"Hidup manusia itu seperti sebuah buku tulis yang putih bersih..
Sampul depannya adalah tanggal lahir, sampul belakang adalah tanggal wafat..
Tiap lembarannya adalah hari-hari dalam hidup kita..
Ada buku yang tebal ada pula yang tipis..
Hebatnya, seburuk apapun halaman sebelumnya, selalu tersedia halaman selanjutnya yang bersih, baru dan tiada cacat..
Sama halnya dengan hidup kita, seburuk apapun hari kemarin, tapi Allah selalu menyediakan hari yang baru untuk kita..
Kesempatan yang baru untuk kita bisa melakukan sesuatu yang benar di
setiap harinya, memperbaiki kesalahan, melanjutkan alur cerita yang
sudah ditetapkan-Nya..."
(Copas dari status seorang teman di Facebook)
Tampilkan postingan dengan label Motivasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Motivasi. Tampilkan semua postingan
Senin, 15 April 2013
Senin, 22 Oktober 2012
Buku Apa Yang Ada Di Atas Tempat Tidurmu ?
Copas -dengan sedikit pengeditan- dari tulisan Ust. Nidlol (Al-Azhar, Mesir) :
“Di atas tempat tidurnya, Dr. Husein Al-Hakami menaruh buku Siyar A'lam Nubala'. Buku itu adalah buku paling populer karya Imam Adz-Dzahabi yang berisi biografi para tokoh-tokoh besar sepanjang sejarah. Ditulis dengan nafas yang lembut dan mendalam, kata para ulama, "Adz-Dzahabiy dzahabiyyul kalaam" (ucapan Imam Dzahaby itu bagai dzahab/emas). Cetakan populernya sekitar 35 jilid. Dicetak juga dalam 18 jilid.
Dr. Husein membaca buku tersebut beberapa menit setiap hari menjelang istirahat malam. Hasilnya? Beliau -bihamdillah- berhasil mengkhatamkan buku ini dalam setahun. Dimulai dari bulan Ramadhan, dan habis tuntas pada bulan Ramadhan tahun berikutnya. Subhanallah!
Pertanyaannya sekarang... BUKU APA YANG ADA DI ATAS TEMPAT TIDURMU...?”
“Di atas tempat tidurnya, Dr. Husein Al-Hakami menaruh buku Siyar A'lam Nubala'. Buku itu adalah buku paling populer karya Imam Adz-Dzahabi yang berisi biografi para tokoh-tokoh besar sepanjang sejarah. Ditulis dengan nafas yang lembut dan mendalam, kata para ulama, "Adz-Dzahabiy dzahabiyyul kalaam" (ucapan Imam Dzahaby itu bagai dzahab/emas). Cetakan populernya sekitar 35 jilid. Dicetak juga dalam 18 jilid.
Dr. Husein membaca buku tersebut beberapa menit setiap hari menjelang istirahat malam. Hasilnya? Beliau -bihamdillah- berhasil mengkhatamkan buku ini dalam setahun. Dimulai dari bulan Ramadhan, dan habis tuntas pada bulan Ramadhan tahun berikutnya. Subhanallah!
Pertanyaannya sekarang... BUKU APA YANG ADA DI ATAS TEMPAT TIDURMU...?”
Selasa, 14 Februari 2012
Ilmu Tidak Didapatkan Secara Warisan
Dulu ana pernah melihat film dokumenter mengenai seorang ulama besar di zaman ini. Ada satu bagian menarik dari film dokumenter tersebut yakni ketika diceritakan bahwa ulama tersebut memiliki seorang putra, dan sebagaimana kebiasaan orang shalih umumnya beliau mengharap putranya kelak dapat menjadi ulama sepertinya. Maka anak ulama tersebut sejak kecil ditanamkan nilai-nilai agama. Ia beribadah di waktu siang dan malam. Manusia mencintainya dan ia mencintai manusia. Namun ketika ia beranjak dewasa, ia tampaknya kurang meminati ilmu agama.
Ana lalu teringat perkataan Imam Ahmad yang pernah berkata : “Sesungguhnya ilmu adalah karunia yang diberikan Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Ia tidak didapatkan lewat keturunan. Seandainya ilmu bisa didapatkan lewat keturunan, tentulah ahli bait Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang lebih berhak untuk mendapatkannya.” Imam Malik pernah melihat anaknya yang bernama Yahya lebih senang bermain-main ketimbang menuntut ilmu, maka Imam Malik berkata : “Alhamdulillah, Allah tidak menjadikan ilmu ini seperti harta warisan.” (Lihat Ma’alim fi Thariq Thalab Al-Ilmi, hal. 56, Syaikh Muhammad As-Sadhan).
Faedah dari pembahasan ini adalah : Anak seorang ulama belum tentu nantinya menjadi ulama, dan anak dari yang bukan ulama bisa jadi nantinya menjadi seorang ulama. Allah memberi karunia kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan bagi yang mendapatkannya ia mempunyai keberuntungan yang tidak terhingga.
Ana lalu teringat perkataan Imam Ahmad yang pernah berkata : “Sesungguhnya ilmu adalah karunia yang diberikan Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Ia tidak didapatkan lewat keturunan. Seandainya ilmu bisa didapatkan lewat keturunan, tentulah ahli bait Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang lebih berhak untuk mendapatkannya.” Imam Malik pernah melihat anaknya yang bernama Yahya lebih senang bermain-main ketimbang menuntut ilmu, maka Imam Malik berkata : “Alhamdulillah, Allah tidak menjadikan ilmu ini seperti harta warisan.” (Lihat Ma’alim fi Thariq Thalab Al-Ilmi, hal. 56, Syaikh Muhammad As-Sadhan).
Faedah dari pembahasan ini adalah : Anak seorang ulama belum tentu nantinya menjadi ulama, dan anak dari yang bukan ulama bisa jadi nantinya menjadi seorang ulama. Allah memberi karunia kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan bagi yang mendapatkannya ia mempunyai keberuntungan yang tidak terhingga.
Senin, 17 Oktober 2011
Setelah Kesulitan Pasti Ada Kemudahan
Pernah seorang teman menceritakan kesusahan hidupnya. Dia merasa dunia sangat sempit baginya, dan ia hampir putus asa untuk mencari solusinya. Selang beberapa lama ana bertemu dengannya, wajahnya telah kembali ceria menandakan kesusahan hidupnya telah sirna. Alhamdulillah.
Begitulah sunnatullah di dunia ini. Tidak ada kesusahan yang terus menerus. Sebagaimana tidak ada kesenangan yang abadi. Semua akan datang silih berganti. Maka tidak semestinya seorang mukmin merasa putus asa ketika kesulitan menerpa, karena setelah itu kemudahan pasti akan menggantikannya. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman :
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah : 5-6).
Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di mengenai ayat tersebut : “Ayat ini memberi kabar gembira tatkala orang menjumpai kesulitan dan kesukaran, maka kemudahan pasti menemaninya. Seandainya kesulitan sesulit lubang biawak, maka kemudahan pun akan memasuki lalu melepas kesulitan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (dalam ayat yang lain) :
”Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” [QS. Ath-Thalaq : 7]. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman : 1/929).
Imam Al-Khaththabi berkata : “Jika kita lihat teks ayat (QS. Alam Nasyrah : 5-6) diatas, disebutkan ada dua kesulitan dan ada dua kemudahan. Akan tetapi, kesulitan itu hanya (dihitung) sekali karena datang dengan isim ma’rifat (tertentu), sedangkan kemudahan menunjukkan nakiroh (umum, jumlahnya banyak) menunjukkan bahwa yang pertama berlainan dengan yang kedua. Maksudnya kesulitan itu berada di antara dua kemudahan, yaitu kemudahan di dunia dan kemudahan berupa pahala di akhirat.” (Syarh Kitab At-Tauhid : 8/92, Al-Ghunaiman).
Oleh karena itu, seorang mukmin tidak boleh berputus asa ketika ditimpa kesulitan. Karena kemudahan pasti akan datang setelahnya, dengan jumlah yang lebih banyak daripada kesulitan yang dialaminya.
(Tulisan ini mengambil faedah dari pembahasan di Majalah Al-Furqon edisi 4/Tahun ke 11, hal. 6-12).
Begitulah sunnatullah di dunia ini. Tidak ada kesusahan yang terus menerus. Sebagaimana tidak ada kesenangan yang abadi. Semua akan datang silih berganti. Maka tidak semestinya seorang mukmin merasa putus asa ketika kesulitan menerpa, karena setelah itu kemudahan pasti akan menggantikannya. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman :
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً . إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah : 5-6).
Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di mengenai ayat tersebut : “Ayat ini memberi kabar gembira tatkala orang menjumpai kesulitan dan kesukaran, maka kemudahan pasti menemaninya. Seandainya kesulitan sesulit lubang biawak, maka kemudahan pun akan memasuki lalu melepas kesulitan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (dalam ayat yang lain) :
سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً
”Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” [QS. Ath-Thalaq : 7]. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman : 1/929).
Imam Al-Khaththabi berkata : “Jika kita lihat teks ayat (QS. Alam Nasyrah : 5-6) diatas, disebutkan ada dua kesulitan dan ada dua kemudahan. Akan tetapi, kesulitan itu hanya (dihitung) sekali karena datang dengan isim ma’rifat (tertentu), sedangkan kemudahan menunjukkan nakiroh (umum, jumlahnya banyak) menunjukkan bahwa yang pertama berlainan dengan yang kedua. Maksudnya kesulitan itu berada di antara dua kemudahan, yaitu kemudahan di dunia dan kemudahan berupa pahala di akhirat.” (Syarh Kitab At-Tauhid : 8/92, Al-Ghunaiman).
Oleh karena itu, seorang mukmin tidak boleh berputus asa ketika ditimpa kesulitan. Karena kemudahan pasti akan datang setelahnya, dengan jumlah yang lebih banyak daripada kesulitan yang dialaminya.
(Tulisan ini mengambil faedah dari pembahasan di Majalah Al-Furqon edisi 4/Tahun ke 11, hal. 6-12).
Selasa, 07 Juni 2011
Kisah Perjuangan Sekelompok Narapidana Untuk Menghafal Al-Qur’an
Dr. Yahya Al-Ghautsani berkata :
“Diantara kisah lucu yang saya dengar adalah sekelompok narapidana yang tidak memiliki mushaf. Masing-masing dari mereka membacakan apa yang ia hafal dari Al-Qur’an kepada yang lain, sehingga mereka dapat menghafal Al-Qur’an seluruhnya kecuali satu lembar terakhir dari surah Al-Anfal karena tidak ada seorang pun dari mereka yang hafal. Hal tersebut sangat membuat mereka resah. Hingga tiba giliran salah seorang dari mereka dibawa ke mahkamah untuk diadili. Ketika orang yang hendak diadili itu menunggu proses peradilannya, yang pertama terlintas di benaknya adalah mencari orang yang hafal akhir dari surah Al-Anfal. Dan ia menemukan orang yang hafal akhir surah Al-Anfal dari para hadirin yang menghadiri persidangannya. Sang narapidana itu langsung bergegas menghafalnya. Lalu ketika ia kembali ke penjara ia segera membacakan akhir dari surah Al-Anfal kepada teman-temannya, sehingga mereka dapat menghafalnya seperti menghafal surah Al-Fatihah.”
(Kaifa Tahfazh Al-Qur’an, hal.162, lewat perantaraan buku "Agar Anak Mudah Menghafal Al-Qur’an", Hamdan Hamud Al-Hajiri, hal.179 -dengan peringkasan-).
“Diantara kisah lucu yang saya dengar adalah sekelompok narapidana yang tidak memiliki mushaf. Masing-masing dari mereka membacakan apa yang ia hafal dari Al-Qur’an kepada yang lain, sehingga mereka dapat menghafal Al-Qur’an seluruhnya kecuali satu lembar terakhir dari surah Al-Anfal karena tidak ada seorang pun dari mereka yang hafal. Hal tersebut sangat membuat mereka resah. Hingga tiba giliran salah seorang dari mereka dibawa ke mahkamah untuk diadili. Ketika orang yang hendak diadili itu menunggu proses peradilannya, yang pertama terlintas di benaknya adalah mencari orang yang hafal akhir dari surah Al-Anfal. Dan ia menemukan orang yang hafal akhir surah Al-Anfal dari para hadirin yang menghadiri persidangannya. Sang narapidana itu langsung bergegas menghafalnya. Lalu ketika ia kembali ke penjara ia segera membacakan akhir dari surah Al-Anfal kepada teman-temannya, sehingga mereka dapat menghafalnya seperti menghafal surah Al-Fatihah.”
(Kaifa Tahfazh Al-Qur’an, hal.162, lewat perantaraan buku "Agar Anak Mudah Menghafal Al-Qur’an", Hamdan Hamud Al-Hajiri, hal.179 -dengan peringkasan-).
Rabu, 13 April 2011
Kisah Seorang Pencinta Buku
Al-Jahizh (wafat 255 H) dalam kitabnya Al-Hayawan (1/55) berkata: “Barangsiapa ketika membeli buku tidak merasai kegembiraan melebihi kegembiraan membelanjakan harta untuk orang yang dicintai, atau untuk mendirikan rumah, berarti dia belum dapat dikatakan mencintai ilmu. Tidak berfaedah harta yang dibelanjakannya sehingga ia lebih mengutamakan untuk membeli buku, sebagaimana seorang arab badui yang lebih mengutamakan susu untuk kudanya dibanding untuk keluarganya.”
Al-Jahiz memang terkenal sebagai seorang pencinta buku. Yaqut Al-Hamawi ketika menceritakan biografinya dalam kitab Irsyad al-Arib (16/75), dari Abu Hiffan ia bercerita : “Aku tidak pernah melihat atau mendengar seorangpun yang paling mencintai buku dibanding Al-Jahizh. Tidak ada satupun buku yang dipegangnya kecuali dia habiskan membacanya. Bahkan beliau sempat menyewa beberapa toko buku, kemudian bermalam di sana untuk sekedar membaca!”
Bagaimana dengan anda?
Al-Jahiz memang terkenal sebagai seorang pencinta buku. Yaqut Al-Hamawi ketika menceritakan biografinya dalam kitab Irsyad al-Arib (16/75), dari Abu Hiffan ia bercerita : “Aku tidak pernah melihat atau mendengar seorangpun yang paling mencintai buku dibanding Al-Jahizh. Tidak ada satupun buku yang dipegangnya kecuali dia habiskan membacanya. Bahkan beliau sempat menyewa beberapa toko buku, kemudian bermalam di sana untuk sekedar membaca!”
Bagaimana dengan anda?
Selasa, 28 Desember 2010
Tips Tetap Sehat Di Hari Tua
Ingin tahu tips tetap sehat dan kuat di hari tua? Maka simaklah kisah dari Abu Ath-Thayyib Thahir bin Abdullah bin Thahir bin Umar Ath-Thabari Asy-Syafi’i, beliau adalah seorang ulama besar dan seorang qadhi (hakim) yang wafat pada tahun 450 Hijriah.
Imam Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah (12/85) menceritakan bahwa ulama tersebut berumur lebih dari 100 tahun, tapi di usianya yang lebih dari seabad itu beliau diberi nikmat oleh Allah dengan badan yang masih sehat dan akal yang kuat (tidak pikun). Pada suatu hari beliau melompat dengan lompatan yang tinggi, lalu orang-orang mencela apa yang dilakukannya, karena menganggap hal itu tidak pantas dilakukan oleh orang yang sudah tua. Beliau kemudian berkata, “Badanku ini ku jaga dari berbuat maksiat ketika aku remaja, maka Allah menjaganya ketika aku sudah tua.”
Maksud beliau adalah ingin menunjukkan bahwa barangsiapa yang menjaga hak-hak Allah, perintah-perintah-Nya dan larangan-larangan-Nya di saat masih muda, maka Allah akan membalas dengan menjaganya dengan memberi kenikmatan kesehatan badan dan kekuatan akal di hari tua.
Adakah yang berminat ingin mencoba tips ini?
Imam Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah (12/85) menceritakan bahwa ulama tersebut berumur lebih dari 100 tahun, tapi di usianya yang lebih dari seabad itu beliau diberi nikmat oleh Allah dengan badan yang masih sehat dan akal yang kuat (tidak pikun). Pada suatu hari beliau melompat dengan lompatan yang tinggi, lalu orang-orang mencela apa yang dilakukannya, karena menganggap hal itu tidak pantas dilakukan oleh orang yang sudah tua. Beliau kemudian berkata, “Badanku ini ku jaga dari berbuat maksiat ketika aku remaja, maka Allah menjaganya ketika aku sudah tua.”
Maksud beliau adalah ingin menunjukkan bahwa barangsiapa yang menjaga hak-hak Allah, perintah-perintah-Nya dan larangan-larangan-Nya di saat masih muda, maka Allah akan membalas dengan menjaganya dengan memberi kenikmatan kesehatan badan dan kekuatan akal di hari tua.
Adakah yang berminat ingin mencoba tips ini?
Kamis, 18 November 2010
Ejekan Yang Menumbuhkan Semangat Kesungguhan
Motivasi tidak hanya berasal dari pujian manusia. Terkadang motivasi juga timbul karena merasa diremehkan. Ana pernah membaca beberapa kisah ulama yang pada awalnya tidak berminat menekuni ilmu agama, tapi karena diejek manusia maka ia pun bertekad mendalami ilmu dan berhasil menjadi ahlinya.
Kisah tersebut diantaranya :
Imam Ibnu Hazm (wafat 456 H) pada awalnya tidak berminat menekuni ilmu fikih. Sampai suatu hari ketika ia berusia 26 tahun, beliau memasuki masjid dan langsung duduk (tidak melakukan shalat tahiyatul masjid). Tiba-tiba ada seorang lelaki berkata kepadanya : “Berdirilah dan lakukan shalat sunnah tahiyatul masjid!”. Ibnu Hazm pun langsung berdiri dan melaksanakan shalat tahiyatul masjid.
Di lain waktu, ketika Ibnu Hazm masuk masjid dan langsung shalat tahiyatul masjid, tiba-tiba ada orang yang mencelanya dan berkata: “Duduk, duduk! Ini waktu terlarang untuk shalat! (ketika itu ba’da ashar).”
Ibnu Hazm berkata : “Maka saya pun pergi dan sangat sedih -pada sebagian riwayat dikatakan ia merasa terhina- lalu saya meminta kepada seseorang agar menunjukkan rumah seorang ahli fikih bernama Abi Abdillah bin Dahun. Setelah saya menjumpainya dan menceritakan apa yang menimpa saya, beliau kemudian menyuruh untuk mengkaji kitab Al-Muwattha’ karangan Imam Malik. Saya mulai mempelajari kitab itu selama 3 tahun hingga saya dapat berdiskusi dalam masalah keilmuan.”
(Siyar A’lam an-Nubala' : 18/199, Adz-Dzahabi).
Kisah lainnya :
Seorang ulama yang bernama Khalid bin Abdullah Al-Azhari (wafat 905 H) awalnya adalah seorang yang bertugas menyalakan lampu di masjid Jami’ Al-Azhari. Beliau sehari-hari bekerja menuangkan minyak dan menyalakan lampu agar dapat menerangi para pelajar yang belajar di malam hari.
Pada suatu hari, tatkala ia menuangkan minyak ke lampu, tiba-tiba lampu itu jatuh dan menimpa kursi salah seorang pelajar, dan tumpahan minyak mengenai buku-buku pelajar tersebut. Pelajar itu kontan marah dan mengejek Khalid dengan perkataan yang kasar.
Ejekan tersebut membekas di hatinya, sehingga mulailah ia menyibukkan dirinya dengan mempelajari ilmu, walau usianya ketika itu sudah 36 tahun. Dengan kesungguhannya, Khalid bin Abdullah Al-Azhari menjadi ulama terkenal terutama di bidang nahwu. Diantara karyanya adalah Syarah al-Ajrumiyah, At-Tashrih fi Syarhi Awadhahi al-Masalik, Al-Alghaz an-Nahwiyah, dan sebagainya.
(Hamdan Hamud al-Hajari, Agar Anak Mudah Menghafal Al-Qur’an, hlm. 64).
Kisah tersebut diantaranya :
Imam Ibnu Hazm (wafat 456 H) pada awalnya tidak berminat menekuni ilmu fikih. Sampai suatu hari ketika ia berusia 26 tahun, beliau memasuki masjid dan langsung duduk (tidak melakukan shalat tahiyatul masjid). Tiba-tiba ada seorang lelaki berkata kepadanya : “Berdirilah dan lakukan shalat sunnah tahiyatul masjid!”. Ibnu Hazm pun langsung berdiri dan melaksanakan shalat tahiyatul masjid.
Di lain waktu, ketika Ibnu Hazm masuk masjid dan langsung shalat tahiyatul masjid, tiba-tiba ada orang yang mencelanya dan berkata: “Duduk, duduk! Ini waktu terlarang untuk shalat! (ketika itu ba’da ashar).”
Ibnu Hazm berkata : “Maka saya pun pergi dan sangat sedih -pada sebagian riwayat dikatakan ia merasa terhina- lalu saya meminta kepada seseorang agar menunjukkan rumah seorang ahli fikih bernama Abi Abdillah bin Dahun. Setelah saya menjumpainya dan menceritakan apa yang menimpa saya, beliau kemudian menyuruh untuk mengkaji kitab Al-Muwattha’ karangan Imam Malik. Saya mulai mempelajari kitab itu selama 3 tahun hingga saya dapat berdiskusi dalam masalah keilmuan.”
(Siyar A’lam an-Nubala' : 18/199, Adz-Dzahabi).
Kisah lainnya :
Seorang ulama yang bernama Khalid bin Abdullah Al-Azhari (wafat 905 H) awalnya adalah seorang yang bertugas menyalakan lampu di masjid Jami’ Al-Azhari. Beliau sehari-hari bekerja menuangkan minyak dan menyalakan lampu agar dapat menerangi para pelajar yang belajar di malam hari.
Pada suatu hari, tatkala ia menuangkan minyak ke lampu, tiba-tiba lampu itu jatuh dan menimpa kursi salah seorang pelajar, dan tumpahan minyak mengenai buku-buku pelajar tersebut. Pelajar itu kontan marah dan mengejek Khalid dengan perkataan yang kasar.
Ejekan tersebut membekas di hatinya, sehingga mulailah ia menyibukkan dirinya dengan mempelajari ilmu, walau usianya ketika itu sudah 36 tahun. Dengan kesungguhannya, Khalid bin Abdullah Al-Azhari menjadi ulama terkenal terutama di bidang nahwu. Diantara karyanya adalah Syarah al-Ajrumiyah, At-Tashrih fi Syarhi Awadhahi al-Masalik, Al-Alghaz an-Nahwiyah, dan sebagainya.
(Hamdan Hamud al-Hajari, Agar Anak Mudah Menghafal Al-Qur’an, hlm. 64).
Rabu, 22 September 2010
Cita-Cita Yang Tinggi
Imam Ibnul Jauzi (wafat 597 H) menulis nasihat yang amat bagus dalam kitabnya Shaidul Khatir, dimana beliau berkata :
“Dunia hanyalah arena perlombaan menuju kemuliaan. Maka semestinya orang yang bercita-cita tinggi tidak memperlambat langkahnya. Jika ia menang, maka itulah tujuannya. Jika ia kalah setelah mengeluarkan semua usahanya, ia tidak akan dicela.
Apabila ada orang yang berkata : “Saya memiliki cita-cita yang tinggi namun tidak mempunyai biaya untuk meraihnya, lalu apa yang harus saya lakukan?” Jawabnya : “Apabila anda tidak dikaruniai sebagian rezeki, anda tidak akan terhalang dari rezeki yang lainnya. Adalah sesuatu yang mustahil bila Allah memberi anda kemauan yang tinggi tetapi Dia tidak membantu anda. Evaluasilah diri anda! Mungkin anda dikaruniai sesuatu tetapi anda tidak mensyukurinya, atau Allah sedang menguji anda namun anda tidak bisa bersabar darinya. Ketahuilah, mungkin Allah telah menutup kenikmatan dunia agar anda dapat merasakan nikmatnya ilmu, karena anda lemah dan tidak bisa mengumpulkan keduanya. Allah lebih mengetahui apa yang baik bagi anda, dan tangisan hendaklah semata-mata karena rendahnya kemauan. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.”
Sememangnya cita-cita yang tinggi hanya untuk orang yang mempunyai semangat dan kesabaran yang tinggi pula, sebagaimana seorang penyair yang berkata :
لأستسهلن اصعب أو أدرك المنى
فما انقادت الآمال إلا لصابر
“Sungguh, aku menganggap kesulitan itu mudah hingga aku menggapai asa,
Karena segala harapan dan cita itu tidak akan dicapai melainkan bagi orang yang sabar sahaja.”
“Dunia hanyalah arena perlombaan menuju kemuliaan. Maka semestinya orang yang bercita-cita tinggi tidak memperlambat langkahnya. Jika ia menang, maka itulah tujuannya. Jika ia kalah setelah mengeluarkan semua usahanya, ia tidak akan dicela.
Apabila ada orang yang berkata : “Saya memiliki cita-cita yang tinggi namun tidak mempunyai biaya untuk meraihnya, lalu apa yang harus saya lakukan?” Jawabnya : “Apabila anda tidak dikaruniai sebagian rezeki, anda tidak akan terhalang dari rezeki yang lainnya. Adalah sesuatu yang mustahil bila Allah memberi anda kemauan yang tinggi tetapi Dia tidak membantu anda. Evaluasilah diri anda! Mungkin anda dikaruniai sesuatu tetapi anda tidak mensyukurinya, atau Allah sedang menguji anda namun anda tidak bisa bersabar darinya. Ketahuilah, mungkin Allah telah menutup kenikmatan dunia agar anda dapat merasakan nikmatnya ilmu, karena anda lemah dan tidak bisa mengumpulkan keduanya. Allah lebih mengetahui apa yang baik bagi anda, dan tangisan hendaklah semata-mata karena rendahnya kemauan. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.”
Sememangnya cita-cita yang tinggi hanya untuk orang yang mempunyai semangat dan kesabaran yang tinggi pula, sebagaimana seorang penyair yang berkata :
لأستسهلن اصعب أو أدرك المنى
فما انقادت الآمال إلا لصابر
“Sungguh, aku menganggap kesulitan itu mudah hingga aku menggapai asa,
Karena segala harapan dan cita itu tidak akan dicapai melainkan bagi orang yang sabar sahaja.”
Senin, 09 Agustus 2010
Selamat Datang Bulan Ramadhan !!
Tak terasa hari demi hari berlalu dan bulan demi bulan telah berganti, akhirnya bulan Ramadhan sudah di depan mata. Betapa gembiranya jiwa-jiwa manusia menyambut kedatangan bulan yang mulia. Bulan yang penuh ampunan, bulan dihidupkan solat malam, dan bulan pembacaan Al-Qur’an.
Oleh karena itu janganlah sia-siakan bulan Ramadhan. Isilah selalu dengan penuh amalan. Kerana kita tak tahu apakah Ramadhan tahun depan kita masih dipertemukan.
Seorang penyair mengatakan :
ياذا الذي ما كفاه الذنب في رجب
حتى عصى ربه في شهر شعبان
لقد أظلك شهر الصوم بعدهما
فلا تصيره أيضا شهر عصيان
واتل القرآن و سبح فيه مجتهدا
فإنه شهر تسبيح وقرآن
كم كنت تعرف ممن صام في سلف
من بين أهل وجيران وإخوان
أفناهم الوت واستبقاك بعدهمو
حيا فما أقرب القاصي من الداني
“Wahai jiwa yang tidak puas berbuat dosa di bulan Rajab
Hingga ia bermaksiat lagi di bulan Sya’ban
Telah datang kepadamu bulan puasa setelah keduanya
Janganlah kau jadikan bulan bergelimang dosa
Bacalah Al-Qur’an dan pujilah Dia dengan segala ketulusan
Inilah bulan pujian dan bacaan Al-Qur’an
Berapa banyak mereka yang dahulunya berpuasa
Keluarga, tetangga, hingga saudara
Maut telah menjemput mereka meninggalkanmu sebatang kara
Sungguh alangkah dekatnya kematian itu dibanding mereka yang disamping kita.”
Jadikanlah bulan Ramadhan sebagai sarana untuk mencari bekal pahala sebanyak-banyaknya. Bersabarlah dengan kelaparan dan kehausan selama berpuasa di dunia, karena itu lebih ringan daripada bersabar dengan kelaparan dan kehausan di hari kiamat yang tiada akhirnya. Dan penyesalan di hari kiamat tiadalah berguna.
Sebagaimana dikatakan ulama :
أتى رمضان مرزعة العباد
لتطهير القلوب من افساد
فأد حقوقه قولا و فعلا
وزادك فاتخذه للمعاد
فمن زرع الحبوب وما سقاها
تأوه نادما يوم الحصاد
“Ramadhan telah tiba sebagai ladang bagi hamba
Untuk membersihkan hati dari berbagai kerusakannya
Maka tunaikanlah hak (Ramadhan) dengan perkataan dan perbuatan mulia
Dan jadikanlah bulan itu sebagai bekal untuk hari kemudian nantinya
Barangsiapa yang menabur biji tetapi ia tidak menyiramnya
Niscaya ia akan merintih menyesal ketika musim panennya.”
(Latha’if al-Ma’arif : 280, Ibnu Rajab al-Hanbali).
Ya Allah, berilah kekuatan kepada kami agar dapat menjalani bulan Ramadhan ini dengan penuh keimanan dan kesabaran. Terimalah semua amalan-amalan kami, serta masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang Engkau ridhai...
Oleh karena itu janganlah sia-siakan bulan Ramadhan. Isilah selalu dengan penuh amalan. Kerana kita tak tahu apakah Ramadhan tahun depan kita masih dipertemukan.
Seorang penyair mengatakan :
ياذا الذي ما كفاه الذنب في رجب
حتى عصى ربه في شهر شعبان
لقد أظلك شهر الصوم بعدهما
فلا تصيره أيضا شهر عصيان
واتل القرآن و سبح فيه مجتهدا
فإنه شهر تسبيح وقرآن
كم كنت تعرف ممن صام في سلف
من بين أهل وجيران وإخوان
أفناهم الوت واستبقاك بعدهمو
حيا فما أقرب القاصي من الداني
“Wahai jiwa yang tidak puas berbuat dosa di bulan Rajab
Hingga ia bermaksiat lagi di bulan Sya’ban
Telah datang kepadamu bulan puasa setelah keduanya
Janganlah kau jadikan bulan bergelimang dosa
Bacalah Al-Qur’an dan pujilah Dia dengan segala ketulusan
Inilah bulan pujian dan bacaan Al-Qur’an
Berapa banyak mereka yang dahulunya berpuasa
Keluarga, tetangga, hingga saudara
Maut telah menjemput mereka meninggalkanmu sebatang kara
Sungguh alangkah dekatnya kematian itu dibanding mereka yang disamping kita.”
Jadikanlah bulan Ramadhan sebagai sarana untuk mencari bekal pahala sebanyak-banyaknya. Bersabarlah dengan kelaparan dan kehausan selama berpuasa di dunia, karena itu lebih ringan daripada bersabar dengan kelaparan dan kehausan di hari kiamat yang tiada akhirnya. Dan penyesalan di hari kiamat tiadalah berguna.
Sebagaimana dikatakan ulama :
أتى رمضان مرزعة العباد
لتطهير القلوب من افساد
فأد حقوقه قولا و فعلا
وزادك فاتخذه للمعاد
فمن زرع الحبوب وما سقاها
تأوه نادما يوم الحصاد
“Ramadhan telah tiba sebagai ladang bagi hamba
Untuk membersihkan hati dari berbagai kerusakannya
Maka tunaikanlah hak (Ramadhan) dengan perkataan dan perbuatan mulia
Dan jadikanlah bulan itu sebagai bekal untuk hari kemudian nantinya
Barangsiapa yang menabur biji tetapi ia tidak menyiramnya
Niscaya ia akan merintih menyesal ketika musim panennya.”
(Latha’if al-Ma’arif : 280, Ibnu Rajab al-Hanbali).
Ya Allah, berilah kekuatan kepada kami agar dapat menjalani bulan Ramadhan ini dengan penuh keimanan dan kesabaran. Terimalah semua amalan-amalan kami, serta masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang Engkau ridhai...
Rabu, 28 Juli 2010
Mengambil Faidah Dari Kejadian Alam Sekitar
Ana terkadang senang memandangi semut yang bergerak mencari makanan. Jika telah menemukan makanan maka ia segera membawa makanan tersebut, walau makanan itu jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya. Terkadang sang semut dengan susah payah jatuh bangun membawa makanannya, namun dengan keuletan dan kesabaran akhirnya ia berhasil membawa makanan itu ke sarangnya.
Sungguh, kejadian seperti itu mungkin terlihat remeh dalam kehidupan sehari-hari. Tapi bagi yang mau sejenak memikirkan akan mendapatkan perumpamaan bahwasanya hanya dengan keuletan dan kesabaran, maka cita-cita tinggi -yang awalnya sulit ditempuh- akhirnya dapat dicapai.
Bahkan kita temukan dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala mensifati hamba-hamba-Nya yang mau merenungkan hikmah dibalik kejadian-kejadian di alam ini sebagai ulil albab (orang yang berakal). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ، الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 190-191).
Ada kisah ulama yang mendapatkan motivasi setelah melihat kejadian di alam sekitarnya :
Al-Khatib al-Baghdadi menceritakan dengan sanadnya sampai kepada al-Fadhl bin Sa’id, ia berkata :
“Dahulu ada seseorang yang menuntut ilmu. Lalu ia merasa tidak mampu mengikutinya, maka ia putuskan untuk berhenti saja. Ketika ia sedang berjalan dan melihat aliran air dari gunung yang menetes di atas batu, sehingga membuat batu itu cekung karena tetesan air, maka ia pun berkata : ‘Air ini meskipun lembut tapi mampu membuat batu yang keras menjadi cekung! Demi Allah, sungguh aku akan benar-benar menuntut ilmu’. Selanjutnya ia kembali menuntut ilmu dan akhirnya menjadi seorang ulama.”
(Al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi wa Adab as-Sami’ : 2/262, al-Khatib al-Baghdadi. Kisah tersebut juga diceritakan oleh as-Suyuthi dalam al-Muzhhir fi Ulum al-Lughah : 2/303).
Demikianlah, semoga kejadian-kejadian di alam sekitar kita dapat direnungkan dan diambil pelajaran sehingga menjadi bahan motivasi dan inspirasi. Sungguh benar ucapan seorang penyair yang berkata:
ما راح يوم على حي ولا ابتكرا
إلا رأى عبرة فيها إن اعتبر
“Tidaklah pagi dan sore berlalu bagi orang yang bernyawa,
Melainkan ia akan melihat padanya pelajaran jika ia mau mengambilnya”.
Sungguh, kejadian seperti itu mungkin terlihat remeh dalam kehidupan sehari-hari. Tapi bagi yang mau sejenak memikirkan akan mendapatkan perumpamaan bahwasanya hanya dengan keuletan dan kesabaran, maka cita-cita tinggi -yang awalnya sulit ditempuh- akhirnya dapat dicapai.
Bahkan kita temukan dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala mensifati hamba-hamba-Nya yang mau merenungkan hikmah dibalik kejadian-kejadian di alam ini sebagai ulil albab (orang yang berakal). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ، الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 190-191).
Ada kisah ulama yang mendapatkan motivasi setelah melihat kejadian di alam sekitarnya :
Al-Khatib al-Baghdadi menceritakan dengan sanadnya sampai kepada al-Fadhl bin Sa’id, ia berkata :
“Dahulu ada seseorang yang menuntut ilmu. Lalu ia merasa tidak mampu mengikutinya, maka ia putuskan untuk berhenti saja. Ketika ia sedang berjalan dan melihat aliran air dari gunung yang menetes di atas batu, sehingga membuat batu itu cekung karena tetesan air, maka ia pun berkata : ‘Air ini meskipun lembut tapi mampu membuat batu yang keras menjadi cekung! Demi Allah, sungguh aku akan benar-benar menuntut ilmu’. Selanjutnya ia kembali menuntut ilmu dan akhirnya menjadi seorang ulama.”
(Al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi wa Adab as-Sami’ : 2/262, al-Khatib al-Baghdadi. Kisah tersebut juga diceritakan oleh as-Suyuthi dalam al-Muzhhir fi Ulum al-Lughah : 2/303).
Demikianlah, semoga kejadian-kejadian di alam sekitar kita dapat direnungkan dan diambil pelajaran sehingga menjadi bahan motivasi dan inspirasi. Sungguh benar ucapan seorang penyair yang berkata:
ما راح يوم على حي ولا ابتكرا
إلا رأى عبرة فيها إن اعتبر
“Tidaklah pagi dan sore berlalu bagi orang yang bernyawa,
Melainkan ia akan melihat padanya pelajaran jika ia mau mengambilnya”.
Langganan:
Postingan (Atom)