Ini menjelang hari kasih sayang ( katanya ).
Entah sejak kapan dan mengapa ada hari kasih sayang.
Padahal, kan kasih sayang itu harus ada dan selalu makin bertambah setiap hari, bukan begitu?
Tiba tiba saja jadi teringat postinganku dulu, ditampilkan kembali sebagai kado buat pasangan pasangan yang ingin membina keluarganya menjadi keluarga yang utuh penuh kasih sayang, saling support sampai ujung usia.
Cerita ini khusus disampaikan buat mereka, pasangan muda, yang mulai menapaki jalan, merintis pengembaraan kearah tujuan bahtera rumah tangga yang bahagia sejahtera penuh kasih sayang dan saling support sampai maut memisahkan.
Dulu, mungkin nggak serumit jaman kiwari, ketika suami istri mengayuh bahtera rumah tangga, perempuan jaman itu nggak tinggi tinggi amat pendidikannya, bahkan nggak berpendidikan.
Disamping itu, jenis pekerjaan kaum lelaki, para pencari nafkah, nyaris seragam, pergi pagi, pulang siang, dan masih banyak waktu untuk bercengkrama, bermain, bersilaturahmi.
Apalagi jaman media elektronik belum berkembang, kumpul keluarga selalu terjadi setiap saat, baik di meja makan, di teras rumah, atau diruang keluarga.
Satu sama lain saling berbagi cerita, saling mengetahui apa dan bagaimana keseharian anggota keluarga lainnya.
Sekarang, banyak perempuan cerdas berpendidikan tinggi, yang ketika mulai menapaki kehidupan berkeluarga, harus tinggal dirumah dengan berbagai alasan.
Apakah karena keinginan sendiri untuk mengurus rumah, keluarga terutama anak anak.
Apakah karena keterpaksaan, atau karena permintaan suami yang menginginkan istrinya dan ibu anak anaknya tinggal dirumah ssementara ia giat mencari nafkah.
Perempuan yang mandiri, cerdas berprestasi, multitalenta, berdedikasi tinggi terhadap apapun yang menjadi tanggung jawabnya, penuh gairah, penuh semangat dan senantiasa berenergi menyongsong hari demi hari, umumnya juga mempunyai tuntutan yang tinggi terhadap diri sendiri.
Mengerjakan apapun harus bagus, harus sempurna, harus maksimal dll dll....
Time schedule terjaga rapi, detail pekerjaan tersusun sempurna.
Pokoknya, selalu pasang target maksimal.
Apakah salah, apabila seseorang selalu berupaya, berikhtiar atau mengejar target maksimal ? Bukankah kita harus melakukan apapun dengan maksimal ???
Tentu saja pasang target maksimal tidak salah.
Tetapi, tuntutan maksimal terhadap diri sendiri tsb, haruslah disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Janganlah kaum perempuan menjadi objek penderita atas tuntutan pencapaiannya sendiri. Berusaha maksimal, sementara lingkungan terdekat kurang mensupport.
Lambat laun, energi yang terbangun akan habis, pudar.
Banyak yang kita lihat, perempuan multitalenta bekerja keras menjalani hari demi hari. Mengerjakan begitu banyak macam pekerjaan dengan sempurna, sementara kaum lelaki tetap saja terperangkap dalam dunianya sendiri.
Meminjam istilah teman, kaum lelaki itu "autisme", hidup hanya didunianya sendiri.
Ialah dunia kerja, kerja dan kerja.
Singgah kerumah hanya sebagai tempat peristirahatan untuk tidur, makan, baca koran, nonton tv atau kembali ke komputer.
Perempuan, bagaikan mesin robot yang tanpa henti bekerja, menyiapkan sarapan, membuat bekal sekolah, membersihkan rumah yang selalu dan selalu kembali berantakan, belanja, memasak, mengantar anak, mencuci, menyetrika dan seribu satu hal tetek bengek lainnya.
Seorang blogger pernah menceritakan keinginan anak lelakinya yang masih kecil untuk menjadi perempuan karena perempuan itu hebat, bisa segala macam, sedangkan laki laki hanya mampu mengerjakan 5 macam hal saja, mencari uang, membeli mobil, tidur, makan dan nonton film.
Pendapat anak lelaki tsb tentu saja didapat dari pencitraan lingkungannya, dan bukan mustahil, kelak, si bocah lelaki ketika berangkat dewasa akan melakukan hanya kelima hal seperti gambaran yang ia dapat ketika kecil.
Banyak, banyak sekali, kaum perempuan cerdas multi talenta terperangkap dalam kesibukan hari demi harinya tanpa ia bisa mencurahkan isi hatinya kepada orang terdekatnya.
Bagaimanapun...perempuan juga manusia bukan ?
Yang punya hati dan perasaan, punya keinginan dan tuntutan, yang bioritmiknya naik turun, yang kadar keihklasannya juga bergelombang, yang kemampuan fisiknya ada batasnya.
Mau ngomong sama suaminya, suami nggak punya waktu.
Suami pulang kerumah dalam keadaan lelah.
Kalaupun curhat, nggak didengar dengan baik, nggak ada solusi.
Berulang kali menyampaikan keinginan ataupun harapan boro boro ada perubahan.
Bahkan ketika berbicarapun, suami mendengar separuh hati sambil baca koran atau nonton tv atau asyik dengan komputer.
Mau bicara kepada pihak lain, takut menjadi salah persepsi, takut mendapat imej tidak baik. Pokoknya, upaya kaum perempuan untuk mencari solusi kegelisahan batin menemui jalan buntu.
Sampai akhirnya, suatu saat beban tersebut tak akan tertanggungkan.
Apapun bisa terjadi, pemberontakan, tindakan tak terduga, atau timbulnya penyakit tertentu.
Masih inget kan kasus perempuan muda, sarjana lulusan perguruan negeri terkenal, yang membekap ketiga anak kandungnya sampai mati?
Ini jelas, harus diwaspadai.
Sudah banyak peristiwa terjadi akibat komunikasi pasutri yang tidak tuntas.
Tidak tercapai komunikasi yang terjalin dengan indah, tak pernah ada komunikasi yang ujungnya mencapai kesepakatan.
Betapa kaum perempuan yang sudah pakepoh, tihothat, pakepruk, tisusut tidungdung berkurang energinya dan membutuhkan bantuan orang orang terdekatnya, terutama suami tercinta.
Siapa sih yang ingin bikin susah suami ?
Siapa sih yang ingin menghalangi atau menghambat pekerjaan suami ?
Tidak satupun perempuan yang menginginkannya.......
Perempuan, cuma butuh didengarkan dengan sepenuh hati.
Perempuan hanya butuh perhatian yang diberikan suaminya dengan benar benar utuh.
Apabila sudah didengarkan dengan baik dan diperhatikan dengan utuh, energi kaum perempuan tidak akan menyusut, bahkan akan berlimpah untuk kemudian berbakti kembali, mengabdikan seluruh hidupnya bagi orang orang tercinta, anak anak dan suaminya.
Buat para lelaki, sing tiasa miara para bojonya ya...jangan jablai...
Banyak bantu urusan rumahan, kasih waktu buat ngobrol yang tuntas dan intens, dengerin suara batinnya.
Setiap saat , adalah momen indah untuk perenungan, saat persinggahan bagi yang alpa, tempat introspeksi.
Jadi inget bapakku...ihiks...ihiks.....
Beliau adalah ayah yang sempurna, suami teladan.
Kata ibuku, bapakku adalah suami terbaik sepanjang masa.
Beliau senantiasa ada untuk anak dan istri.
Beliau memupuk cinta anak istri tiada henti dengan limpahan kasih sayang setiap saat.
Beliau memupuk cinta terus menerus tiada henti, ngobrol, mengusap, mengelus, teman curhat , teman bermain, teman bikin peer, teman belanja, teman piknik, ketawa ketiwi dll dll...
Padahal....saat itu, beliau sibuk dengan karya tulisnya dan....beliau adalah seorang pejabat tingkat propinsi yang numpuk buanget kerjaannya.
Semoga bapakku dan ibuku dimuliakanNya dan dibahagiakanNya dialam sana, amin.
Semoga kita semua menjadi manusia yang bahagia lahir batin, bisa saling mengasihi, menyayangi, menempuh hidup bersama penuh kebahagiaan, penuh pengertian, penuh perhatian, memperoleh rejeki yang berkah dan kemudahan menjalankan keseharian, amin.
No comments:
Post a Comment