Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benarnya..
Cinta
yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya..
Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning,
burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah dengan suara
terbatas memberikan kutbah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan
Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan
dua perkara pada kalian, Al Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku,
bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga
bersama-sama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata
Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu. Abu
Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan
nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya
dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
"Rasulullah
akan meninggalkan kita semua,"keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia
tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya didunia. Tanda-tanda itu
semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang
berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu,
seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.
Matahari
kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang didalamnya,
Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan
membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru
mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah
tidak mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah
yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah
membuka mata dan bertanya pada Fatimah,
"Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah
ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah
lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang
menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak
dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan
sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul
maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat
maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut
sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di
atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan
Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu
langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka
lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak
membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?"
Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku
kelak?"
"Jangan khuatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman kepadaku:
'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad
telah berada di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan
tugas. Perlahan roh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah
bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk
semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan
wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah
direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana
sakit yang tidak tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja
semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.
"Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya
sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu,
Ali segera mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku,
Peliharalah solat dan peliharalah orang-orang lemah di
antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan
telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku,
umatku, umatku" Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran
itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma
sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi Betapa cintanya Rasulullah
kepada kita.
Salam Jumaat dan Salam 14 Ramadhan buat semua teman2 blogger..