yang demokratis, dan
9.

Manusia Indonesia yang bertanggung jawab

Pembentukan watak atau kepribadian untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dilaksanakan melalui apa yang dinamakan satuan pendidikan yang meliputi pendidikan formal, nonformal, dan informal. Seluruhnya diperlukan sinergis antara jenis pendidikan tersebut dengan berbagai elemen stakeholder pendidikan agar berhasil pendidikan nasional yang diharapkan. Misalnya, bagaimana keluarga dan lingkungan memainkan peran pokok dalam pendidikan watak putra-putrinya sehingga mampu tampil sebagai peserta didik yang berkembang potensinya secara positif. Pendidikan nonformal pada masyarakat juga demikian, bagaimana masyarakat menjadi laboratorium hidup bagi penerapan potensi peserta didik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Yang tak kalah strategis juga adalah bagaimana pendidikan formal yang terstruktur dan berjenjang mulai dari pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi memberikan kontribusi nyata dan prospek terhadap kemampuan peserta didiknya menjawab tantangan masa depan dengan basis watak diri yang positif menurut undang-undang di atas.

Peserta didik yang barhasil dalam menempuh jenjang pendidikannya bukan semata ditentukan dengan kepemilikan intelektualitas tertentu. Namun, yang jauh lebih penting adalah kepemilikan watak atau kepribadian yang kokoh. Bukankah pendidikan itu secara esensinya adalah membentuk manusia IndonesiaPandai adalah salah satu pilar dari karateristik tersebut yakni berilmu. Sementara 8 karakteristik lain memerlukan aspek-aspek penilaian pendidikan yang berintegrasi antara kognitif, afektif, dan psikomotor. seutuhnya ? Jadi bukan sekadar pandai namun berwatak sembilan karakteristik menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

Salah satu bentuk dari satuan pendidikan formal adalah sekolah. Sekolah merupakan institusi yang sangat penting dalam mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Bagaimana kesanggupan sekolah melaksanakan perannya ini sangat bergantung pada idealisme pendidikan para pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada di dalamnya. Kepala sekolah adalah sosok vital dalam memimpin sekolah menjadi skeolah yang efektik dan bermutu. Sejauh mana peran ini dilaksanakan. Para guru sebagai tenaga pendidik sejauhmana melaksanakan tugas-tugasnya dalam membekali peserta didik. Begitu juga dengan komponen lain seperti orang tua murid, komite sekolah, tenaga nonkependidikan, masyarakat sekitar, dan komponen siswa itu sendiri.

Tentu saja, untuk membahas peran stakholder pendidikan dalam membentuk watak atau kepribadian peserta didik amatlah luas. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibatasi penulisannya pada peran pembelajaran pendidikan Agama dalam membentuk watak peserta didik.

Kasus-kasus Penyimpangan Perilaku Peserta Didik

Ada begitu banyak penyimpangan perilaku yang dilakukan peserta didik dewasa ini. Penyimpangan perilaku ini sudah mengarah pada tindak kriminalitas jika tidak segera diantisipasi oleh semua pihak. Tindakan aborsi sebagai akibat pergaulan yang tanpa batas pada data Sabili, Maret 2000, data dari Perkumpulan Keluarga Besar Indonesia, dalam 2 tahun terakhir wanita aborsi 2 juta, di antaranya 750 ribu adalah remaja yang belum nikah. Terkait narkoba, 1-2 % orang Indonesia adalah pengguna narkoba (Republika, 25/10-99), tiap bulan sekitar 4.000 pasien baru masuk ke Rumah Sakit Ketergantungan Obat (Republika, 22-9-99). Bahkan terakhir pada Maret 2007 dalam salah satu berita di stasiun televisi nasional di sebuah SMA di Jakarta, Kepala Sekolah mengadakan razia. Diketahui bahwa ada 4 siswa yang tengah hamil. Na’udzubillah.

Pada sisi lain, tindakan-tindakan yang ringan yang juga bagian dari ketidakpatutan dilakukan oleh peserta didik seperti mencontek, membolos, tidak mengerjakan tugas atau latihan, tidak menghormati guru, atau tindakan lainnya. Tindakan-tindakan tersebut sebenarnya merupakan bagian yang harus diperbaiki mengingat watak terbentuk dari pemahaman dan penyikapan terhadap hal-hal yang baik atau yang buruk untuk persiapannya menjalani kehidupan pada masa mendatang.

Ancaman Budaya Pop Remaja

Pada masa kini ada begitu banyak ancaman yang menghantui para pelajar yang notabene adalah remaja. Sayangnya tidak sedikit remaja yang tidak menyadari dibalik keterlibatan mereka dalam budaya pop remaja. Ancaman budaya pop remaja itu seperti disebutkan O. Sholihin dalam Jangan Jadi Bebek Budaya Pop Remaja itu meliputi : 1) jangan tertipu gemerlap valentine day’s, 2) playstation-mania, 3) ketika musik gaya hidup, 4) remaja mengintip pornografi, 5) kekerasan ala smack down, 6) striptease gaya pall mall, 7) “Shincan” lucu atau porno. Bahkan beberapa perilaku yang sedang gandrung dilakukan di kalangan pelajar seperti : 1) menikmati narkoba, 2) “generasi” preman, 3) balada kembang jalanan yakni menjadi wanita pekerja seks, 4) aborsi : akibat bebas gaul yang telah menunjukkan angka yang sangat mengkhawatirkan, 5) AIDS dan kehidupan seks, remaja, 6) pacaran dengan bergandeng tangan anak-anak mahasiswa, siswa SMA, hingga SMP, dan 7) generasi remaja handphone yang makin memanjakan penggunanya.

Peran Guru dalam Pembelajaran Agama

Pembelajaran Agama adalah salah satu kelompok mata pelajaran yang wajib diberikan. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Dengan melihat tujuan pembelajaran agama tersebut, tampak jelaslah bagaimana seharusnya pembelajaran agama ini berperan. Memang tugas membentuk peserta didik tersebut bukan sekadar tanggung jawab guru agama di sekolah, melainkan seluruh guru memiliki peran yang sama pentingnya. Namun demikian, melalui pembelajaran agamalah yang lebih dekat dan mempunyai peran yang strategis.

Jika ditelusuri lebih dalam, setiap peserta didik sebenarnya telah memperoleh pembelajaran agama sejak duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan hingga Perguruan Tinggi ada mata kuliah dasar umum berupa pendidikan agama. Akan tetapi, dampak atau pengaruh dari pembelajaran agama ini belum mampu menumbuhkan imunitas para peserta didik menghadapi tantangan dan ancaman yang ada. Bagaimana agar melalui pembelajaran agama tumbuh watak peserta didik sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) sehingga mampu melahirkan peserta didik yang imun atau kebal terhadap berbagai kemungkinan melakukan tindakan destruktif?

Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning

Sering kali para guru agama mengeluhkan kurangnya jam agama dalam menyelesaikan materi kurikulum yang ditentukan. Yang terjadi kemudian adalah pembelajaran agama berusaha untuk menyuguhkan materi pembelajaran agar tuntas materinya sehingga tampak suguhan kognitif jauh lebih banyak mewarnai KBM agama. Mereka kemudian menginginkan penambahan jam pembelajaran agar lebih leluasa menyampaikan materi.

Sebenarnya seberapa banyak pun jam pembelajaran agama ditambah tidak akan menyelesaikan persoalan yang ada jika tidak dilakukan revitalisasi pembelajaran agama. Pembelajaran agama memerlukan suatu terobosan pendekatan pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang mempu menumbuhkan kebermaknaan dan menyenangkan. Bukan yang selama ini dilekatkan atribut pada pembelajaran agama : menjenuhkan dan tidak inovatif.

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa seorang pembelajara, peserta didik, akan mau dan mampu menyerap materi pelajaran jika mereka dapat menangkap makna dari pelajaran tersebut. Dalam buku Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna karya Elaine B. Jhonson yang diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan, disebutkan bahwa ” CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah suatu sistem pelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.” (2006: 58)

Para guru agama perlu memahami filosofi CTL ini dan menerapkannya dalam KBM di kelas agar agama tidak menjadi pelajaran ”menghafal” ”dogmatis” tanpa bersentuhan dengan konteks kehidupan siswa dan kebermaknaannya. Dalam pelajaran agama, anak memperoleh pengetahuan bahwa Allah SWT mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk menjadikan kehidupannya sebagai ibadah kepada Allah SWT. Inilah tujuan penciptaan kehadiran manusia di dunia. Apakah tujuan ini dimaknai secara benar oleh siswa? Atau sekadar menghafal ayat bahwa hal itu ditemui dalam Al Quran Surat Adzariyat : 56?.

Para guru agama –dalam penerapan CTL- diharuskan menghadirkan konteks pembelajaran, bukan sekadar isi pelajaran. Isi pelajaran merupakan sesuatu yang akan diperlajari berupa pengetahuan yang hampir tanpa batas dan semua guru agama mengetahui akan hal ini. Isi agar bermakna harus dipelajari dalam konteks. Adapun konteks dalam pemahaman CTL meliputi :

1. Lingkungan yaitu dunia luar yang dikomunikasikan melalui pancaindera

2. Kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi di suatu tempat dan waktu

3. Asumsi-asumsi bawah sadar yang diserap selama siswa tumbuh, dari keyakinan yang dipegang kuat siswa yang diperoleh melalui nilai-nilai yang diterimanya

Pembelajaran isi agama agar relevan hendaknya memperhatikan keselarasan konteksnya. Ketika guru menyampaikan materi tentang beriman kepada Allah SWT, guru hendaknya mengajak siswa pada peristiwa kehidupan yang dapat diungkap oleh siswa, kejadian-kejadian yang menimpa manusia yang tidak beriman, dan kesadaran terhadap firman Allah yang ditulis dalam kitab suci-Nya. Jadi, guru tidak secara dogmatis menyampaikan ayat-ayat yang memerintahkan untuk beriman kepada Allah SWT. Adanya kesadaran setiap siswa untuk selalu beriman kepada Allah SWT hendaknya muncul dari siswa melalui serangkaian pengalaman belajarnya di kelas atau di luar kelas. Dengan begitu Insya Allah akan muncul kesadaran bahwa Allah mengawasinya, Allah akan meminta pertanggungjawaban setiap perbuatannya, dan seterusnya.

Agar guru selalu memelihara KBM-nya dalam genggaman CTL, guru perlu memastikan 8 prinsip CTL hadir dalam setiap KBM-nya, sebagaimana diungkap Elaine (2006: 65-66):

1. membuat ketrkaitan-keterkaitan yang bermakna

2. melakukan pekerjaan yang berarti

3. melakukan pembelajaran yang diatur sendiri

4. bekerja sama

5. berpikir kritis dan kreatif

6. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang

7. mencapai standar yang tinggi

8. menggunakan penilaian yang autentik

Jika hal tersebut dilakukan, pembelajaran akan menjadi ”mengalir” dan bermakna. Nilai-nilai agama akan menjadi kebutuhan bukan kewajiban atau pemaksaan.

Dalam hal penyiasatan materi yang sedemikian banyak dengan jatah waktu yang 2 jam sepekan, guru dapat secara kreatif memanfaatkan sarana-sarana kegiatan sekolah termasuk kegiatan mata pelajaran lainnya sebagaimana terlihat dalam tabel 1. Dalam tabel 1 ditampilkan satu contoh kompetensi dasar mata ajar agama kelas X jenjang SMA sebagai berikut :

Tabel 1. Contoh Pengaitan Pelajaran Agama dengan Kegiatan Lain

Standar Kompetensi


Kompetensi Dasar


Pengaitan dengan Kegiatan lain


Instrumen Penilaian

Membiasakan perilaku terpuji


Menjelaskan pengertian adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu, dan atau menerima tamu


Kegiatan Siswa di rumah

Kegiatan siswa sebagai tamu

Kegiatan siswa dalam penerapan tata tertib sekolah

Kegiatan siswa saat perjalanan (mis. Karyawisata, berangkat ke sekolah, menuju temoat kursus dll)


Tugas individu

Tugas berkelompok

Dengan bentuk instrumen : uaraian bebas




Menampilkan contoh-contoh adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan atau menerima tamu


Tugas individu

Bentuk instrumen : lembar pengamatan antarsiswa dan lembar pengamatan guru

Salah satu hal penting pula yang dapat dimanfaatkan guru sebagai bentuk penerapan nilai-nilai pembelajaran agama yang dapat membentuk watak siswa adalah penggunaan wadah organisasi kerohanian yang ada di sekolah seperti rohani Islam. Penggunaan bukan sekadar konvensional yang selama ini berjalan yakni ada kegiatan keagamaan dalam bentuk syiar-syiar semata. Yang diperlukan adalah adanya pemikiran untuk selalu mengaktifkan kegiatan secara rutin pembinaan akhlak dan ibadah siswa baik atas nama kerohanian di sekolah maupun sekolah itu sendiri. Ini adalah penerapan CTL yakni siswa dilibatkan dalam agen perubah baik untuk dirinya maupun untuk kawan-kawannya.

Guru agama melakukan pengontrolan terhadap pencapaian aktivitas pembinaan secara rutin tersebut karena ”Allah SWT tidak akan mengubah suatu kaum, jika kaum tersebut tidak mau mengubahnya.” Pengontrolan untuk mengecek sejauhmana kompetensi dasar pendidikan agama tercapai dan sejauh mana watak peserta didik mengalami perbaikan atau kemajuan.

Ikhtiar

Sekali lagi, tanggung jawab pembentukan watak bukan semata urusan pembelajaran agama di sekolah. Ia merupakan tanggung jawab bersama. Guru agama dapat menjadi motor penggeraknya. Sekolah menjadi laboratorium persemaian tumbuhnya watak secara egaliter, dan siswa sebagai pelakunya. Semua digerakkan secara bermakna dan mengasyikkan. Semua aktivitas tersebut merupakan bentuk ikhtiar bersama. Semoga dengan begitu, pembelajaran agama tampil sebagai pembelajaran yang mampu berkontribusi kuat dalam melahirkan peserta didik yang berwatak sesuai dengan amanah UU SPN. (Suhartono, S.Pd. Kepala Sekretariat)

PENTINGNYA MOTIVASI DALAM BELAJAR

PENGERTIAN MOTIVASI
Menurut Walgito (2002) motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak atau tomove yang berarti kekuatan dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (driving force). Motif sebagai pendorong tidak berdiri sendiri tetapi saling terkait dengan faktor lain yang disebut dengan motivasi.Menurut Caplin (1993) motif adalah suatau keadaan ketegangan didalam individu yang membangkitkan, memelihara dan mengarahkan tingkah laku menuju pada tujuan atau sasaran. Motif juga dapat diartikan sebagai tujuan jiwa yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi disekitarnya (Woodworth dan Marques dalam Mustaqim, 1991).Sedangkan menurut Koontz dalam Moekjizat (1984) motif adalah suatu keadaan dari dalam yang memberi kekuatan, yang menggiatkan atau menggerakkan, dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku kearah tujuan-tujuan tertentu.

Menurut Gunarsa (2003) terdapat dua motif dasar yang menggerakkan perilaku seseorang, yaitu motif biologis yang berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan motif sosial yang berhubungan dengan kebutuhan sosial. Sementara Maslow A.H. menggolongkan tingkat motif menjadi enam, yaitu: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan seks, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (dalam Mahmud, 1990).

Terlepas dari beberapa definisi tentang motif diatas, tentu kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa motif adalah suatu dorongan dari dalam diri individu yang mengarahkan pada suatu aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu pula. Sementara itu motivasi didefinisikan oleh MC. DOnald (dalam Hamalik, 1992) sebagai suatu perubahan energi didalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurutnya terdapat tiga unsur yang berkaitan dengan motivasi yaitu:
1. Motif dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, misalnya adanya perubahan dalam sistem pencernaan akan menimbulkan motif lapar.
2. Motif ditandai dengan timbulnya perasaan (afectif arousal), misalnya karena amin tertarik dengan tema diskusi yang sedang diikuti, maka dia akan bertanya.
3. Motif ditandai oleh reaksi-rekasi untuk mencapai tujuan.
Menurut Terry (dalam Moekjizat, 1984) motivasi adalah keinginan didalam diri individu yang mendorong individu untuk bertindak.

PENGERTIAN BELAJAR
Menurut Skinner (dalam Syah, 2004) belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Sedangkan menurut Wittaker (dalam Djamarah, 2002) belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman. Sementara itu Chaplin, 1993 dalam Kamus Psikologi membatasi istilah belajar dalam dua rumusan: 1. belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman, 2. belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas, latihan atau kegiatan lainnya yang menimbulkan suatu perubahan secara kognitif, afektif dan psikomotorik pada individu yang bersangkutan.

PENGERTIAN MOTIVASI BELAJAR
Motivasi belajar adalah segala sesuatu yang dapat memotivasi siswa atau individu untuk belajar. Ada dua motivasi dalam belajar, yaitu motivasi Ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Menurut Santrock (2007) motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan) motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Sedangkan motivasi instrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri), misalnya murid mungkin belajar menghadapi ujian karena dia senang pada pelajaran yang diujikan. Dari pendapat Santrock tersebut kiranya sudah sangat jelas bahwa motivasi belajar itu ada yang bersifat instrinsik atau timbul dari dalam diri siswa sendiri ada juga yang bersifat ekstrinsik atau muncul karena adanya imbalan atau hadiah dari guru atau orang tua.

MOTIVASI DAN BELAJAR
Lalu apa pentingnya motivasi dalam belajar, tentu saja penting, diawal sudah dijelaskan bahwa motivasi adalah merupakan suatu energi dalam diri manusia yang dapat mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu, artinya tanpa motivasi seorang siswa tidak akan membaca, belajar dan sekolah dan akhirnya tentu saja tidak akan mencapai suatu keberhasilan dalam belajar. Menurut Syah (2004) dan DePorter (2003) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar, yaitu:
1. Faktor internal siswa: Aspek fisik (kelelahan, pendengaran, penginderaan, dll.), Aspek Psikologis (Inteligensi siswa, bakat, sikap, minat, dan motivasi).
2. Faktor eksternal: Lingkungan sosial (lingkungan rumah, lingkungan sekolah).
3. Faktor pendekatan belajar

Daftar Pustaka:
1. Walgito, Bimo.2002, Psikologi Umum (Yogyakarta:Andi)
2. Caplin, James P. 1993, Kamus Lengkap Psikologi Terjemahan oleh Kartini Kartono, (Jakarta:Grafindo Persada).
3. Mustaqim. 1991, Psikologi Pendidikan (Jakarta:Rineka Cipta)
4. Moekjizat. 1984, Dasar-dasar Motivasi (Bandung:Sumur)
5. Gunarsa, Singgih D. 2003, Psikologi Perawatan (Jakarta:BPK Gunung Mulia)
6. Mahmud, Dimyati. 1990, Psikologi Suatu Pengantar (Yogyakarta:BPFE)
7. Hamalik, Oemar. 1992, Psikologi Belajar Mengajar (Bandung:Sinar Baru)
8. Syah, Muhibbin. 2004, Psikologi Belajar (Jakarta:Raja Grafindo Persada)
9. Djamarah, Syaiful B. 2002, Psikologi Belajar (Jakarta:Rineka Cipta)
10. Santrock, J.W. 2007, Psikologi Pendidikan (Jakarta:Kencana Prenada).
11. DePorter Bobbi & Mike Hernacki. 2003, Quantum Learning (Bandung:Mizan)

PENTINGNYA MENGENAL KEPRIBADIAN SISWA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

KENAPA MENGETAHUI TIPE KEPRIBADIAN MENJADI PENTING?

Sebagian dari kita mungkin masih menyimpan tanda tanya Kenapa mengenal kepribadian siswa menjadi penting untuk meningkatkan prestasi?. Baik, saya akan mencoba menjelaskan sebisa saya. Diantara kita mungkin pernah mengalami hal-hal sebagai berikut:
1. Merasa kesal dengan siswa yang susah diatur.
2. Merasa kesal dengan siswa yang cerewet sedikit-sedikit bertanya, sedikit-sedikit bertanya.
3. Merasa kesal dengan siswa yang bersikap dingin pada kita.
4. Merasa kesal dengan siswa yang “bodoh” atau sulit sekali memahami pelajaran yang kita berikan.
5. Merasa kesal dengan siswa yang keras hati dan mudah emosi.
6. Merasa kesal dengan siswa yang bicaranya kasar.
7. Merasa kesal dengan siswa yang tidak bertanggung jawab.
8. Merasa kesal dengan siswa yang hanya diam saja dikelas, kalau tidak ditanya tidak bicara.
9. Merasa kesal dengan siswa yang mudah tersinggun.
10. Merasa kesal dengan siswa yang lamban dalam mengerjakan tugas.

Kekesalan-kekesalan kita pada dasarnya adalah disebabkan oleh ketidak tahuan kita terhadap tipe kepribadian masing-masing siswa, sehingga kita sering kesal dengan sikap-sikap siswa yang tidak sesuai dengan keinginan kita, kemudian memarahi, tanpa memahami, dan tanpa memberikan solusi yang sesuai dengan pribadi dan kebutuhan siswa. Inilah yang saya maksudkan dengan pentingnya mengenal tipe kepribadian siswa. Mungkin kita tidak sadar, bahwa sikap memarahi yang kita lakukan kepada siswa kita yang tidak pernah bertanya di kelas, bisa menyebabkan siswa malah menjadi minder, malas belajar dan semakin tidak memiliki keberanian di kelas, kenapa ini bisa terjadi?, karena pada dasarnya siswa yang bersangkutan diam bukan disebabkan karena dia tidak tertarik dengan pelajaran, tetapi lebih disebabkan oleh tipe kepribadian introvert yang ada pada dirinya sehingga dia cenderung pendiam. Kesalahan kita adalah, sebenarnya kita harus memotivasinya dan bukan sebaliknya memarahinya. Semoga contoh ini bisa memberi pengertian pada pembaca tentang pentingnya mengenal tipe kepribadian siswa.

APA ITU KEPRIBADIAN

Atkinson (1996) dalam bukunya Pengantar Psikologi Jilid-2 mendefinisikan kepribadian sebagai pola perilaku dan cara berfikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Istilah khas menyiratkan adanya konsistensi perilaku, bahwa orang cenderung untuk bertindak atau berfikir dengan cara tertentu dalam berbagai situasi. Sementara itu menurut Kelly (dalam Koeswara, 1991) kepribadian diartikan sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Menurut Wheeler (dalam Patty, 1982) kepribadian adalah pola khusus atau keseimbangan daripada reaksi-reaksi yang teratur yang menampakkan sifat khusus individu diantara individu-individu yang lain.Sedangkan menurut Sigmund Freud sang pendiri aliran Psikoanalisa (dalam Koeswara, 1991) memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id (dorongan, atau nafsu), Ego (diri) dan superego (nilai yang diintroyeksikan melalui pendidikan). Menurutnya tingkah laku, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut.

Menurut Hall (1998) kepribadian merupakan hakekat keadaan manusiawi, yaitu bahwa kepribadian merupakan bagian dari individu yang paling mencerminkan atau mewakili pribadi, bukan hanya dalam arti bahwa ia membedakan individu tersebut dari orang lain, tetapi yang lebih penting, bahwa itulah ia yang sebenarnya. Alport (1971) dalam Sarwono (2002) mendefinisikan kepribadian sebagai berikut: “Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system that determine his unique adjustments to his environment” berdasar pada definisi Alport tersebut kepribadian memiliki unsur-unsur sebagai beikut (Sarwono (2002):
1. Organisasi yang dinamis. Tidak statis, tetapi selalu berubah setiap waktu.
2. Organisasi itu terdapat dalam diri individu, dan tidak meliputi hal-hal diluar individu.
3. Organisasi itu terdiri atas sistem psikis, yaitu sifat, bakat, dan sebagainya, dan sistem fisik yaitu anggota dan organ-organ tubuh yang saling terkait.
4. Organisasi itu menentukan corak penyesuaian diri yang unik dari tiap individu terhadap lingkungannya.

TIPE KEPRIBADIAN

Menurut Mahmud (1990) kepribadian terbagi menjadi dua belas kepribadian, yang meliputi kepribadian sebagai berikut:
1. Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat VS dingin.
2. Bebas, cerdas, dapat dipercaya VS bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
3. Emosi stabil, realistis, gigih VS emosi mudah berubah, suka menghindar evasive, neurotik.
4. Dominat, menonjolkan diri VS suka mengalah, menyerah.
5. Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara VS mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
6. Sensitif, simpatik, lembut hati VS keras hati, kaku, tidak emosional.
7. Berbudaya, estetik VS kasar, tidak berbudaya.
8. Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab VS emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
9. Petualang, bebas, baik hati VS hati-hati, pendiam, menarik diri.
10. Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat VS pelamun, lamban, malas, mudah lelah.
11. tenang, toleran VS tidak tenang, mudah tersinggung.
12. Ramah, dapat dipercaya VS curiga, bermusuhan.

Menurut Eysenck (1964) tipe kepribadian dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kepribadian Ekstrovert :dicirikan dengan sifat sosiabilitas, bersahabat, menikmati kegembiraan, aktif bicara, impulsif, menyenangkan spontan, ramah, sering ambil bagian dalam aktivitas sosial.
2. Kepribadian Introvert :dicirikan dengan sifat pemalu, suka menyendiri, mempunyai kontrol diri yang baik.
3. Neurosis : dicirikan dengan pencemas, pemurung, tegang, bahkan kadang-kadang disertai dengan simptom fisik seperti keringat, pucat, dan gugup.

PEMBAHASAN

Diatas telah dibahas tentang pengertian kepribadian dan tipe-tipe kepribadian. Telah sangat jelas bahwa yang dimaksud dengan kepribadian adalah suatu cirikhas yang menetap pada diri seseorang dalam berbagai situasi dan dalam berbagai kondisi, yang mampu membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lain. Dan diatas juga telah dijelaskan mengenai tipe-tipe kepribadian, ada individu-individu yang bersahabat, menyenangkan, ramah, banyak bicara, impulsif dan sebagainya.

Lalu bagaimana kaitannya dengan peningkatan prestasi belajar?, tentu saja sangat berkaitan. Dalam dunia pendidikan, sebagai seorang pendidik atau dalam lingkup lebih kecil dalam rumah tangga sebagai orang tua kita pasti akan dihadapkan pada berbagai karakteristik kepribadian, ada siswa-siswa yang menyenangkan, periang, mau terbuka terhadap permasalahan yang sedang dihadapinya, aktif dalam berbagai organisasi yang ada di sekolah dan sebaliknya ada siswa-siswa yang terkesan membosankan, pendiam, tidak terbuka, tidak hangat dan lain sebagainya. Tentu saja sebagai seorang pendidik kita sangat dituntut untuk memahami karakteristik kepribadian setiap siswa, sehingga selaku pendidik kita dapat memberikan stimulasi atau perlakuan yang sesuai dengan tipe kepribadian siswa yang kita hadapi. Dengan begitu treatment-treatment yang kita berikan kepada siswa akan mengantarkan siswa kepada suatu kondisi optimal, baik dalam bidang prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Tetapi akan menjadi kebalikannya jika treatment-treatment yang kita berikan tanpa mempertimbangkan aspek kepribadian siswa, mungkin karena terguran kita yang terlalu kasar, karena cara kita menyampaikan kurang sesuai dengan pribadi anak, justeru akan mengantarkan peserta didik kedalam kondisi destruktif, delinkuen, tidak berprestasi.

Sebagai contoh Fulan adalah siswa yang peringan, banyak bertanya, tidak mudah puas dengan penjelasan guru di kelas sehingga tidak jarang dia membuat guru bingung dengan pertanyaan-pertanyaannya. Tetapi karena guru tidak memahami kepribadian Fulan yang memang seperti itu, guru sering menegurnya dan memberi peringatan dengan tuduhan terlalu berani dengan guru dan tidak sopan. Pada akhirnya, karena selalu mendapat teguran dari guru yang dianggapnya sebagai sesuatu yang menakutkan (karena disisi lain Fulan adalah pribadi yang cenderung menarik diri) Fulan menjadi siswa yang pendiam takut bertanya, dan malas belajar, dan pada akhirnya prestasinya jeblok. Ini hanya sebuah contoh realitas yang sering terjadi disekitar saya. Mungkin dan bisa jadi pasti, para pembaca juga mempunyai banyak cerita tentang kegagalan dalam memberikan respon, kegagalan dalam memberi perlakuan kepada orang lain, kegagalan dalam berkomunikasi, kegagalan dalam bersosialisasi, kegagalan dalam menjalin hubungan asmara, kegagalan dalam mendidik anak, kegagalan dalam mendidik murid, kegagalan dalam mendidik santri dan lain sebagainya yang disebabkan oleh ketidak fahaman pembaca terhadap karakteristik kepribadian orang yang sedang menjadi lawan bicara kita, patner kerja kita, dan …….

“Berbicara kehidupan manusia sebagai individu memang tidak akan pernah keluar dari kerangka mengenai kepribadian. Kepribadian merupakan konsep dasar psikologs yang berusaha menjelaskan keunikan manusia. Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka acuan dari pola pikir, perasaan, perilaku, serta bertindak sebagai aspek fundamental dari setiap individu”.

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, Rita L. 1996, Pengantar Psikologi Jilid-2, Terjemahan oleh Taufiq, (Jakarta:Erlangga).

Koeswara, E. 1991, Teori-teori kepribadian, (Bandung:Eresco).

Patty, F. dkk.1982, Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya:Usaha Nasional).

Hall, Calvin S.1998, Teori-teori Psikodinamik, (Yogyakarta:Kanisius).

Sarwono, Sarlito W. 2002, Psikologi Sosial, (Jakarta:Balai Pustaka).

Mahmud, DImyati. 1990, Psikologi Suatu Pengantar, (Yogyakarta:BPFE).

ARTIKEL INI JUGA DAPAT DILIHAT DI
SUHADIANTO.BLOGSPOT.COM.

UNTUK MELIHAT TULISAN-TULISAN SAYA DALAM BENTUK MS. WORD, MS. EXCEL, MS. POWER POINT , PDF DAPAT DILIHAT DI
IKAPSI.MULTIPLY.COM.

Pendidikan Agama Dasar Pembentukan Pribadi Anak

1. Prolog

Perkembangan selalu berarti defferensiasi. Artinya pada setiap tahap dari seluruh perkembangan anak, berarti mulai adanya defferensiasi baru pada anak itu, baik jasmaninya maupun rohaninya.hal ini nampak jelas bila kita memperhatikan gerakan anak. Mula-mula anak kecil, menerima sesuatu dengan mengunakan kedua tangannya, tetapi dalam perkembangannya, ia dapat menerima sesuatu itu dengan hanya satu tangan dan dalam perkembangan selanjutnya malah hanya dengan beberapa jarinya saja.

Demikian pula, anak yang sudah besar dapat mengatakan: ibu, saya ingin makan nasi dengan sayur asam kacang panjang dicampur dengan kacang tanah dan lembayung, dengan lauknya ikan asin dan daging. Pada waktu masih kecil, ia baru dapat menngatakan: Ibu mam!.

Hal yang kedua yang perlu kita camkan ialah bahwa setiap sesuatu fase yang dialami oleh anak, adalah merupakan masa peralihan atau masa persiapan bagi masa selanjutnya. Setiap fase antara anak yang satu dengan yang lain tidak sama lamanya. Inilah sebabnya mengapa sering dikatakan bahaw tipa anak mempunyai irama perkembangannya sendiri-sendiri.

Hal ketiga yang perlu kita ketahui ialah bahwa perkembangan yang dialami oleh anak adalah perkembangan jasmani dan rohani. Oleh karena itu di dalam usaha membantu perkembangan anak, orang tua dan guru diharapkan perkembangan ini selalu dalam keseimbangan agar tidak terjadi kelainan pada anak didik.

Hal yang keempat, yang perlu diketahui oleh para pendidik khuususnya orang tua ialah dalam keluarga lah anak itu berkembang. Oleh karena itu keluargaq menduduki tempat terpenting bagi terbentuknya pribadi anak secara keseluruhan yang akan dibawa (hasil pembentukannya itu) sepanjang hidupnya.

Dalam keluarga anak-anak itu mendapatkan kesempatan yang banyak untuk memperoleh pengaruh perkembangannya, yang diterimanya dengan jalan meniru, menurut, mengikuti dan mengindahkan apa yang dilakukan, dan apa yang dikatakan oleh seluruh keluarga. Kemudian makin lama anak makin tidak puas dengan apa yang dapat diberikan oleh keluarga, anak memerlukan yang lebih banyak dan luas, sehingga sering ia perlu pergi juah dari keluarganya.

Untuk mencapai tujuan itu, seharusnyalah orang tua dan para pendidik umunya membantu dengan jalan:

1. Memberikan kebebasan bergaul dengan siapapun saja dalam masyarakat, dengan mengingat norma-norma pergaulan keluarga dan sekolah.
2. Mendidik anak agar memiliki rasa harga diri yang sehat, misalnya dengan jalan membiarkan anak didik berfikir sendiri, berbuat sendiri dan berpendapat sendiri. Tumbuhnya harga diri yang sehat akan membantu anak untuk menjadi warga masyarakat bahkan warga Negara yang sehat.

Dalam pergaulan dengan masyarakat, berbagai macam pengalaman yang kita dapatkan. Dan persoalan yang timbul karenanya, tidaklah semua sama taraf tingkatnya. Penilain kita terhadap orang-orang itu berlain-lain sifatnya. Misalnya kita dapat mengemukakan penilaian sebagai berikut:

1. Dia kurus
2. Dia mudah merasa tertekan (depresif)
3. Dia gila hormat
4. Dia tajam otaknya

Dengan pernilaian tersebut kita mengemukakan beberapa sifat, yang tidak dapat dijajarkan demikian saja, karena masing-masing merupakan aspek orang itu yang saling berlawanansatu sama lainnya.

2. Pendidikan Agama Dasar Pembentukan Pribadi Anak

Dalam suatu pendidikan jangan hanya dituangkan pengetahuan semata-mata kepada anak didik, tetapi harus juga diperfiatikan pembinaan moral, sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus ada pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Dasar dan tujuan pendidikan moral biasanya ditentukan oleh pandangan hidup dari lembaga pendidikan itu sendiri, sertajuga harus sesuai dengan dasar dan tujuan negara. Kalau negara itu berdasarkan Demokrasi, maka pendidikan yang dilakukan terhadap anak-anakjuga bertujuan membinajiwa demokrasi. Begitu juga halnya kalau negara itu berdasarkan Otokratis, Ketuhanan.

Karena negara kita berdasarkan Pancasila, maka pendidikan harus bertujuan mempersiapkan anak didik untuk dapat menerima Pancasila dan menjadikan Pancasila sebagai dasar hidupnya. Untuk itu, pendidikan di sekolah harus ditujukan pada anak didik kesadaran-kesadaran sebagai berikut.

a. Kepercayaan dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. Sikap dan tindakan harus sopan-santun dan berkeprimanusiaan;

1. Rasa cinta terhadap bangsa dan Tanah Air;
2. Menumbuhkanjiwa Demokratis; dan
3. Rasa keadilan, kejujuran, kebenaran dan menolong orang lain. Arah dan tujuan pendidikan ini hanya dapat dicapai kalau pendidikan itu mencakup pendidikan agama.

3. Pentingnya Pendidikan Agama

Rumah-tangga atau keluarga adalah tempat yang pertama dan utama bagi anak untuk memperoleh pembinaan mental dan pembentukan kepribadian, yang kemudian ditambah dan disempurnakan oleh sekolah. Demikian pula halnya pendidikan agama, harus dilakukan oleh orang membiasakannya pada tingkah-laku dan akhlak yang diajarkan oleh agama. Ada masa ini anak belum mengerti tentang akhlak-akhlak yang baik, seperti kejujuran dan keadilan (terlalu abstrak), Untuk merealisasikannya, orang yang relevan dengan hal tersebut, agar anak dapat meniru dengan baik. Untuk itu, orangtua harus memberikan perlakuan yang adil serta dibiasakan pula untuk berbuat adil sehingga rasa keadilan dapat tertanam dalam jiwanya, juga dengan nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah egara lainnya yang menjadi dasar untuk pembinaan mental dan kepribadian anak itu sendiri.

Kalau pendidikan agama tidak diberikan kepada anak sejak kecil, maka akan berakibat hal-hal sebagai berikut.

a. Tidak terdapat egara agama dalam kepribadiannya sehingga sukar baginya untuk menerima ajaran itu kalau ia telah dewasa;

b. Mudah melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa memperhatikan egar-hukum atau norma-norma yang berlaku.

Sebaliknya kalau dalam kepribadian seseorang terdapat nilai-nilai dan egara-unsur agama, maka segala keinginan dan kebutuhan dapat dipenuhi dengan cara yang wajar dan tidak melanggar egar-hukum agama.

Sesuai dengan dasar egara kita Pancasila, dengan sila pertamanya ke-Tuhanan Yang Maha Esa, maka kepribadian warga egara berisi kepercayaan yang menjadi bagian dari kepribadian tidak hanya dapat diucapkan secara lisan saja, tetapi harus disertai dengan perbuatan. Hal ini hanya mungkin melalui pendidikan agama, karena kepercayaan bahwa Tuhan itu ada harus disertai dengan kepercayaan kepada ajaran, egar, dan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh Tuhan. Dengan demikian jelaslah bahwa semua itu menjadi dasar dalam pembinaan mental dan pembentukan kepribadian yang akan mengatur sikap, tingkahlaku dan cara menghadapi segala problem dalam hidup.

Mengingat pentingnya pendidikan agama bagi pembinaan mental dan akhlak anak-anak, egaraena banyak orangtua yang tidak mengerti agama, maka pendidikan agama harus dilanjutkan di sekolah.

4. Pendidikan Agama di Sekolah

Pendidikan agama di sekolah bertujuan untuk membina dan menyempumakan pertumbuhan dan kepribadian anak didik. Pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek penting:

v Aspek’ pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa). Tugas guru dalam hal ini adalah:

1) Menyadarkan anak didik tentang adanya Tuhan dan membiasakan anak didik untuk melakukan perintah-perintah Tuhan serta meninggalkan larangan-larangannya;

2) Melatih anak didik untuk melakukan ibadah dengan praktek-praktek agama, sehingga membawa dekatnya jiwa anak kepada Tuhan;

3) Membiasakan anak didik untuk mengatur sopan-santun dan tingkah-laku yang sesuai dengan ajaran akhlak. Sifat ini harus ditanamkan melalui praktek dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: kasih egara egara kawan, tabah, benar, adil, dan lain-lain.

v Pengajaran agama(ditujukan kepada pikiran). Isi dari ajaran agama harus diketahui betul-betui, agar kepercayaan kepada Tuhan menjadi sempurna. Maka tugas dari guru agama adalah menunjukkan apa yang disuruh, apa yang dilarang, apa yang boleh, apa yang dianjurkan melakukan, dan apa yang dianjurkan meninggalkan sesuai dengan ajaran agama.

Dengan melihat kedua aspek di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama tidak boleh lepas dari pengajaran agama, artinya, pengetahuan dan pemahaman egar-hukum, norma-norma, kewajiban-kewajiban, syarat-syarat harus dilakukan dan diindahkan. Pendidikan agama memberikan nilai-nilai yang dapat dimiliki dan diamalkan oleh anak didik, supaya semua perbuatan dalam hidupnya mempunyai nilai agama dan tidak keluar dari moral agama.

5. Metode Pendidikan Agama

Dalam memberikan pendidikan dan pengajaran agama harus disesuaikan dengan perkembangan psikologis anak didik. Seorang guru agama, selain mempunyai pengetahuan agama, dituntut pula dapat menguasai masalah didaktis metodis dan psikologis, sertajiwanya benar-benarjiwa agama. Oleh karena itu, seorang guru agama harus diberi dasar-dasar pengetahuan yang kuat sehingga dapat membedakan tingkat-tingkat perkembangan anak didik. Hal ini sangat penting, karena dengan mengetahui tingkat-tingkat perkembangan anak didik, seorang guru agama dengan mudah menentukan/memilih cara memberikan pengajaran agama yang baik dengan tingkatan-tingkatan sekolah.

Dengan memperhatikan tingkat-tingkat perkembangan dan tingkat-tingkat sekolah, maka pengajaranagama dapat diberikan dengan cara sebagai berikut. Taman Kanak-Kanak Anak-anak seusia Taman Kanak-kanak mempunyai egar-ciri Perkembangan pikiran sangat terbatas; Perbendaharaan kata sangat kurang; Hubungan sosialnya hanya dalam lingkungan keluarga; dan peka terhadap tindakan-tindakan orang di sekelilingnya. Dengan melihat egar- egar tersebut, pendidikan agama diberikan dengan cara menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan yang sederhana, misalnya: membaca doa (Bismillah), tanda salib, atau dengan cara agama masing-masing, sewaktu memnlai sesuatu pekerjaan, seperti makan, minum, dan lain-lain.

Sekolah Dasar. Ciri-ciri pada anak-anak usia Sekolah Dasar (SD): Suka berkhayal; senang mendengar cerita-cerita; dan perbendaharaan kata-katanya cukup banyak. Pendidikan agama, di samping menanamkan kebiasaan yang baik, dapat pula dilaksanakan dengan cara: Memberikan cerita-cerita yang baik dan berhubungan dengan agama; Dididik dan diajarkan untuk melakukan ibadah yang ringan misalnya; sembahyang dan berdoa; dan dapat memberikan pengetahuan agama secara sederhana. Sekolah Menengah. Anak-anak usia sekolah menengah memiliki egar-ciri: Pertumbuhan fisik yang cepat, menyusul pertumbuhan pikiran, perasaan dan egara; Mengalami perasaan-perasaan sesuai dengan pertumbuhan biologis dalam masa puber yang dapat mempengaruhi jiwanya; dan Matangnya kecerdasan dan berkembangnya kecenderungan ilmiah. Untuk itu, pendidikan agama yang diberikan harus menyinggung hal-hal tersebut dan menerangkan egar-hukum, serta batas-batas yang diberikan oleh agama. Di samping itu, pengajaran agama dapat membukakan pikiran dan mempelajari egar-hukum agama.

Universitas. Sifat-sifat pengajaran agama yang diberikan di universitas/perguruan tinggi; adalah Lebih bersifat ilmiah; Mencari kebenaran akan adanya Tuhan, dan membuktikannya dengan pendekatan ilmiah; dan Membahas egar-hukum, peraturan-peraturan, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan agama.

Dengan melihat ketiga akibat di atas, maka pendidikan agama di perguruan tinggi harus disesuaikan dengan Fakultas, Jurusan, dan bidang-bidang pengetahuan yang dialami oleh mahasiswa dan memenuhi kebutuhan mahasiswa akan mengolah ajaran-ajaran agama secara logis dan filisofis

6. Kesimpulan

Perkembangan selalu berarti defferensiasi. Artinya pada setiap tahap dari seluruh perkembangan anak, berarti mulai adanya defferensiasi baru pada anak itu, baik jasmaninya maupun rohaninya.hal ini nampak jelas bila kita memperhatikan gerakan anak. Hal yang kedua yang perlu kita camkan ialah bahwa setiap sesuatu fase yang dialami oleh anak, adalah merupakan masa peralihan atau masa persiapan bagi masa selanjutnya. Hal ketiga yang perlu kita ketahui ialah bahwa perkembangan yang dialami oleh anak adalah perkembangan jasmani dan rohani. Hal yang keempat, yang perlu diketahui oleh para pendidik khuususnya orang tua ialah dalam keluarga lah anak itu berkembang. Oleh karena itu keluargaq menduduki tempat terpenting bagi terbentuknya pribadi anak secara keseluruhan yang akan dibawa (hasil pembentukannya itu) sepanjang hidupnya.

Dalam suatu pendidikan jangan hanya dituangkan pengetahuan semata-mata kepada anak didik, tetapi harus juga diperfiatikan pembinaan moral, sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus ada pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Dasar dan tujuan pendidikan moral biasanya ditentukan oleh pandangan hidup dari lembaga pendidikan itu sendiri, sertajuga harus sesuai dengan dasar dan tujuan egara. Kalau egara itu berdasarkan Demokrasi, maka pendidikan yang dilakukan terhadap anak-anakjuga bertujuan membinajiwa demokrasi. Begitu juga halnya kalau egara itu berdasarkan Otokratis, Ketuhanan.

DAFTAR PUSTAKA

v Walgito, Bimo, Psikologi Umum, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi 1985. Cet I

v Sardjonoprijo, Petrus, Psikologi Kepribadian, Jakarta: CV. Gramada 1982

v Sujanto, Agus, Psikologi Perkembangan, Jakarta: PT. Angkasa Baru 1986

v Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Rajawali 1990

v Fauzi, ahmad, Psikologi Umum, Bandung: CV. Pustaka Setia 1999

v Suryabrata, Sumadi, Psikologi Kepribadian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2000

Teori Tentang Belajar

A. Prolog

Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang lainnya. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antarmanusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak disengaja.

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.

Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk belajar antara lain sebagai berikut:

1. adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
2. adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3. adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;
4. adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi;
5. adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;
6. adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar. (Frandsen, 1961, p. 216).

B. Makna dan Tujuan Belajar

Kita semua dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tidak pernah terpuaskan, dan kita semua mempunyai alat-alat yang kita perlukan untuk memuaskannya. –salah satunya dengan belajar. Bertolak dari perubahan yang ditimbulkan oleh perbuatan belajar, kemudian para ahli ilmu jiwa belajar berusaha merumuskan apakah belajar itu. Maka dibawah ini sengaja dikutipkan tentang makna-makna belajar oleh para ahli yang antara lain;

1. menurut Cronbach, dalam bukunya Aducational Psychology, 1945, hlm. 47 (Sumadi Suryabrata, 1984, hlm. 215), mengatakan:

”Learning is shown by a change in behavior as a result of experience”.

Jadi, menurut Cronbach, belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dengan mengalami itu si pelajar menggunakan panca indera.

1. menurut Berelson dan Steiner, dalam bukunya Human Behavior, 1964, hlm. 135, mengemukakan:

“Learning; change in behavior result from previous behavior in similar situations”

Dengan demikian, menurut batasan di atas, yang tidak begitu jauh dengan batasan Cronbach, belajar dalam pengertian yang lebih luas mengacu kepada akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pengalaman, baik secara langsung maupun secara simbolik, terhadap tingkah-laku berikutnya.

1. menurut Robert M. Gagne, dalam bukunya The Ccnditions of learning, 1977, hlm. 3 mengemukakan:

“Learning is a change in human disposition of capacity, which persists over a period of time, and which is not simply ascribable to processes of growth”.

Tegasnya, menurut Gagne, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah-laku, yang keadaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa, dalam artian perubahannya menuju pada kesempurnaan.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Bahwa belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioral changes, aktual maupun potensial)

b) Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru

c) Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan perbuatan sengaja)

Mengenai tujuan-tujuan belajar itu sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan-tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan dengan instructional effects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan tujuan-tujuan yang lebih merupakan hasil sampingan yaitu: tercapai karena siswa “menghidupi (to live in) suatu lingkungan belajar tertentu seperti contohnya: kemampuan berfikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, dan menerima pendapat orang lain.

Dari uraian di atas, kalau dirangkum dan ditinjau secara umum, maka tujuan belajar itu ada tiga jenis:

1. Untuk mendapatkan pengetahuan

Hal ini di tandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berfikir sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.

2. Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Keterampilan itu memang dapat dididik, yaitu dengan banyak melatih kemampuan.

3. Pembentukan sikap

Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi, semua itu lebih cenderung pada faktor lingkungan dan keluarga (dalam arti tergantung pada keadaan).

C. Beberapa Toeri Tentang Belajar

Dalam hal ini secara global ada tiga teori yakni:

1) Teori ilmu jiwa daya (faculty psychology). Menurut teori ini, jiwa manusia terdiri dari bermacam daya. Masing-masing daya, agar memenuhi fungsi dengan tepat, dapat dilatih dengan berbagai latihan. Dengan demikian, tugas pendidikan ialah menimbulkannya dengan latihan guna memperoleh pengetahuan.

2) Teori koneksionisme (connectionism). Teori ini dikemukakan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949). Menurut pendapatnya, belajar adalah pembentukan atau penguatan hubungan antara stimulus, respon dan sambutan.

3) Teori conditioning. Tokohnya ialah Ivan petrovitch pavlov (1848-1936), dengan “classical conditioning (persyaratan klasik)”-nya adalah refleks tak bersyarat yaitu suatu respon bawaan terhadap perangsang-perangsang, dalam arti bahwa ia memang tidak dipelajari (Cecco, 1968, hlm. 265). Baik dalam kehidupan hewan maupun manusia misalnya, keluarnya air liur anjing pada saat melihat makanan dan kedipan mata untuk merespon tiupan udara.

4) Teori Gestalt (Insight in learning). Menurut teori Gestalt, belajar adalah berkenaan dengan keseluruhan individu dan timbul dari interaksinya yang matang dengan lingkungannya. Melalui interaksi ini, kemudian tersusunlah bentuk-bentuk persepsi, imajinasi dan pandangan baru yang kesemuaannya membentuk pemahaman atau wawasan (insight), yang bekerja selama individu melakukan pemecahan masalah.

D. Fakto-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu banyak sekali, antara lain:

1. faktor-faktor yang berasal dari luar diri si pelajar, dan ini digolongkan jadi dua golongan, yaitu

a) faktor non-sosial dalam belajar

kelompok faktor ini boleh dikatakan tak terbilang jumlahnya, seperti misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang dan malam), tempat (letaknya, pergedungan).

b) Faktor-faktor sosial dalam belajar

Yang dimaksud dengan faktor sosial disini adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (misalnya hadir dalam kelas) maupun kehadiarannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir (misalnya keterlambatan si pelajar mengikuti pelajaran).

1. faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:

a) faktor-faktor fisiologis dalam belajar

faktor ini dapat dibedakan menjadi dua bagian:

º keadaan tonus jasmani pada umumnya

keadaan tonus jasmani pada umumnya ini dapat melatar belakangi aktivitas belajar; keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar (sakit).

º Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi-fungsi panca indera.

Orang mengenal dunia sekitarnya dan belajar dengan mempergunakan panca indera. Baiknya fungsi panca indera merupakan syarat dapat belajar dengan baik.

b) Faktor-faktor psikologi dalam belajar yang meliputi antara lain: perhatian, pengamatan, tanggapan dan variasinya, fantasi, ingatan, berfikir, perasaan dan motif-motif.

E. Kesimpulan

Kita semua dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tidak pernah terpuaskan, dan kita semua mempunyai alat-alat yang kita perlukan untuk memuaskannya. –salah satunya dengan belajar. Bertolak dari perubahan yang ditimbulkan oleh perbuatan belajar, kemudian para ahli ilmu jiwa belajar berusaha merumuskan apakah belajar itu. menurut Cronbach, dalam bukunya Aducational Psychology, 1945, hlm. 47 (Sumadi Suryabrata, 1984, hlm. 215), mengatakan: ”Learning is shown by a change in behavior as a result of experience”. Jadi, menurut Cronbach, belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dengan mengalami itu si pelajar menggunakan panca indera. Mengenai tujuan-tujuan belajar itu sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Antara lain; Untuk mendapatkan pengetahuan, Penanaman konsep dan keterampilan, Pembentukan sikap.

DAFTAR PUSTAKA

* Abror, Abd. Rachman, 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

* DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki; penerjemah, Alwiyah Abdurrahman; penyunting, Sari Meutia, 2002. QUANTUM LEARNING: Membiasakan Belajar Nyaman Dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

* Mustaqim dan Abdul Wahib, . Psikologi Pendidikan. :Rineka Cipta.

* Sardiman, A.M, 1994. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

* Suryabrata, Sumadi, 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

* Walgito, Bimo. 1985. Psikologi Umum. Yogyakarta; Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.