Search this blog


Home Contact Download Cerita

TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang
Minggu, 12 Oktober 2008

Muridku dan Mamanya yang Kesepian  

Aku Andre, saat ini umur 23 tahun dan baru lulus kuliah. Sekilas tentang diriku,tampangku 6,5; body 7,5; kejantanan 18 cm (kalo dinilai 9, nanti disangka 9cm hehehe) badanku lumayan kekar karena darri SMP aku kadang2 ke gym. aku tidak termasuk golongan orang pintar secara keseluruhan, tapi aku punya kelebihan dibidang ilmu alam.

Jadi cerita ini adalah tentang aku saat masih kuliah sambil memberi les pada anak2 SMP dan SMA dibidang IPA. Dari 9 orang muridku, 4 diantaranya duduk di bangku SMA kelas dua IPA. les yang aku berikan les privat dan aku yang dateng ke rumah muridku.

Cynthia salah satu muridku yang paling cerdas, orangnya periang dan ramah. Mungkin sebenarnya dia tidak butuh les denganku, tapi karena dia anak tunggal dan sering ditinggal maka orangtuanya menaruh harapan besar terhadapnya. Ayahnya cuma punya waktu 1 minggu dalam satu bulan untuk tinggal dirumah, ibunya masih muda (37 tahun) dan suka jalan2 dengan teman2nya sampai lupa anak gadisnya juga butuh kasih sayang.

Cynthia memiliki paras yang cantik dengan rambut se-tali bra, mirip sekali dengan Luna Maya. selain itu tubuhnya yang ramping dengan lekuk betis indah dan paha jenjang yang putih muluscukup membuat aku sering deg2an. Apalagi ukuran dadanya yang 32C itu, tubuhnya menjadi begitu sempurna.

Aku mulai mengajar Cynthia sejak ia masuk SMA, jadi saat kejadian mengasikan ini terjadi aku sudah kenal dengan dia dan keluarganya kurang lebih 2 tahun (sudah hampir naik kelas 3).

*****

Hujan lebat mengguyur kota Jakarta pada Maret 2007, aku juga basah kuyup saat harus datang dengan sepeda motorku kerumah cynthia. “what a bad f**king day..” aku berbisik sambil menengadah kelangit.
Hujan yang luar biasa lebat disore hari, pasti aku gak bisa pulang lagi sampe malem karena hujan. Tugas2ku juga sudah numpuk apalagi dua bulan kedepan aku harus sidang KP dan Skripsi.
Pagar dibukakan si mbok, aku langsung mendorong motorku ke carport rumahnya dan mmelepas jas hujanku.

“Ko, si non lagi keluar.. katanya sih sebentar aja” kata si mbok menjelaskan.
“Oh, gak apa mbok saya tunggu saja” jawabku sambil menggantung jas hujan di motor.
“Ya sudah silakan masuk, mbok buatkan teh hangat.” ujar si mbok sambil ngeloyor masuk lewat garasi.

Aku masuk ke ruang tamu tapi aku gak berani duduk karena celanaku basah, aku takut mengotori sofa mahal dari bahan suede nya itu. Aku hanya berdiri sambil memandangi lukisan dan foto2 yang terpajang di tembok ruang tamu

“lho kog ndak duduk,ko?” si mbok nyeletuk sambil meletakkan teh hangat.
“iya nih mbok, abis basah sih!” jawabku jujur.
“Ntar yah, tak ambilin anduk dan baju bekas bapak!”, singkat kata aku pun disuruh mandi air hangat supaya gak sakit, lagian si Cynthia blom pulang.

Saat aku selesai mandi, cynthia sudah ada dikamarnya diatas. Aku pun berterima kasih sama si mbok dan langsung ke lantai dua. Aku ketuk pintu kamarnya lalu aku menuju ruang belajar yang persis diseberang kamarnya.

Aku tunggu cynthia setengah jam tapi kog gak muncul2 juga, maka ku beranikan diri untuk membuka pintu kamarnya setelah kuketuk dan tidak dijawab lagi.
Ternyata Cynthia sedang mandi, aku mendengar gemericik air dari kamar mandinya, dan aku melihat pakaian dalamnya berserakan dilantai.

Seketika itu aku merasa terbakar urat hornyku.. Seperti suatu keinginan besar yang sudah lama dipendam dan saat ini saat paling tepat untuk dilepaskan..

Aku berusaha mengontrol berahiku tapi memang nasib.. Cynthia keburu keluar kamar mandi dengan telanjang bulat, mempertontonkan lekuk tubuhnya yang paling pribadi dihadapanku.

“KyaAaaaA…” teriaknya Cynthia spontan karena kaget.
“Oooops…” hanya itu kata2ku dan cepat beringsut kearah pintu keluar.
“Koko ngapain dikamar aku??” tanya Cynthia dengan suara yang tiba2 sudah terkendali.
“Sori, aku gak sengaja!” jawabku sambil membelakanginya

“Bohong…! Mo ngintip yah!!” serangnya sedikit ketus sekarang. aku sempat melirik lagi kearahnya, sekarang handuknya yg sebelumnya melingkar di kepala telah menutupi buah dadanya yang ranum itu.
“Aku keluar dulu deh, kamu pake aja baju trus ntar aku baru jelasin. sori bgt!” cerocosku cepat sambil menarik handle pintu, tapi tiba2 aku berubah pikiran.
Hujan lebat dan berisik sekali diluar sana, buktinya si mbok aja gak bisa denger jeritan Cynthia tadi, apa salahnya kalau aku coba berbuat nakal.. toh aku sudah hampir selesai kuliah dan mungkin akan pindah kota.

Aku berbalik, kali ini dengan cepat aku sergap Cynthia. aaah.. aku bener2 sudah seperti binatang buas.

Belum sempat meronta, aku langsung membekap tubuh Cynthia dari depan dan mengunci mulutnya dengan mulutku supaya dia tidak menjerit. Aku bawa dia ke ranjang dan masih terus ku kulum bibirnya yang sexy..

Sejurus kemudian aku tarik handuknya, satu2nya penutup tubuh yang menempel dibadannya. Benar2 indah payudaranya, mengkel dan putih bersih lengkap dengan putingnya yang masih merah muda.
Aku lahap kedua gunung kembar itu satu per satu. Supaya jeritannya tidak terdengar, aku tutup mulutnya dengan tangan kananku, sementara tangan kiriku menahan rontaannya dan mulutku menjelajah payudaranya yang indah itu.

Aku terus mempermainkan puting susunya dan mulai berani melepas tangan kiriku di vaginanya yang mulai becek. Perlawanan Cynthia tidak terlalu berarti buatku.. Ia terus meronta-ronta tapi akhirnya kehabisan tenaga.

“oouh…” lenguh Cynthia saat aku sentuh klitorisnya, matanya merem melek keenakan. Sirna sudah rontaan demi rontaan yang dari tadi dilakukan Cynthia, berganti goyangan pinggul malu2 dari seorang perawan.

Aku mulai merasa Cynthia menyukai permainanku maka ku lepas tanganku dari mulutnya dan mulai meremasi payudaranya yang indah dengan kedua tanganku. Mulutku terus bergulir kebawah sambil menyapu tubuhnya dengan jilatan sampai akhirnya aku berhadapan dengan miss cheerful-nya. Aku intip sedikit, Cynthia pura2 tak melihatku, ia palingkan wajah ke samping tapi terlihat jelas ia sedang menanti2kan apa yang ingin segera kulakukan.

Kusapu bibir vaginanya.. pantat Cynthia terangkat sedikit. Kusapu sekali lagi belahan vaginanya.. tubuh Cynthia menggelinjang kegelian.. lalu kulahap klitorisnya, kusedot2 dan kupilin2 dengan lidahku.. Cynthia langsung menjambak dan mengusap2 rambutku.. Kali ini dia sudah tak tahan utk bertindak pasif… Pinggulnya digoyang2 mengikuti irama bibirku melahap klitorisnya yang kini sudah basah.

“ouuch…. sssh…..” rintihnya
“mmmhh…. enak ya sayang? mmmh….”ujarku menyela
PLAAAKKK!!!! tamparan telak ke pipiku. Aku kaget bukan main tapi tangan itu kembali menjambak dan mendorong kepalaku supaya terus mengoralnya…

Aku semakin bersemangat dibuatnya… tanda2 kalau dia juga mau sama mau mulai diperlihatkan. aku semakin intens memberikan variasi oral di klitorisnya. tanganku sesekali berputar2 mengorek bagian luar liang vaginanya. Rupanya Cynthia yang selama ini kukira cerdas dan baik2 memiliki bakat terpendam.. bad girls wanna be..

Cynthia makin belingsatan, pinggulnya berayun2 dan nafasnya memburu…
“ko.. An..dre, mmpfh… te..rus..in.. aaahk.. enak… kkoooh….” rintihnya terbata2 sambil menggigit bibir bawahnya..
“mmmph.. mmpphhhh…. mmpphhfff… aaakhhh… yes right there……!!”lenguhnya panjang sambil memeras payudaranya. rupanya Cynthia orgasme.. vaginanya menyemburkan cairan yang langsung kusapu dengan lidahku.

Aku mengambil posisi disebelah Cynthia yang terpejam lemas sambil bertelajang. aku buka bajuku dan memeluknya dari samping-belakang. Kubelai rambutnya hingga ke buah dadanya.. kupeluk erat dan ku ciumi lehernya.

“mmh.. wangi kamu enak Cyn.. wangi khas wanita..” bisikku ke telinganya..
“ko.. kenapa ko andre tega sih…?” lirih bibir manis itu berucap
“tega apa Cyn..? emang kamu gak suka ya?” aku bertanya balik
“suka..” jawabnya lirih. sekarang Cynthia berbalik menatapku, “ko, tadi pas terakhir enak bgt!! itu orgasme yah?” lanjutnya

“iya, itu orgasme sayang.. kamu suka?”
“Suka bangeet… enak bgt… nanti aku mau lagi!” jawabnya.

Huff.. tadinya aku berniat memperkosa dengan menanggung segala akibat, ternyata gadis manis ini malah minta lagi. “Sayang, kamu udah pernah pegang Kontol cowok blom?” tanyaku.
“Pernah, punya mantanku!” jawabnya cepat sambil mengelus kontolku dari luar celana.
“Kalo gitu kali ini kamu kocokin aku ya..!” pintaku sedikit memelas manja.

Cynthia langsung membuka celanaku, ditangkapnya batang kontolku yang sudah keras dan dia mulai turun kebawah memberikan servis oral.

“mmh… enak bgt sayang. kamu jago oral tapi kog gak tau orgasme?” tanyaku setengah curiga.
“hiha, hahu hulu hering horal hacarhu.. (iya, aku dulu sering oral pacarku)” jawabnya.
“tapi itu dimobil, jadi dia gak pernah sentuh punyaku” lanjutnya lagi sambil terus mengocok batang kontolku dengan tangan.

“Kontol ko Andre gede yah.. enak!” sambungnya lagi.
“Kalo enak, diisepin lagi aja Cyn…” kataku lagi.

Tiba2 pintu kamar Cynthia menjeblak terbuka. “Haaallooo manis..” suara itu terputus saat melihat aksi kami berdua. Ternyata itu mamanya Cynthia yang pulang shopping kena macet karena hampir banjir. tante Reni. Masih muda, lebih cantik dari Cynthia, badan terjaga dan lebih sintal. Dia cantik sekali dengan rambut bergelombangnya yang dicat sedikit pirang. Susah juga menjelaskan parasnya, karena gak terlalu mirip artis, tp yang pasti dia cantik.

“Kalian apa2an..?” bentaknya..
Kamipun baru sadar dan cepat2 berberes. berharap seolah2 mamanya Cynthia tidak melihat apa yang baru kami lakukan. Sebelum marah lebih jauh Cynthia memotong pembicaraan ibunya
“Kenapa ma?? Apa Cuma mama yang boleh begini sama pak Asep??”
Bukan main, ternyata tante cantik ini sering kesepian ditinggal suaminya dan sering minta jatah dari sang Supir.
“Kamu… kamu…. kamu tau dari mana?” tanya mamanya kaget.

“aku tau dari dulu ma! Tiap pergi arisan mama selalu begini kan di mobil?” Cynthia sengit.
“ah udah deh, daripada saling ngadu ke Papa mendingan mama ikut aja sama ade.” Lanjutnya lagi.
Kemudian si tante yang malu ngeloyor pergi keluar kamar. Aku yang kaget, takut dan bingung cuma bisa bengong dan menyesal kenapa pintu gak dikunci sampai tiba2 batangku digigit2 kecil oleh Cynthia.
“mmmmffh… enak Cyn.. terus Sayang..” pintaku. Cynthia makin bernafsu mengulumi batang zakar dan biji peler ku. kepalanya berayun-ayun memberikan aku kenikmatan.

Tak berapa lama pintu kamar terbuka lagi. Tante Reni masuk ke kamar setelah berpakaian lebih santai.
“Andre, ternyata kamu liar juga yah…” katanya. “tante bayar kamu untuk beri les pelajaran, bukan yg seperti ini!” sambungnya lagi sambil duduk ditepi ranjang.
Aku sendiri mulai ngerasa gak enak karena sebenarnya aku menaruh hormat pada setiap orang tua murid lesku.. Tapia pa boleh buat, anaknya yang binal masih saja mengulumi batang dan buah zakarku. Aku tidak dapat menjawab sepatah kata pun. Tapi tante reni langsung berinisiatif untuk mencium bibirku. Tante reni juga sudah bernafsu. Akupun langsung membalas ciumannya, ku sentuh pipinya lalu kurangkul tengkuknya supaya ciuman kami lebih hot!

“tante, mau ikutan?” tanyaku sok asik.
“iya dong, sekali2 tante pengen coba daun muda!” jawabnya nakal.
“Cynthia, kamu sejak kapan kayak gini? kamu udah gak Virgin?” tanya tante Reni ke putri satu2nya itu.
“Masih kog ma, kalo sama ko Andre sih baru kali ini..” jawabnya sambil melepas kulumannya dan mengocok kontolku dengan tangannya.

“Dre, oralin tante sih.. pengen coba kemampuan kamu!” tanpa basa basi tante Reni langsung ngangkang diatas aku yang terduduk sambil menikmati oralan anaknya.

Aku langsung melahap vagina tante Reni, kalo yang satu ini aku berani colok2 dengan jariku, karena toh memang sudah gak perawan.
“ooh ndre, e….nak! terusin sayaaaang..” kata tante reni.
Tiba2 aku mulai merasakan kontolku berkedut2 dan siap menyemburkan cairan sperma. Ku goyangan pinggulku maju mundur seperti sedang bersenggama tapi dengan bibir Cynthia.
“Cyn.. terus.. yang.. aku.. udah … “. CROOTTTT spermaku memenuhi mulut Cynthia, yang langsung ditelan habis dan dijilati hingga bersih.

Tapi tak tahu kenapa, aku tidak langsung lunglai.. Mungkin karena ada dua wanita cantik seperti model yang sedang bertelanjang dan mencari kenikmatan dari tubuhku.
Batang zakarku masih keras, tapi cynthia berlari ke toilet. mungkin dia ingin berkumur pikirku. Tinggal aku berdua tante Reni.

Kemudian tante Reni melepaskan vaginanya dari mulutku, ia turun kebawah mengambil posisi duduk di pangkal pahaku. Tangannya menggapai kontolku yang masih keras lalu mulai dikocok2 sedikit.
“Andre, mau di oral lagi atau ngerasain memek tante?” tanyanya centil sambil merunduk dan menjilati dengan nakal pangkal kontolku.
“mmmmfh…. terserah tante…”jawabku. si tante memberi servis oral, kontolku ditelan semuanya tapi aku bisa merasa lidahnya didalam sana berputar2 menyapu kepala kontolku, sedotan2 yang dibarengi gigitan kecil membuat aku merem melek

setengah mati menahan nikmat. “ssssh….. aahh….. tan.. jago banget…” kataku. “entotin Andre, tante…” pintaku lagi sambil meresapi nikmatnya kenyotan tante Reni.
“Emangnya oral-an tante gak senikmat Cynthia ya?” tanya tante Reni sambil kembali menduduki pangkal pahaku.
“Justru enak banget.. aku takut gak tahan tan.. aku kan masih pengen ngerasain bercinta sama yang ahli..” sambungku.

Bless.. kontolku tiba2 terasa hangat.. rupanya tante Reni gak mau nunggu lama untuk menjajal kontolku.

“mmfh.. kontol kamu gede yah ndre”
“suamiku punya sepanjang ini juga, tapi gak selebar kamu punya sayang..” sambung tante lagi.
Sekarang posisi kami women on top, tapi tante Reni merebahkan badannya keatas badanku, sehingga dia bisa leluasa mencupangku atau mengulumi bibirku.
Gerakan maju mundurnya pelan dan erotis, saat dia maju aku merasa seperti kontolku disedot2 (baru aku tau sekarang, itu namanya kempot ayam), lalu saat bergerak mundur pantatnya sengaja dicondongkan keatas supaya penisku seperti terjepit

“sssh… oh yessh… nice baby..” aku tak kuasa menahan desahan.. nikmatnya benar2 seperti disurga-dunia. Leherku sudah merah2 dicupang, bibirku sampai kebas dikulumi, dan kontolku rasanya sedang mengalami kejadian maha dahsyat.

Aku langsung mengubah sedikit posisiku. Kedua kakiku kutekuk sedikit sebagai kuda2. kuremas pantat berisi tante Reni lalu kuangkat sedikit. Kini ada rongga antara pangkal paha tante Reni dan aku. Aku mulai menghujamkan kontolku dengan irama karena sekarang aku yang memegang kendali.

“ooooh.. mmmfh.. trus ndre!” Tante Reni meracau saat aku menghujamkan keras2 batang kemaluanku sampai amblas semuanya. tiga menit berselang aku mulai bosan, aku ajak tante mengubah posisinya lagi. Aku mau doggy Style, lalu si tante pun menuruti dengan berlutut membelakangi aku.

Pahanya sedikit dirapatkan supaya sesuai dengan ketinggian aku yang berdiri dilantai. Lalu kurangkul pinggulnya dan kuarahkan kontolku.. aku terkesima melihat keindahan lekuk tubuhnya tante Reni yang begitu indah, kulitnya juga putih bersih dan mulus
vaginanya juga terawat dan berwarna merah muda.. kubenamkan sedikit2 kontolku lalu ku pompa dengan penuh perasaan sesekali kuhujamkan keras2 secara tiba2.

“aakh.. gila kamu ndre. enak bgt!! ssshh…” kepalanya kini dibenamkan diranjang. badannya miring hanya pantatny saja yang nungging.

Cynthia sudah kembali dari toilet, mukanya kemerahan, dia berjalan kearah kami yang sedang ber-doggy-style. Cynthia hanya memandangi mamanya yang sedang melenguh dan merem melek menerima hujaman kontolku.

Tante Reni memang sudah jago bercinta, disaat giliran aku yang memberi servis, pinggulnya ikut diliuk2kan membuat rasa kempotan memeknya makin memijat2 batang kontolku.
Cynthia terlihat mulai panas dengan adegan kami, ia mendekati aku dan mulai menciumi bibirku.. disodorkannya juga buah dada kencangnya ke arah mulutku.

Edan, aku dikerjai (atau mengerjai) ibu dan anak sekaligus.
“Ma, kapan giliranku?” tanya Cyntia kepada ibunya yang sudah bermandi peluh dan terpejam2 merem melek.
“iyah.. sab..har.. mama.. dikit lagi.. Terusin Ndre!” jawab tante Reni. Sekarang dia bangun dan bertumpu pada satu tangannya, tangan yang lain memainkan klit-nya.

selang beberapa waktu tubuh tante Reni mulai bergetar. Sudah hampir orgasme tampaknya, makanya ku percepat aksiku. kutambahkan tempo dan hentakan2 pada liang vaginanya.

“mmmfh.. yes… yes… akhhh… teruuusss… terusss… mmffh… enak sayang…”
“terusss.. dikit lagi ndre!”
“yes.. yes.. aaaaahh…. ssshh…….”
Ceracau tante Reni menandakan dia sudah orgasme, badannya meliuk2 dan mukanya dibenamkan lagi di ranjang.. pelan2 ia keluarkan penisku yang masih keras dari vaginanya sambil menahan getaran tubuhnya.
“makasih ya sayang, enak banget!!” ujarnya lalu tertelungkup dan tertidur.

Cynthia yang dari tadi sudah berdiri ngangkang sambil mengelus2 memek beceknya pun siap menerima giliran. Hari ini badanku fit sekali, setelah orgasme yang pertama tadi kontolku masih tegang berdiri dan tahan lama.
Lalu kurebahkan tubuh Cynthia disebelah mamanya.. aku minta dia telentang dan aku mengambil posisi missionary. Dalam pikiranku, memerawani gadis harus sambil menatap matanya.. aku mulai dengan pelan2 menggesekan kontolku dibibir vaginanya
sensasi gesekan itu cukup membuat tubuh Cynthia menggelinjang..
“udah siap Cyn?” tanyaku
“iya, ko.. masukin aja.. tapi pelan2 yah”pintanya memelas

Aku mulai mengarahkan kontolku dan memasukkan pelan2 kepala kontolku. Seret banget.. beda dengan mamanya. Kugoyang2kan pinggulku supaya cairan pelumasnya membasahi sempurna kontolku lalu ku masukan centi demi centi.
darah mengalir dari keperawanannya, tapi mata Cythia tidak terpejam. Dia menatapku penuh arti, walaupun terbesit dimatanya rasa sakit perawan.
Bless.. penisku masuk dengan mulus.. sengaja aku masukkan sampai pol lalu kudiamkan sejenak. Aku merebahkan tubuh dan menciumi bibirnya sampai ke pangkal leher.

“tahan ya sayang.. nanti kerasa kog enaknya” bisikku manis di telinganya..
tanganku menggerayangi buah dada sintalnya memilin2 puting susunya supaya lebih deras pelumasnya melelehi batang kontol yang sudah masuk sepenuhnya.

Kaki Cynthia menjepit pinggulku, lalu ia mulai menggoyangkan pinggulnya kekiri dan kanan pelan2..

“ko, entotin aku…” pintanya memelas. Akupun mulai mengambil posisi, gerakan maju mundur diatas tubuh manis gadis yang baru saja 17 tahun ini kubuat sepelan mungkin supaya tidak menyakitinya.
“aaakh… sssh..” memeknya lebih menjepit daripada kempotan mamanya.

“Cyn, enak banget memek kamu..” Hujan deras diluar sana menambah nikmatnya percintaan kami. Cynthia mulai menemukan irama bercinta. Memeknya sudah terbiasa dengan kontolku..
Gerakan demi gerakan, Cynthia semakin binal.. tanganku dituntun nya untuk meremasi buahdadanya..
“ko, aku pengen coba diatas” ucap Cynthia. Aku turuti saja, aku merebahkan diriku ke posisi Cynthia di samping tante Reni.
Sekarang Cynthia yang asik sendiri mencari2 kenikmatan diatas batang kontolku. goyangannya semakin panas dan erotis. sementara itu aku mulai menjilati tanganku, kemudian mengobok2 memek tante Reni dari belakang.
Dalam tidurnya tante Reni melenguh-lenguh.. kupermainkan klitorisnya, lalu kumasukan 3 jari ke memek tante Reni.. mungkin ia terlalu lelah sehingga hanya menerima saja perlakuanku.

Rupanya Cynthia merasa kurang senang saat aku bercinta dengannya, tapi aku malah ngerjain mamanya. Cynthia pun meminta aku yang melayaninya. Sekarang posisi kami doggy style..
Posisi favoritku, dimana sudah berkali2 aku membuat wanita melunglai karena menerima orgasme yang kuberikan (termasuk beberapa mantan pacarku).
Lima menit berselang Cynthia yang masih baru pertama kali bercinta memang bukan lawan sebandingku.. Cynthia mulai meliuk2.. memeknya yang sempit makin kuat memijat2 batang penisku.
“ko.. aku mau… orgas…me…. aaakhh…. sssh….”rintihnya..
“Iya nikmatian aja sayang” jawabku.
“oooh… yes… e…nak… mmfh… ssshh…” cynthia bergetar hebat karena orgasmenya tapi aku tetap menggenjotnya supaya dia menikmati orgasme panjangnya..

DUa wanita tumbang bersebelahan, Cynthia dua kali, mamanya baru sekali, aku juga baru sekali. Kontolku masih berdiri keras, tapi sedikit lagi aku juga hampir orgasme.
Aku tarik tubuh tante Reni kebibir ranjang, posisinya tidur miring.. lalu kubasahi memeknya dan kontolku dengan ludah dan kuhujamkan kedalam memek tante Reni.
kocokanku benar2 egois, aku hanya ingin mencapai orgasmeku yang kedua. Permainanku yang kasar membangunkan tante Reni..
“sssh… Dre, sa..kit…” rintihnya
“tahan tante, Andre lagi enak nih..” jawabku.
Genjotanku semakin kuat dan dalam-dalam. Si tante yang lunglai daritadi mulai terpancing berahinya. Tante Reni membalikan badannya, kedua kakinya diangkat dan ditumpangkan ke sebelah pundakku.
Aku peluk kedua paha jenjang tante Reni sambil terus ngentotin memeknya..

“mmmfhh… ssssh… terus sayang…” rintih tante Reni
“tante udah mau keluar lagi?” tanyaku
“iya sayang.. kamu masih lama?” tanyanya
“udah hampir nih, kita bareng2 yah..” pintaku tersengal-sengal..
“oouch.. sssh.. yes honey.. Fasteer.. YESSShhh… Faasteeerrrr…”jerit tante Reni..
“I’m gonna Blow Honey…” jawabku
“Me too baby…” tante reni menjawab cepat. Kedua tangannya memegangi buah dadanya yang bergoyang2 cepat.
“Keluarin di dalem aja”sambungnya lagi
Kocokanku makin cepat, memek tante makin keras memijit batang kontolku, aku sudah sampai puncaknya..

Croott…. zzzrt… Crottth.. Crottth…
Sperma hangatku menyembur kedalam memek tante Reni seiring sodokan kontolku. Kontolku terus kukocok, kamipun mengalami orgasme panjang.
Penisku menyembur sekali lagi dibalas lelehan cairan orgasme tante Reni.
“aaaaakhhh…. enak banget entotan sama tante” ujarku
“kamu inget ya Andre, mulai sekarang berhentiin semua murid kamu” jawab tante Reni
“biar tante yang bayar semua biayanya, tapi kamu harus selalu ada saat tante telpon” sambungnya lagi

Aku sudah terjerembab diantara 2 wanita itu, aku mau beristirahat.. aku sudah tidak menjawab kata2 tante Reni lagi dan tertidur.
Jam 7.30 Malam aku terbangun, Cynthia yang memanggilku dan mengajak ke ruang makan. Tante Reni sudah masak makanan spesial, Sapi masak Jamur (katanya bisa bikin “kuat”), Tiram mentah (ini juga bikin “kuat”), dan beberapa sayur lain.
makanan pencuci mulutnya sarang walet (ini bisa nambah banyak spermanya yang artinya jadi lebih “kuat” juga).
“Andre, diluar masih hujan. Di TV banyak daerah macet karena banjir” tante Reni membuka pembicaraan
“Ko Andre malem ini nginep aja yaa!” lanjut Cynthia dengan suara manja
“iya ndre, kamu disini aja..” tante Reni menambahkan
“lagian masih banyak pelajaran yang mau aku tanya ke koko..” kata Cynthia dengan mata genit, tangannya menggerepe kontolku dari bawah meja makan.
“tapi.. aku juga banyak tugas” jawabku
“jangan alasan Dre, kamu kan gak perlu buru2 lulus” rayu tante Reni.
“yah, okelah.. ada kalian berdua aku pasti seneng” jawabku tersenyum

Malam itu pukul 11 saat pembantu2 terlelap, aku dan Cynthia menuju kamar tante Reni. Di Jacuzzi kamar mandinya kami bercinta gila2an lagi, kami juga sempat pindah ke kolam renang di taman belakangnya, tapi karena takut terlihat pembantu kami putuskan untuk pindah lagi ke ruang keluarga di dalam. Kami tidur jam 5 pagi. Aku dicekoki Viagra saat sudah lemas karena orgasme beberapa kali.
Nampaknya tante Reni sedang “kemaruk” sehingga tiap saat ingin merasakan kontolku.

Sejak hari itu aku resmi menjadi pemuas tante REni, pak Asep dipecat dan ganti supir baru yang tidak tahu apa2. Sedangkan Cynthia tidak terlalu sering ikutan karena memang tante Reni coba sembunyi2.
Aku baru tahu kalau Ayahnya ternyata memang luar biasa kaya dan memiliki rumah di berbagai Negara, tentu saja lengkap dengan Selir2nya juga.
Jadi Permaisuri kesepian ini biar aku saja yang puaskan.
Aku sebenarnya paling suka kalau ada kesempatan berdua saja dengan Cynthia.. maklum lah, lebih seret dan tentu saja menjanjikan..
Seperti permintaan tante Reni, aku berhenti mengajar. tapi aku tetap mengejar skripsiku. Selama setengah tahun hidupku bak Raja tapi juga serasa budak.
Aku segera susulkan ceritaku yang lain masih disekitar Cythia dan Tante Reni.

Cinta Tulusku  

Saya seorang Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta di kota M dengan panggilan Edwin. Tiga tahun yang lalu saya sehabis pulang kuliah belanja ke sebuah Toko Serba Ada yang lumayan besar di Kota M ini, karena saya seorang anak kost belanjanya juga disesuaikan dengan kantong anak kost yaitu Mie Instant dan soft drink kesukaan saya. Setelah beres keliling Toserba tersebut saya mulai antri di kassa. Sampai di kassa saya di layani oleh seorang kasir yang manis dengan body yang ramping dengan ukuran yang sangat proporsional di tambah kulitnya yang mulus dan kuning langsat, rambutnya di potong tidak terlalu pendek sehingga sangat jelas kelihatan sekali jenjang lehernya, umurnya kira-kira 30 thn. Kasir tersebut menghitung belanjaan saya yang tak banyak itu kemudian saya bayar semuanya kebetulan di saku banyak uang receh seratusan. Saat di kasih ke kasir dia nyeletuk, ” Wah anak Kost yah..?”, sambil tersenyum manis menatapku.
“Iya Mbak nih.., anak kost, mentang-mentang belanjaannya kayak gini sama duitnya receh Mbak langsung tahu saya anak Kost Makasih.., Mbak”, jawab saya sambil pergi meninggalkan kassa tak lupa juga membalas senyumnya.

Dua hari kemudian saya kembali ke tempat itu lagi, dengan harapan ketemu kasir yang cantik itu dan untuk belanja Mie dan Soft drink lagi, setelah saya melihat-lihat di luar, kasir tersebut ada, saya masuk untuk membeli Mie dan Soft drink setelah selesai langsung ke kassa yang ditempati kasir yang manis tersebut, baru sampai di depannya dia sudah ngomong, “Eh ini yang kemarin yach..?, “tanyanya.
“Lho Kok tau sich”, aku menjawab.
“Dari Belanjaanya tuh..!”, jawabnya lagi. Sambil Dia menghitung belanjaan dan kebetulan antrian masih kosong dia bilang.
“Mau lagi nggak saya kasih satu lagi coca-colanya..?”.
“Bener Nich mau ngasih saya..?”, jawab saya.
“Bener saya mau ngasih satu khusus buat anak Kos”, dia jawab sambil tertawa kemudian dia menyuruh teman kerjanya yg lain untuk mengambil minuman tersebut lantas saya bayar sambil memberi dia sebuah voucher di Cafe Gaul terkenal.
“Ini.., buat Mbak.., kalo Mbak mau..”.
“Iya saya mau..”, jawab dia.
Kemudian dia memberi saya no telepon, “Ini no telepon dan nama saya.., telepon yah..”.
“Oh.., Namanya Mbak Retno, nanti saya telepon dech..!”, saya menjawab sambil meninggalkan tempat itu.

Sekitar Jam tujuh malam saya telepon Mbak Retno setelah ngomong ngalor-ngidul dia bilang tidak ada siapa-siapa di rumah. Saya ajak Mbak Retno untuk makan malam kebetulan rumahnya tidak begitu jauh dari kost saya. Saya janjian untuk ketemu di perempatan jalan yang sudah kami tentukan. Setelah bertemu, kami langsung belanja makanan di Warteg dan terus ke rumah kost saya dan masuk ke kamar saya. Selama kita makan hanya cuman ngobrol-ngobrol saja sampai kemudian dia minta pulang karena takut orang tuanya sudah datang, tak lupa juga saya janji mau menjemput Mbak Retno besok sore sehabis pulang kerja buat minta bantuin tugas kuliah yang belum selesai.

Besoknya Jam 17.00 saya jemput dia di tempat kerjanya langsung ke rumah kost kemudian saya menyiapkan beberapa lembar Draft tugas yang mesti Mbak Retno tandai pakai stabillo, selama saya dan Mbak Retno menggambar, kita saling becanda mengomentari hasil kerja masing-masing. Saya mengambil stabillo yang di pegang Mbak Retno sambil berkata, “Udah.., ah istirahat dulu sudah banyak tuh draft yang udah kamu tandain”.
“Tanggung.., dikit lagi nih”, jawab dia sambil mencoba merebut stabillo. Tanpa di sadari saat mencoba merebut stabillo buah dada Mbak Retno menepel pada dada saya yang pada waktu itu duduk saling berhadapan, karena Mbak Retno tak berhasil merebut stabillo dari tangan saya kita saling bertatapan saling memandang diam seribu bahasa.

Secara Naluriah tanpa disuruh saya dan Mbak Retno saling mendekatkan mulut masing-masing sampai kemudian bercumbu dengan hebatnya dan bergantian mengulum lidah. Tangang kanan saya mulai meraba-raba buah dada Mbak Retno yang ukurannya sedang-sedang saja, kemudian saya membaringkan Mbak Retno di tepat tidur. Saya remas-remas buah dada Mbak Retno bergantian sampai dia mengerang, “Edwin.., nikmat.., Edwin terusin egh.., egh”. Mendengar erangannya saya makin bernafsu untuk meramas buah dada Mbak Retno,

Setelah puas meremas buah badanya, saya buka pakaian dan BH yang dipakainya, setelah terbuka langsung saya menjilati, menyedot, memilin kedua puting susunya yang di rasakan sangat nikmat sekali.
“Ah.., nikmat sekali.., ayo terus”, Mbak Retno mendesah, Saya sesekali mengigit mesra puting dan bagian susu yang lainya sampai merah. Mbak Retno tampak menikmati apa yang saya lakukan terlihat dari matanya yang merem-melek dan erangannya yang semakin keras juga pantatnya terlihat menggelinjang dan menggoyang-goyangkannya seperti orang yg sedang bersetubuh walaupun badan saya tertelungkup di pingir badan Mbak Retno. Saya semakin bernafsu dengan menjilati bagian badan yang lainnya seperti perut dan pusar sampai semua bagian itu sudah tidak ada yang terlewati.

Kemudian jilatan saya diteruskan ke kemaluannya terhenti sejenak karena Rok dan celana dalamnya masih terpakai, saat mau kubuka Mbak Retno berkata dengan Lirih, “Edwin jangan.., Edwin.., jangan”, aku tidak peduli dengan rintihannya, dengan sedikit memaksa aku berhasil membuka rok dan celana dalamnya, saya jilati bagian clitorisnya. Tak bisa di tahan lagi Mbak Retno mengelinjang dan menggoyang-goyang pantatnya semakin hebat dan semakin cepat. melihat tingkah Mbak Retno yang semakin tidak terkendali saya buka baju dan celana saya, kemaluan saya yang sejak tadi menegang terus sudah tidak sabar ingin dimasukan ke lubang kemaluan Mbak Retno. Ketika mau di masukkan, Mbak Retno menahan batang kemaluan saya dengan tangannya sambil berkata, “Jangan Edwin.., jangan.., jangan”, saya sempat berpikir sejenak nih anak bahasa tubuh sama mulutnya lain sekali, mulut bilang begitu tapi tubuh tetap mengelinjang dan mengoyangkan pantatnya.

“Mbak Retno.., nggak apa-apa sayang.., saya pinjam lubang Mbak sebentar aja..”, akhirnya dengan sedikit rayuan tersebut Mbak Retno mau menuntun kemaluan saya untuk dimasukkan ke Lubang kemaluannya. Setelah masuk semuanya Mbak Retno sedikit merintih, “Enak.., Edwin”, tanpa di komando Mbak Retno langsung mengoyang pantatnya sementara saya di atas memberi kesempatan Mbak Retno untuk dapat menikmatinya. Setelah beberapa menit Mbak Retno tampak kelihatan mau orgasme terlihat dengan mencengkram keras badan saya dan goyangannya makin cepat, juga kemaluannya yang semakin mencengkram kemaluan saya, “Ergg.., hh”, Mbak Retno pindah mencengkram pantat saya dengan sangat kuat, kemudian berhenti mengoyangkan pantatnya.

Kini bagian saya yang mengoyangkan pantat.., maju mundur.., maju mundur. Kemaluan Mbak Retno mengeluarkan bunyi, “Plok.., plok.., plok.., plok”, karena adanya gesekan kemaluan saya dengan kemaluan Mbak Retno yang telah basah oleh cairan yang keluar dari Lubang kemaluan Mbak Retno, sementara Mbak Retno hanya terengah-engah dan mengoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, tak lama kemudian saya oragasme, “Crot.., crot.., crot”, cairan mani saya keluar memenuhi lubang kemaluan Mbak Retno. Saya terengah-engah dan tertelungkup menindih badannya dengan sejuta tanda tanya di kepalaku, “Gimana kalo si Mbak Retno ini penyakitan, gimana kalo si Mbak Retno ini hamil, Gimana kalo si Mbak Retno ini ngajak kawin”, itulah beberapa pikiranku saat itu.

Kemudian Mbak Retno mengusap keringat di kening saya dengan tissue yang ada di meja sebelah tempat tidur. Mbak Retno berkata, “Kamu cape sayang..?”, saya mengangguk kemudian mengelus-ngelus rambutnya, terlihat di matanya ada air mata yang meleleh.
“Kenapa kamu nangis sayang..?”, tanyaku.
“Saya mau berterus terang sama kamu Edwin..” Mbak Retno menjawab dengan air mata yang masih meleleh.
“Saya sudah pernah menikah.., Edwin..”.
“Apa..!”, jawabku agak sediikit kaget.
“Trus suami kamu kemana..?”, saya bertanya.
“Suami saya telah meninggalkan saya tanpa tanggung jawab tujuh tahun yang lalu..”, jawabnya sedih.
“Udah punya anak..?” tanyaku, Mbak Retno menggelengkan kepala sambil mengusap air matanya yang masih meleleh. Masih dalam keadaan bugil saya dan Mbak Retno ngobrol banyak tentang keadaannya, dari situ saya tahu Mbak Retno kawin muda karena kecelakaan sama cowok yang tidak bertanggung jawab sehingga dia mengorbankan kuliahnya di fakutas sastra pada salah satu Kampus Negeri Terkenal di kota SB karena orang tuanya tidak menyetujui perkawinannya dan suaminya itu tidak menafkahinya. Setelah ngobrol panjang saya dan Mbak Retno bermain seks sekali lagi tanpa takut dia hamil, karena Mbak Retno mengunakan alat kontrasepsi ketika suaminya masih ada, kemudian Mbak Retno dan saya mandi berdua di kamar mandi yang menyatu dengan kamar kost dan saya mengantarkanya pulang.

Setelah kejadian itu saya dan Mbak Retno sering melakukan seks di kost saya sampai sekarang, apabila saya udah horny tinggal telepon sama dia, begitu juga bila dia ingin ngesex. Mbak Retno suka dateng mengunjungi rumah kost saya, sampai pada akhirnya karena Mbak Retno perhatian, ketulusanya, sayang dan setia banget sama saya juga servisnya di tempat tidur yang hebat sekali saya bilang “I Love U ” pada Mbak Retno. Saya sudah bisa menerima masa lalunya dan sekarang Mbak Retno jadi pendamping saya sampai kini, entah nanti.

Tempat Kost Temanku Yang…  

Cerita ini terjadi waktu aku datang ke wisudanya di Manggala Wana Bakti, nah setelah selesai di wisuda ceritanya aku dan dia itu ke tempat kostnya di daerah Palmerah. Nama temanku Tina (sudah disamarkan). Secara garis besar dia adalah seorang gadis yang cantik dengan ukuran dada 36B, lalu dengan tinggi 159 cm dan berat 48 kg, dan rambut hitam legam sepundak, memang 2 tahun lebih tua dari aku, aku kenal sama dia pas waktu dia mengulang salah satu mata kuliah di semester 2 sejak itu aku cukup akrab dengan dia, dan dia adalah satu-satunya orang yang tahu pengalaman misteriusku dengan Vita. Tina adalah anak seorang pengusaha sukses di Bali, tapi karena dia ingin sekali kuliah jurusan komputer di Jakarta, akhirnya dia kost di dekat kampus, karena memang Tina tidak mempunyai keluarga di Jakarta

Sesampainya di tempat kostnya terus terang aku kagum banget karena rumah kost Tina itu bagus banget, memang sih Tina pernah bilang tempat kostnya tuh mahal sekali satu bulan bayarnya sekitar 600.000-an tapi aku tidak menyangka bahwa rumah kostnya sebagus ini, soalnya biasanya dimana-mana tempat kost identik dengan rumah sederhana, tapi kali ini ternyata aku melihat sebuah rumah kost yang megah. Akhirnya terpaksa aku menyudahkan lamunkanku karena aku mendengar teriakan 3 orang wanita, yang ternyata teman kostnya Tina, setelah itu aku dikenalkan Tina dengan ketiga teman kostnya itu. Nama ke tiga anak kost itu ada Silvi, Anna, Sonia. Silvi adalah seorang wanita yang aku perkirakan berusia sekitar 23 tahun, cukup cantik dengan rambut ikal sebahu. Anna seorang wanita berusia 22 tahun, mahasiswi tingkat akhir di kampus yang sama dengan aku dan Tina, walaupun tidak terlalu cantik tapi dada dan pantatnya terlihar padat dan menantang lalu Sonia seorang wanita yang berusia 24 tahun dan terlihat paling cantik diantara Silvi dan Anna.

Singkat cerita akhirnya kami berlima pesta pora merayakan wisuda Tina, memang aku sempat tanya ada berapa anak kost di rumah ini menurut mereka ada 5 orang semuanya wanita tapi yang satu sekarang sedang pulang ke kampung halamannya. Lalu aku juga sempat tanya dimana majikannya, lalu kata mereka majikannya ada di Canada, dan segala keperluan rumah sudah diserahkan kepada seorang pembantu rumah tangga yang sengaja disiapkan disana.

Lalu disela-sela obrolan kami, aku sempat melihat ada seorang gadis yang berusia sekitar 21 tahun keluar dari dalam, aku pikir ini juga anak kost disini karena dia terlihat amat cantik hanya bedanya kecantikan gadis yang baru kulihat ini lebih alami dan natural. Dan rupanya Tina melihatku sedang memperhatikan gadis itu sehingga dia berkata “Hei Tom, sudah donk masa lu ngeliatin si Susi saja”, “Oh, jadi dia namanya Susi toch, apa dia juga anak kost disini?” tanyaku. Eh mereka semua malah pada senyum, lalu Sonia bilang “Tommy.., Tommy.., sudah aku bilang disini cuma ada 5 orang plus 1 pembantu, dan sekarang teman kami yang satu sedang pulang kampung!”. “Jadi artinya Susi itu pembantu kalian donk”, potongku dan mereka semua menjawab serempak “Pinter”, dan setelah itu mereka mengolok-ngolokku, karena menurut mereka aku tuch naksir sama Susi.

Lalu mungkin gara-gara itu kami jadi ngelantur bercerita tentang Susi, dan akhirnya mereka berempat mengajakku taruhan bisa tidak aku mengajak Susi yang masih virgin dan tidak pernah pergi sama laki-laki itu ML denganku. Aku sempat bilang lu orang pada gila yach, tapi karena aku diolok-olok dan dikatain chicken, dll akhirnya aku sanggupin juga dech untuk mencobanya, lalu aku bilang “Tapi dengan syarat lu orang harus membantu rencanaku, dan kalau aku berhasil taruhannya apa donk?” dan akhirnya setelah mikir sejenak Sonia bilang “Kalau kamu berhasil kamu boleh minta apa saja”, “Oke..” jawabku.

Lalu aku bilang, “Aku punya rencana begini, nanti aku pura-pura sakit dan tidur di kamar Tina, terus lu suruh dia tolong kerokin aku, lalu pas lagi di kerokin aku akan suruh dia nyalahin VCD yang tentu saja isinya film bokep”. Dan akhirnya Tina dan Sonia yang menuju ke dalam mencari Susi, sedang aku Anna, dan Silvi menuju ke kamar Tina, disana aku tiduran sambil pura-pura pakai balsem, dan seperti orang masuk angin. Tidak beberapa lama kemudian, aku lihat Susi dan bersama Tina dan Sonia, lalu akhirnya mereka berempat keluar tinggal aku dan Susi berdua di kamar. Lalu aku dengar ada suara yang sangat lembut menyapaku “Ada apa Mas?”, lalu dengan gugup aku menyahut “Nggak nich Mbak, saya sepertinya masuk angin, bisa minta tolong kerokin nggak yach?”. “Boleh Mas”, jawab Susi lagi, lalu dia mengambil minyak kayu putih dan uang logam seratusan, dan dia menyuruh aku membuka baju lalu dia mulai mengeroki badanku. Dan seperti rencanaku akhirnya aku meminta tolong padanya mengambilkan remote, lalu aku menyalakan TV dan VCD.

Dan setelah menyala, langsung dech terlihat adegan syur di TV, dan aku merasakan seketika itu juga uang logam yang dipegang Susi jatuh ke lantai, lalu aku bilang ke Susi. “Sus, maaf yach saya mau nonton film ini soalnya besok pagi sudah harus dikembaliin, kamu nggak ‘pa-’pa kan yach?”. Lalu dengan gugup aku lihat dia bilang “Nggakk pappaa kok, Mas”, lalu aku tanya lagi “Kamu pernah nonton film beginian Sus?”, “Dan dia bilang belum pernah, Mas”, lalu aku lihat dia mengambil duit logam dan kembali mengerokiku dan aku kembali menikmati adegan syur di depan mataku, tapi lama kelamaan aku merasakan kerokan Susi semakin melemah dan nafasnya kian memburu dan lalu aku pikir ini adalah saat terbaik untuk memulainya, lalu akhirnya tanganku mulai menyentuh pahanya, dan karena tidak ada reaksi menolak lalu tangan aku mulai semakin naik dan akhirnya sampai di payudaranya dan lagi-lagi dia diam, lalu aku langsung balik badan dan langsung memeluk dan menciumnya, dan karena dia masih virgin dia agak lama baru membalas ciumanku, dan walaupun tampak kaku, aku merasakan kenikmatan tersendiri, setelah itu aku mulai perlahan-lahan membuka kaos dan roknya, dan lalu aku mulai meremas-remas payudaranya yang hanya dilapisi oleh BH warna krem, dan aku lihat dia tuch meringis kenikmatan, dan setelah puas bermain di payudaranya tanganku segera kebawah dan meraba-raba CD-nya yang sudah basah, lalu aku mulai mengesekkan jariku perlahan-lahan dan aku lihat dia tuch semakin menggelinjang kenikmatan, setelah itu aku membuka CD-nya dan kemudian mulai menjilat-jilat liang kewanitaannya, dan mencari clitnya.

Dan sewaktu lidahku bermain di dalam liang kewanitaannya tanganku kembali bergerak ke atas dan membuka BH-nya dan bermain di atas payudaranya 15 menit kemudian, aku sudahi permainanku di liang kewanitaannya, dan aku-pun mulai mencopot kemeja dan celanaku di depan Susi, dan mungkin karena tidak tahu apa yang harus dilakukannya Susi diam saja, dan pas aku menurunkan CD-ku, Susi berteriak kecil “Ahh..” dan aku jadi kaget, dan aku bilang “Ada apa Sus?”, dan dia bilang “Saya ngeri ngeliat barang Mas”. Dan lalu dengan senyum aku bilang tidak apa-apa, lalu aku bawa tangannya ke penisku, dan lalu dengan malu-malu dia memegang penisku dan mengocoknya pelan-pelan. Dalam hati aku berkata wah nich anak pinter juga, baru sekali nonton BF tahu apa yang harus dilakukannya.

Dan tidak beberapa lama kemudian aku suruh dia mengisap penisku, tapi mula-mula dia bilang nggak mau karena geli tapi karena terus di paksa akhirnya dia lakukan juga. Dan untuk seorang pemula hisapan Susi cukup hebat (walaupun tidak sehebat Vita), setelah puas aku lalu menyuruhnya udahan dan kemudian aku bersiap-siap untuk memasukkan penisku ke liang senggamanya, dan sesampainya di depan liang kenikmatannya dia langsung bangun dan bilang “Nggak boleh donk Mas kan saya masih perawan”. Dalam hati aku berkata sial nich cewek bisa kalah dech aku, tapi akhirnya aku nggak kehabisan akal lalu perlahan-lahan aku bilang kalau dia nggak mau yach sudah saya nggak masukin semua hanya ujungnya saja dan itu nggak merusak selaput daranya. Akhirnya dengan perjuangan keras aku diijinkan untuk memasukkan kepala penisku di liang surganya, dan lalu aku mulai memasukkannya perlahan-lahan. Dan seperti dugaanku liang senggamanya amat sempit sehingga aku agak menemui kesusahan memasukkan kepala penisku.

Dan setelah masuk aku mulai menarik dan memasukkannya perlahan-lahan, dan seperti dugaanku Susi keenakan, dan dia lalu berkata “Mas masukkin semua donk masa kepalanya doank!” lalu dengan pura-pura bodoh aku bilang “Kata kamu kepalanya saja, tapi lalu dia bilang “Nggak ‘pa-’pa dech Mas ayo donk cepat Mas!”. Akhirnya aku memasukkan sisa penisku ke liang kewanitaannya. Setelah masuk aku mulai menggoyangkannya, beberapa menit kemudian aku menarik penisku dan menyuruh dia nungging dan aku melakukannya dengan posisi dog style, sekitar 10 menit kemudian aku dengar Susi bilang “Mas kok saya tiba-tiba mau pipis sich yach?” terus aku bilang “Kalau itu bukan pipis tapi tandanya kamu hampir orgasme”. Dan aku suruh dia tahan sebentar karena aku juga sudah mau keluar dan 3 menit kemudian aku keluar barengan dengan dia.

Setelah itu aku dan dia jatuh ke ranjang, dan aku sempat lihat spermaku yang berceceran di lantai beserta beberapa bercak darah, setelah itu aku bilang terima kasih ke dia, dan dia lalu keluar kamar dan aku pun ke kamar mandi untuk membersihkan badanku yang penuh dengan keringat.

Setelah aku selesai mandi, aku lalu keluar kamar dan aku nggak menemui Tina, dan ketiga kawannya di ruang depan, dan aku sempat clingak-clinguk dech nyariin mereka, dan tiba-tiba aku dengar ada suara yang memanggilku dari arah sebelah kiriku, “Tom, sini donk Tom, kita juga mau ngerasain barang kamu donk”. Spontan aku menghadap ke asal suara tersebut dan aku lihat Silvi yang sudah berada dalam keadaan polos memanggilku di muka pintu kamarnya. Langsung dech adikku yang tadinya sudah kembali tidur tegak lagi, dan segera aku menyamperi Silvi yang memang sudah menungguku, sesampainya di dalam kamar aku sampai kaget melihat ternyata di dalam kamar itu bukan hanya terdapat Silvi saja tetapi juga ada Tina, Sonia, dan Anna, hanya mereka bertiga masih berpakaian lengkap. Aku bilang ke Tina, “Tuch kan Tin, aku berhasil kan naklukin Susi” Iya dech Tom, kita percaya sekarang”. Setelah itu aku langsung bilang “Ayo sekarang aku minta hadiahku”. Lalu jawab mereka “Eloe minta hadiah apa?”. Langsung dech otakku mikir minta apa yach, terus aku bilang “Aku pengen tidur bareng kalian bertiga sekaligus”, dan reaksinya mereka berempat langsung teriak “Yes, siapa takut memang itu kok yang kami harapkan”, lalu Silvi sempat nambahin, “Tahu nggak Tom, kenapa aku bugil supaya lu nafsu lihat aku dan minta ML sama aku ternyata siasat aku berhasil, lagian tadi kan pas lu ML sama Susi kita pada ngintip lho”, dan aku langsung dech berpura-pura terkejut padahal sich aku tahu kok he he he, tapi aku diam saja sok cool.

Setelah itu Anna, Tina dan Sonia mulai striptease di depanku sambil perlahan-lahan membuka bajunya satu persatu sampai mereka semua benar-benar bugil, dan akibatnya adikku yang memang dari tadi sudah bangun jadi semakin tegak, dan setelah mereka selesai dengan baju mereka sendiri mereka dengan ganas langsung menyerbuku, dan dengan penuh nafsu birahi, mereka mempreteli baju dan celanaku satu demi satu, dan ketika celana dalamku diturunkan mereka sempat terpesona melihat barangku, lalu tiba-tiba Tina menunduk dan langsung menjilat-jilat penisku sementara Anna langsung mengarahkan liang kewanitaannya ke mulutku yang langsung saja kusambut dengan jilatan-jilatan di sekitar liang kewanitaannya, sementara itu tanganku menggerayangi payudara Sonia, sementara itu pula Sonia menjilat payudara Silvi, lalu kami saling berganti-ganti posisi, setelah puas dengan gaya tersebut aku mulai bangkit dan mula-mula aku mengarahkan penisku ke arah liang kewanitaan Tina, dan sumpah aku menemui kesulitan untuk memasukkan penisku tersebut tapi dengan upaya keras akhirnya aku berhasil untuk memasukkannya, setelah beberapa lama aku dengar Tina merintih dengan keras dan akhirnya dia orgasme, lalu kucabut penisku dari liang senggamanya, dan aku sempat lihat ada bercak darah di penisku, dan aku sempat tanya “Tin, lu masih virgin yach?” dan Tina menjawab katanya “Kami berempat masih virgin Tom”, busyet aku hoki benar dalam semalam dapat 5 cewek masih virgin semua.

Lalu aku mulai mencoba memasukkan penisku ke liang kewanitaan Silvi, kali ini aku lebih pelan-pelan dan santai, walaupun sulit tapi tidak sesulit sewaktu aku memasukkan penisku ke liang kewanitaan Tina, mungkin karena penisku sekarang sudah basah, dan kulihat liang kewanitaan Silvi pun sudah sangat basah, lalu aku kembali memaju mundurkan pantatku, sekitar 10 menit aku merasa bahwa spermaku akan segera keluar, lalu aku langsung menurunkan tempo goyanganku, dan segera aku mulai mengalihkan permainanku ke arah payudara Silvi, setelah beberapa lama aku kembali mulai mempercepat goyangan pantatku, tapi itupun tak bertahan lama karena 5 menit kemudian aku sudah ingin mengeluarkan sperma lagi, sebetulnya ingin aku tahan tapi karena aku kasihan sama Silvi orgasmenya tertunda melulu, terpaksa aku malah mempercepat laju permainanku dan 3 menit kemudian aku bilang sama dia “Aku sudah mau keluar nich, aku keluarin di dalam atau di luar?”. Lalu dia jawab “Di dalam saja”. Akhirnya aku dan dia keluar secara bersamaan.

Setelah itu aku merebahkan diri ke tempat tidur, tapi baru sepuluh menit aku tiduran aku merasakan barangku saja yang dijilat-jilat, dan ternyata aku lihat kali ini Anna yang menjilat-jilat barangku, akhirnya adikku bangun lagi dech dan aku langsung melepas barangku dari mulutnya dan langsung mengarahkan barangku ke kemaluannya, dan kali ini aku kembali menemui kesulitan, karena liang kewanitaan Anna benar-benar sempit, dan kecil, penisku sampai perih rasanya, akhirnya dengan sedikit paksaan aku berhasil juga memasukkan barangku ke dalam liang surganya, sekitar 15 menit kemudian Anna teriak Tom, aku mau orgasme nich, dan aku langsung bilang “Tunggu donk aku juga sudah mau orgasme nich”. Akhirnya aku mempercepat pola permainan, dan akhirnya aku keluar barengan dia di dalam liang senggamanya. Setelah itu aku langsung tiduran lagi, tapi aku liat kali ini Sonia menyamperi aku dan bilang “Tom giliran aku kapan?” “terus aku bilang besok saja yach aku cape nich”. Tapi sebagai jawabnya dia malah merenggut dan langsung mengocok-ngocok barangku, dan secara perlahan barangku kembali bangun, setelah bangun secara maksimal, Sonia lalu berdiri dan duduk tepat diatas barangku sambil tangannya perlahan membuka bibir kemaluannya, dan aku merasakan perih di sekitar barangku, karena Sonia memasukkannya dengan agak keras, setelah itu dia mulai mengoyang-goyangkan pantatnya naik turun sambil sesekali dia mengoyang-goyangkannya ke depan dan ke belakang, karena merasa nikmat sekali nggak sampai 10 menit aku merasa aku sudah mau orgasme, dan aku bilang ke Sonia “Son, aku sudah mau orgasme nich”, dan sebagai jawabannya dia mencabut barangku dan mengulum kembali barangku dan akhirnya aku memuntahkan spermaku di mulutnya dan kemudian diminum semua oleh Sonia “Obat awet muda katanya” Dan aku sich tersenyum saja mendengarnya.

Nggak lama kemudian aku tidur bersama mereka berempat dalam keadaan bugil. Sekitar Jam 7 pagi aku bangun dan menuju kamar mandi untuk mandi karena terus terang badanku lengket semua keringatan. Lalu aku mulai mandi dan menyabuni penisku, mungkin karena terkena tanganku eh adikku malah bangun lagi, dan ketika itu pintu kamar mandi terbuka, lalu aku lihat Tina masuk ke dalam, dan kaget “Gila lu Tom, mau onani yach, ngapain Tom, sayangkan lu buang gitu saja, mending buat aku, lalu setelah itu Tina nyamperin aku dan mulai memain-mainkan barangku sebentar lalu dia mulai mengulum penisku, sekitar 15 menit dia mengulum penisku, sampai akhirnya aku mengeluarkan spermaku di dalam, dan kemudian diminum seluruhnya oleh Tina, nggak beberapa lama kemudian dia malah nungging dan minta di fuck dengan posisi doggy style, tadinya aku sudah mau nolak dan jelasin bahwa sebenarnya aku lagi bersihin barangku bukan onani, tapi karena nafsu lihat pantat mulus akhirnya aku masukin juga barangku ke liang kewanitaannya, dan kali ini aku nggak sesulit sewaktu memasukkan barangku tadi malam, dan setelah puas dengan doggy style dia malah minta fuck dengan gaya monyet, dimana aku ngefuck sambil ngegendong dia, yach sudah dech akhirnya aku lakukan juga permintaan dia, 5 menit kemudian aku merasa bahwa aku mau orgasme, dan dia bilang “Yach sudah Tom keluarin di dalam saja, aku pengen ngerasain sperma kamu kok” Akhirnya aku keluarin juga dech spermaku di dalam liang kewanitaannya, lalu setelah itu kita malah mandi bersama dan sekitar pukul 9 pagi aku balik ke rumah dan tidur sampai malam.

Sekali mendayung dua pulau terlampaui  

Kejadian ini juga berawal dari email yang masuk memberikan komentar atas kisahku yang dimuat. Rambut kemaluannya tipis sekali, bukan karena tidak tumbuh lebat, melainkan Dewi rajin mencukurnya. Dan ketika burungku bersentuhan dengan bibir vagina bagian luarnya, mengalir perasaan sedikit geli karena rambut-rambut kecilnya tajam menusuk sekitar kemaluanku.

Namun gesekan itu tidak berhenti sampai disitu, vagina yang sudah basah mempermudah jalan masuk penisku yang sudah keras menembus dinding dalam vagina yang walaupun sudah tidak sempit lagi tetapi masih terasa nikmat untuk dikocok keluar masuk pelan, kencang, pelan, kencang.
“Ogh… ogh..!” suaraku sudah tidak teratur lagi.
Gerakan pinggul Dewi sudah semakin liar dan tidak teratur.
“Mmhh.. mmhh.. yaagghh..!” sepertinya orgasme akan datang, dan Dewi tampak menikmatinya.

Tidak sampai lima menit dari penetrasi, Dewi orgasme, dan aku mempercepat gesekanku agar dapat klimaks juga.
“Yess..!”
Aku sempat kaget ketika spermaku berhamburan, sementara aku belum siap menarik keluar burungku, Dewi berteriak. Dia sengaja menekan pantatku supaya aku tidak dapat menarik keluar burungku, dan spermaku keluar di dalam vaginanya.

Kesokan harinya aku datang ke tempat Santi, dan tanpa basa-basi setelah mengobrol seperlunya, kami ke kamar atas dan melucuti pakaian kami masing-masing hingga tidak ada satu pun yang tersisa. Seperti biasa, Santi pintar sekali memainkan lidahnya baik itu di mulutku, juga di kemaluanku. Sementara aku meraba-raba rambut kemaluannya yang lebat dan lurus. Vaginanya rapat dalam satu garis masih kering. Desah nafas kecil kami berdua membuat gerakan tanganku semakin aktif membuka dan mencari klitorisnya, sementara Santi mengajakku berlutut. Aku sudah paham dengan posisi yang diinginkan.

Burungku sudah dikulumnya, sementara lidahku juga sudah berhasil membuat vagina Santi mulai mengeluarkan cairan. Baunya agak berbeda dibanding Dewi, Santi lebih harum. Hisapan mulut Santi yang kuat dan dalam membuat burungku keras sekali dan kadang terasa sakit, namun anehnya Santi pandai mengatur irama, sehingga aku tidak keburu keluar. Dia sudah cukup mengerti daripada permainan usai dan dia belum apa-apa, lebih baik mengalah. Begitulah yang kualami.

Namanya Dewi, umur 37 tahun keturunan indo, tetapi sekilas tidak akan nampak karena rambutnya hitam lebat sebahu. Tinggi rata-rata wanita Indonesia 160 cm, payudara tidak terlalu besar, 32 cup B, kulitnya kuning langsat tetapi tidak terlalu mulus karena katanya waktu kecil nakal, sehingga sering jatuh dari sepeda. Hanya satu yang menunjukkan dia wanita blesteran, yaitu matanya yang biru laut. Semula aku juga mengira itu pun karena dia menggunakan kontak lens, tetapi ternyata mata indah itu memang asli dari sananya.

Percintaanku berawal dari sebuah pesta pernikahan teman istriku. Istriku? Ya, cerita kali ini aku sudah beristri. Bagi pembaca yang mengikuti ceritaku, 6 kisah sebelumnya memang aku belum beristri. Namun kini, meskipun aku sudah memiliki istri yang cantik, tetapi penyakitku untuk bercinta dengan wanita lain belum hilang, walaupun frekuensinya jauh kukurangi. Dan kisah ini adalah perselingkuhanku pertama sejak aku beristri.

Di pesta itu, tentu saja kami bertemu dengan banyak teman istriku. Seperti reuni begitulah gambarannya. Dan dari sekian banyak tamu, aku diperkenalkan dengan Santi, teman istriku waktu kelas dua SMA dulu.

Santi, gadis biasa saja dan masih single (saat itu berumur 26 tahun). Biarpun begitu, tubuhnya sangat ideal dan proporsional. Benar dugaanku, Santi adalah seorang peragawati semi professional. Berbeda dengan model, memang peragawati lebih mengandalkan bentuk tubuh dibanding wajah yang cantik. Namun demikian, dapat dikatakan Santi memiliki wajah yang khas.., ya khas perpaduan antara Jawa dan Itali. Betul. Santi gadis peranakan bapak Italia dan ibu Jawa Tengah. Kami bertiga cepat akrab, dan sebelum berpisah, masing-masing meninggalkan alamat dan nomor telpon.

Empat hari kemudian, Santi menelpon istriku. Kami diundang ulangtahun Santi yang ke 26 di rumahnya, dan hanya dihadiri kerabat dekat dan sanak saudara. Entah kenapa, kami juga ikut diundang, padahal istriku bukan termasuk teman dekatnya, bahkan saat SMA pun bukan termasuk kelompok bermainnya. Mungkin karena saat di pernikahan tempo hari kami termasuk yang akrab dan menemani Santi hingga acara usai, sehingga dia merasa tidak sendiri saat itu. Modal yang cukup untuk menjalin persahabatan baru, begitu mungkin pikiran Santi.

Di pesta ulangtahun itulah, kami diperkenalkan dengan Dewi, kakak perempuan tertua Santi. Karena Santi sibuk menemani sanak saudara, maka kami ditemani Dewi. Sendirian? Ya.., ternyata Dewi datang sendiri saja, karena dia telah bercerai dengan suaminya dua tahun yang lalu. Mantan suaminya adalah orang asing yang bekerja di perusahaan asing, ketika kontrak kerjanya habis, dia kembali ke negeri asalnya, karena terjadi ketidakcocokan, mereka bercerai dan dua anaknya yang masih kecil ikut mantan suaminya.

Bagaimana aku bisa tahu itu semua? Bukanlah hal yang sulit buatku untuk berbincang-bincang dan menggiring ke kehidupan keluarga, di acara pesta sekalipun.

Entah karena kami betah ngobrol atau mungkin karena pestanya tidak lama. Akhirnya tinggal kami berenam di rumah itu, Santi dan Dewi, kami berdua, dan kedua orangtua mereka. Tetapi hanya 15 menit saja orangtua Santi menemani kami, lantas undur diri dalam diskusi kami. Tinggalah kami berempat mengobrol hingga larut malam. Karena obrolan mengarah kepada kisah-kisah SMA dulu, maka aku dan Dewi mencari topik yang lain, karena memang aku tidak satu SMA dengan istriku, dan Dewi meskipun di SMA yang sama dengan mereka tetapi jaraknya jauh di atas, sehingga juga tidak mengerti.

Dari perbincangan dua kutub, akhirnya benar-benar menjadi dua tempat diskusi yang terpisah. Kami mengobrol di halaman depan, sementara Santi dan istriku ngobrol di ruang tengah sambil membuka-buka foto mereka masa SMA dulu. Sementara kami? Dewi lebih banyak ngobrol masalah kehidupan sehari-hari.

“Tidak mencoba cari suami lagi Mbak..?” tanyaku dalam obrolan kami.
“Ingin sih.., tapi masih trauma Dik Sakti.”
“Dua tahun menjanda kan cukup toh Mbak..?”
“Betul.., tapi tujuh tahun pernikahan yang kami jalani lebih membekas tuh..!”
“Trus ngapain dong kalau malam minggu..? Tidak mungkin di rumah aja kan..? Dan juga tidak mungkin jalan-jalan terus kan..?”
“Oh.., biasanya malam minggu aku sibukkan dengan main internet di rumah.”
“Wah, berarti tahu situs-situs porno dong..! Ha.. ha..!”
“Ih ngaco deh Dik Sakti ngomongnya, ntar aku bilangin istrinya lho..!”

“Pernah masuk ke 17thn nggak..?”
“Sering..,” jawab Dewi tanpa malu sambil menyebut beberapa cerita yang ada disana. Dan, “Hanya sebatas petting..?”
Betul, salah satu yang terucap dari bibirnya adalah kisah yang berjudul ‘Hanya Sebatas Peting’.
“Kenapa nggak coba menghubungi pengarangnya lewat email Mbak..?” pancingku agar dia mengirim email ke pengarang ‘Hanya Sebatas Peting’, ya.., agar dia mengirim ke emailku, karena aku lah pengarang kisah ‘Hanya Sebatas Peting’ tersebut.

Dua hari kemudian, dugaanku tepat, ada email masuk ke alamatku dan ingin berkenalan lebih jauh setelah membaca kisah ‘Hanya Sebatas Peting’. Aku tahu itu pasti Dewi. Ya, segera kubalas dengan memberikan no. HP-ku (kebetulan Dewi tidak tahu no. HP-ku). Alangkah terkejutnya Dewi ketika menelponku dan mengajak berhubungan seks, ternyata itu adalah aku, suami dari teman adiknya. Dan aku pun lebih terkejut lagi, dia ternyata bukan Dewi, tetapi Santi teman istriku. Santi dan Dewi menggunakan email yang sama dan sama-sama hobby membaca 17thn, dan rupanya Dewi menyuruh Santi mengirim email dan menelponnya. Aku terpaksa memohon untuk menutup rahasia ini dari istriku, dan sebagai balasannya kami bertiga akan bercinta.

Kami janjian di rumah Dewi, mula-mula kami bermain kartu, akhirnya Santi menawarkan strip poker. Cukup beruntung, setengah jam Santi dan Dewi dapat kukalahkan, dan seluruhnya berhasil kulucuti pakaiannya, sementara aku baru sebatas telanjang dada saja.

Permainan kami hentikan, dan aku memulai meraba tubuh Santi yang memang lebih seksi dibanding kakaknya Dewi. Meskipun belum menikah, tetapi sepertinya Santi sudah cukup pengalaman dengan pemanasan yang kumainkan. Terbukti, Santi mampu mengimbangi ciumanku, bahkan dalam posisi 69 sekalipun, Santi mampu memainkan burungku di rongga mulutnya cukup lama dan memainkan lidahnya di dalam sana.

Rambut kemaluannya lebih lebat dari Dewi dan lebih mengundang nafsu. Aku mencari klitorisnya dengan lidahku. Ketika kusentuh, terasa getaran reaksi dari Santi. Dapat dikatakan inilah foreplay terlama yang pernah kumainkan. Hanya dengan mengulum burungku, aku klimaks dan mengeluarkan sperma yang langsung ditelannya, setelah itu dijilatinya burungku hingga bersih, terus dan terus permainan tidak berhenti.

Meskipun burungku sudah mengecil karena orgasme, Santi tidak berhenti memainkan burungku di dalam mulutnya, sementara aku sudah kewalahan melayaninya, lidahku sampai pegal memainkan bibir vagina dan klitorisnya. Kulumanku kuhentikan dan kuganti dengan memainkan jemariku di lubang vaginanya yang basah. Dua jari sudah kumasukkan ke dalam lubang vaginanya yang hangat, dan Santi berhasil membangunkan burungku kembali setelah terkulai sekitar sepuluh menit. Dan Santi belum menyelesaikan permainannya.

Luar biasa! Telurku dimainkan dengan sentuhan lidahnya yang halus, merambat pelan bibirnya menyentuh burungku, dan dilumurinya seluruh permukaan burungku dengan jilatannya yang sedari tadi terasa hangat. Aku tidak mau keluar untuk yang kedua kalinya. 45 menit hanya untuk oral, aku segera berbalik badan dan mempersilakan Santi memegang burungku yang sudah keras, dibimbingnya dan diarahkan ke lubang vaginanya.

“Ooougghhh… my god..!” desahku.
Masuk sudah seluruh penisku di lubang kenikmatan Santi, posisiku di bawah dan Santi di atas. Sambil menghentak-hentakkan pantatnya naik turun memompa dan menjepit burungku, rupanya Santi lebih pengalaman dari yang kubayangkan. Kemana Dewi? Dia masih sabar menunggu gilirannya, tetapi aku sudah tidak kuat, daripada dia kecewa nantinya maka kuajak dia mengangkangiku tepat di atas kepalaku. Aku jilat veginanya semampuku, karena aku sudah tidak konsentrasi dan sulit bernafas karena permainan Santi.

Untunglah Dewi lebih mudah terangsang dari yang kuduga. Cukup lima menit vaginanya sudah basah terasa asin dan anyir, tidak seharum Santi. Aku semakin sulit bernafas karena goyangan Santi semakin cepat dan dalam menekan burungku. Sepertinya aku sudah mau dapat, dan Santi masih asyik dengan gerakannya. Maka dengan refleks kutarik batang kemaluanku dan Dewi kurebahkan di bawah. Burungku mengarah ke lubang vagina Dewi yang jauh lebih basah dari Santi, sementara tiga jariku kumasukkan ke vagina Santi menggantikan tugas burungku.

Aku tidak mau keluar sebelum Santi dapat, dan pasti aku kelelahan sebelum Dewi kulayani. Untunglah Santi dapat mengerti, dan tetap menikmati jemariku di dalam vaginanya. Dan Dewi sudah terengah-engah dengan gerakanku keluar masuk vaginanya yang lebih kecil dibanding Santi, walaupun tidak serapat Santi.

Teriakan yang tertahan menandakan Dewi mendapatkan kepuasan, untunglah tugasku sudah selesai dengan Dewi, sehingga aku dapat melanjutkan dengan Santi dan spermaku keluar untuk kedua kalinya tidak lama setelah kumasukkan ke dalam vagina Santi. Mudah-mudahan Santi pun puas, karena aku tidak melihat gejala dia orgasme meskipun kudengar dia teriak saat spermaku menyembur di vaginanya.

Badanku terasa lemas bercinta dengan dua perempuan sekaligus, untunglah Dewi tidak sehebat Santi. Maka sejak saat itu, aku tidak mau lagi bercinta sekaligus, aku baru mau kalau hanya satu-satu, dan aku lebih banyak bercinta dengan Santi karena selain lebih seksi, lebih bergairah dan yang terpenting aku dapat orgasme minimal dua kali. Pernah aku bertanya terus terang dengannya, apa Santi juga orgasme ketika bercinta denganku. Jawabannya kadang-kadang, tapi dia mengakui suka karena kebutuhannya terlampiaskan. Dan ketika tidak orgasme, dia selalu melanjutkan sendiri dengan ‘dildo’-nya.

Dua bulan hubungan kami bertiga berjalan hingga Santi meneruskan studinya ke Jerman memperdalam bidang Information Technology, dan Dewi masih tetap sendiri, hanya saja saat ini ada lelaki yang sedang dekat dengannya dan sepertinya dia mencoba untuk serius. Sementara aku masih tetap menjawab email yang masuk terutama wanita, tetapi kebanyakan mereka tidak ada yang seberani Santi dan Dewi untuk berlanjut lebih dari sekedar berkirim email.

Hingga suatu saat ada email yang kukira junk email dari luar negeri, dan ketika kubuka, Santi..!
“Hey… gue seneng disini. Gue bisa orgasme terus setiap berhubungan dengan temen-temen gue yang orang bule. Ha… ha… burungnya besar-besar lho.., dan penuh di mulut gue… ha… ha…” isi emailnya.
Sialan.., aku kesal tetapi tersenyum juga melihat isi emailnya.

Birahi perawat  

Hari ini adalah hari pertamaku tinggal di kota Bandung. Karena tugas kantorku, aku terpaksa tinggal di Bandung selama 5 hari dan weekend di Jakarta. Di kota kembang ini, aku menyewa kamar di rumah temanku. Menurutnya, rumah itu hanya ditinggali oleh Ayahnya yang sudah pikun, seorang perawat, dan seorang pembantu. “Rumah yang asri” gumamku dalam hati. Halaman yang hijau, penuh tanaman dan bunga yang segar dikombinasikan dengan kolam ikan berbentuk oval. Aku mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu dibukakan. Sesosok tubuh semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manisnya.
“Pak Rafi ya..”.
“Ya.., saya temannya Mas Anto yang akan menyewa kamar di sini. Lho, kamu kan pernah kerja di tetanggaku?”, jawabku surprise. Perawat ini memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter.
“Iya…, saya dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kimpoi lagi. Saya kan dulu janda pak.., tapi mungkin belum jodo.., ee dianya pergi sama orang lain.., ya sudah, akhirnya saya kerja di sini..”, Mataku memandangi sekujur tubuhnya.

Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang tidak pantas menjadi seorang perawat. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang semampai. Kedua matanya yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu.
Aku tergagap dan berkata, “Ee.., Mbak Tati, Bapak ada?”.
“Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anto sudah nitip sama saya. Mari saya antarkan ke kamar..”.

Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri, dan sebuah meja kerja. Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tati yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap. Ahh…, perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong.Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tati menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya.
“Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat..”.
“Ee…, ya.., terima kasih”, jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang.

Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anto yang sudah pikun itu. Ia tinggal sendiri di rumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu. Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati. Sore itu ia menggunakan daster tipis yang dikombinasikan dengan celana kulot yang juga tipis. Buah dadanya nampak semakin menyembul dengan dandanan seperti itu. Di rumah itu ada seorang pembantu berumur sekitar 17 tahun. Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati. Badannya bongsor dan motok. Ani namanya. Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku.

Hari demi hari berlalu. Karena kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang di rumah itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi hatinya. Begitu mudah keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati merasa tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku. Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun dengan lebatnya. Aku, karena sedang suntuk memasang VCD porno kesukaanku di laptopku. Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga…, Tati tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid interactive itu.

Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya, Tati tersipu dan berlari ke luar kamar.
“Mbak Tati..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih tangannya dan kutarik kembali ke kamarku.
“Mbak Tati…, mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok..”.
“Ah, ngga Pak…, malu aku..”, katanya sambil melengos.
“Lho.., kok malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak masih ngomong malu sama aku?”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku.
“Yuk kita nonton bareng yuk..”, Aku mendudukkan Tati di ranjangku dan pintu kamarku kukunci.

Dengan santai aku duduk di samping Tati sambil mengeraskan suara laptopku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan ke 2 bintang porno itu memang menakjubkan. Mereka bergumul dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tati yang sedari tadi takjub memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali menelan ludah. Nafasnya mulai memburu, dan buah dadanya terlihat naik turun. Aku memberanikan diri untuk memegang tangannya yang putih mulus itu. Tati tampak sedikit kaget, namun ia membiarkan tanganku membelai telapak tangannya. Terasa benar bahwa telapak tangan Tati basah oleh keringat. Aku membelai-belai tangannya seraya perlahan-lahan mulai mengusap pergelangan tangannya dan terus merayap ke arah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku memberanikan diri melingkarkan tanganku ke bahunya sambil membelai mesra bahunya. Namun ia belum berani untuk menatap mataku. Sambil memeluk bahunya, tangan kananku kumasukkan ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan montoknya pangkal buah dada Tati. Kubelai-belai seraya sesekali kutekan daging empuk yang menggunung di dada bagian kanannya.

Ketika kulihat tak ada reaksi dari Tati, secepat kilat kusisipkan tangganku ke dalam BH-nya…, kuangkat cup BH-nya dan kugenggam buah dada ranum si janda muda itu.
“Ohh.., Pak…, jangan..”, Bisiknya dengan serak seraya menoleh ke arahku dan mencoba menolak dengan menahan pergelangan tangan kananku dengan tangannya.
“Sshh…, ngga apa-apa Mbak…, ngga apa-apa..”.
“Nanti ketauanhh..”.
“Nggaa…, jangan takut..”, Kataku seraya dengan sigap memegang ujung puting buah dada Tati dengan ibu jari dan telunjukku, lalu kupelintir-pelintir ke kiri dan kanan.
“Ooh.., hh.., Pak.., Ouh.., jj.., jjanganhh.., ouh..”, Tati mulai merintih-rintih sambil memejamkan matanya. Pegangan tangannya mulai mengendor di pergelangan tanganku.

Saat itu juga, kusambar bibirnya yang sedari tadi sudah terbuka karena merintih-rintih.
“Ouhh.., mmff.., cuphh.., mpffhh..”, Dengan nafas tersengal-sengal Tati mulai membalas ciumanku. Kucoba mengulum lidahnya yang mungil, ketika kurasakan ia mulai membalas sedotanku. Bahkan ia kini mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin menelannya bulat-bulat. Tangannya kini sudah tidak menahan pergelanganku lagi, namun kedua-duanya sudah melingkari leherku. Malahan tangan kanannya digunakannya untuk menekan belakang kepalaku sehingga ciuman kami berdua semakin lengket dan bergairah. Momentum ini tak kusia-siakan. Sementara Tati melingkarkan kedua tangannya di leherku, akupun melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku melepaskan bibirku dari kulumannya, dan aku mulai menciumi leher putih Tati dengan buas. “aahh..Ouhh..” Tati menggelinjang kegelian dan tanganku mulai menyingkap daster di bagian pinggangnya. Kedua tanganku merayap cepat ke arah tali BH-nya dan, “tasss..” terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku ke dadanya.

Saat itulah lurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tati. Kenikmatan meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai ke ujung sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah menegang terasa semakin tegang dan keras. Rintihan-rintihan Tati mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil terutama saat kuremas buah dadanya dengan keras. Tati sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan mukaku. Ia bahkan mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke dalam kulotnya melalui perut, langsung ke dalam celana dalamnya. Walaupun kami berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tati saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya.

Hujan semakin deras saja mengguyur kota Bandung. Sesekali terdengar suara guntur bersahutan. Namun cuaca dingin tersebut sama sekali tidak mengurangi gairah kami berdua di saat itu. Gairah seorang lajang yang memiliki libido yang sangat tinggi dan seorang janda muda yang sudah lama sekali tidak menikmati sentuhan lelaki. Tati mengeratkan pelukannya di leherku ketika jemariku menyentuh bulu-bulu lebat di ujung vaginanya. Ia menghentikan ciumannya di kupingku dan terdiam sambil terus memejamkan matanya. Tubuhnya terasa menegang ketika jari tengahku mulai menyentuh vaginanya yang sudah terasa basah dan berlendir itu. Aku mulai mempermainkan vagina itu dan membelainya ke atas dan ke bawah. “Ouuhh Pak.., ouhh.., aahh.., g..g.ggelliiihh…”.

Tati sudah tidak bisa berkata-kata lagi selain merintih penuh nafsu ketika clitorisnya kutemukan dan kupermainkan. Seluruh badan Tati bergetar dan bergelinjang. Ia nampak sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Jeritan-jeritannya mulai terdengar keras. Sempat juga aku kawatir dibuatnya. Jangan-jangan seisi rumah mendengar apa yang tengah kami lakukan. Namun kerasnya suara hujan dan geledek di luar rumah menenangkanku. Benda kecil sebesar kacang itu terasa nikmat di ujung jari tengahku ketika aku memutar-mutarnya. Sambil mempermainkan clitorisnya, aku mulai menundukkan kepalaku dan menciumi buah dadanya yang masih tertutupi oleh daster.

Seolah mengerti, Tati menyingkapkan dasternya ke atas, sehingga dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu bergantung di hadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap buah dada yang berputing merah jambu itu. Putingnya terasa keras di dalam mulutku menandakan nafsu janda muda itupun sudah sampai di puncak. Tati mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku. Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya, “Enak Mbak?”. Sebagai jawabannya, Tati membenamkan kembali kepalaku ke dalam ranumnya buah dadanya. Jari tengahku yang masih mempermainkan clitorisnya kini kuarahkan ke lubang vagina Tati yang sudah menganga karena basah dan posisi pahanya yang mengangkang. Dengan pelan tapi pasti kubenamkan jari tengahku itu ke dalamnya dan, “Auuhh.., P.Paak.., hh”. Tati menjerit dan menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang. “Terrusshh.., auhh..”. Kugerakkan jariku keluar masuk di vaginanya dan Tati menggoyangkan pingggulnya mengikuti irama keluar masuknya jemariku itu.

Aku menghentikan ciumanku di buah dada Tati dan mulai mengecup bibir ranum janda itu. Matanya tak lagi terpejam, tapi memandang sayu ke mataku seakan berharap kenikmatan yang ia rasakan ini jangan pernah berakhir. Tangan kiriku yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tati ke balik celana pendekku. Ketika tangannya menyentuh penisku yang sudah sangat keras dan besar itu, terlihat ia agak terbelalak karena belum pernah melihat bentuk yang panjang dan besar seperti itu. Tati meremas penisku dan mulai mengocoknya naik turun naik turun.., kocokan yang nikmat yang membuatku tanpa sadar melenguh, “Ahh.., Mbaak.., enaknya.., terusin..”.

Saat itu kami berdua berada pada puncaknya nafsu. Aku yakin bahwa Mbak Tati sudah ingin secepatnya memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Ia tidak mengatakannya secara langsung, namun dari tingkahnya menarik penisku dan mendekatkannya ke vaginanya sudah merupakan pertanda. Namun, di detik-detik yang paling menggairahkan itu terdegar suara si Bapak tua berteriak, “Tatiii…, Tatiii..”. Kami berdua tersentak. Kukeluarkan jemariku dari vaginanya, Tati melepaskan kocokannya dan ia membenahi pakaian dan rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya ia keluar dari kamarku menuju kamar Bapak tua itu. Sialan!, kepalaku terasa pening. Begitulah penyakitku kalau libidoku tak tersalurkan.

Beberapa saat lamanya aku menanti siapa tahu janda muda itu akan kembali ke kamarku. Tapi nampaknya ia sibuk mengurus orang tua pikun itu, sampai aku tertidur. Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku. Aku terbelalak, karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku.
“Mbak Tati?”, Tanyaku tergagap karena masih mengagumi keindahan tubuh mulus yang berada di atas tubuhku. Lekukan pinggulnya terlihat landai, dan perutnya terasa masih kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang. Mbak Tati tersenyum simpul ketika tangannya memegang celanaku dan merasakan betapa penisku sudah kembali menegang.
“Kita tuntaskan ya Mbak?”, Kataku sambil menyambut kuluman lidahnya. Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan seluruh baju dan celanaku. Kegairahan yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih menggila. Kami berdua yang sudah dalam keadaan bugil saling meraba, meremas, mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tati sudah tidak malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya di atas penisku sehingga bergesekan dengan vaginanya.

Tidak lebih dari 5 menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi. Kubalikkan tubuh Tati, dan kutindih sehingga keempukan buah dadanya terasa benar menempel di dadaku. Perutku menggesek nikmat perutnya yang kencang, dan penisku yang sudah sangat menegang itu bergesekan dengan vaginanya.
“Mbak.., buka kakinya.., sekarang kamu akan merasakan sorganya dunia Mbak..”, bisikku sambil mengangkangkan kedua pahanya. Sambil tersengal-sengal Tati membuka pahanya selebar-lebarnya. Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu.
“Ayo Pak.., masukkan sekarang…”, Aku menempelkan kepala penisku yang besar itu di mulut vagina Tati. Perlahan-lahan aku memasukkannya ke dalam, semakin dalam, semakin dalam dan, “aa.., Aooohh.., paakh….., aahh..”, rintihnya sambil membelalakkan matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan ke dalam vaginanya. Setelah itu, “Blesss…”, dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi jeritan erotisnya, “Ahh.., besarnyah.., ennnakk ppaak..”.

Aku mulai memompakan penisku keluar masuk, keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat. Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tati terdengar di kamarku. Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama pompaanku. Kadang-kadang pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya pinggulku. Buah dadanya yang terlihat bulat dalam keadaan berbaring itu bergetar dan bergoyang ke sana ke mari. Sungguh menggairahkan!

Tiba-tiba aku merasakan pelukannya semakin mengeras. Terasa kuku-kukunya menancap di punggungku. Otot-ototnya mulai menegang. Nafas perempuan itu juga semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, mulutnya terbuka, matanya terpejam,dan alisnya merengut “aahh..”. Tati menjerit panjang seraya menjambak rambutku, dan penisku yang masih bergerak masuk keluar itu terasa disiram oleh suatu cairan hangat. Dari wajahnya yang menyeringai, tampak janda muda itu tengah menghayati orgasmenya yang mungkin sudah lama tidak pernah ia alami itu. Aku tidak mengendurkan goyangan pinggulku, karena aku sedang berada di puncak kenikmatanku.
“Mbak.., goyang terus Mbak.., aku juga mau keluar..”. Tati kembali menggoyang pinggulnya dengan cepat dan beberapa detik kemudian, seluruh tubuhku menegang.
“Keluarkan di dalam saja pak”, bisik Tati, “Aku masih pakai IUD”. Begitu Tati selesai berbisik, aku melenguh.
“Mbak.., aku keluar.., aku keluarr…., aahh..”, dan…, “Crat.., crat.., craat”, kubenamkan penisku dalam-dalam di vagina perempuan itu. Seakan mengerti, Tati mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga puncak kenikmatan ini terasa benar hingga ke tulang sumsumku.

Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata. Pikiran kami melayang-layang entah ke mana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tati. Kami berdua masih saling berpelukan dan akupun membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang akan kualami sesudah itu di Bandung.

Sejak kejadian malam itu, kesibukan di kantorku yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam. Kepenatanku selalu membuatku langsung tertidur lelap. Kesibukan ini bahkan membuat aku jarang bisa berkomunikasi dengan Tati. Walaupun begitu, sering juga aku mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir ke rumah dengan maksud untuk melakukan seks during lunch. Sayang, di waktu tersebut ternyata Ayah Anto senantiasa dalam keadaan bangun sehingga niatku tak pernah kesampaian. Namun suatu hari aku cukup beruntung walaupun orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan.

Ceritanya sebagai berikut: Tati diminta oleh Ayah Anto untuk mengambil sesuatu di kamarnya. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar ayah Anto memang tidak terlihat dari tempat di mana orang tua itu biasa duduk. Sesampainya di kamar kuraih pinggang semampai perawat itu dari belakang. Tati terkejut dan tertawa kecil ketika sadar siapa yang memeluknya dan tanpa basa-basi langsung menyambut ciumanku dengan bibirnya yang mungil itu sambil dengan buas mengulum lidahku. Ia memang sudah tidak malu-malu lagi seperti awal pertemuan kami. Janda cantik itu sudah menunjukkan karakternya sebagai seorang pecinta sejati yang tanpa malu-malu lagi menunjukkan kebuasan gairahnya. Kadang aku tidak mengerti, kenapa suaminya tega meninggalkannya. Namun analisaku mengatakan, suaminya tak mampu mengimbangi gejolak gairah Tati di atas ranjang dan untuk menutupi rasa malu yang terus menerus terpaksa ia meninggalkan perempuan muda itu untuk hidup bersama dengan perempuan lain yang lebih ‘low profile’. Aku memang belum sempat menanyakan pada Tati bagaimana ia menyalurkan kebutuhan biologisnya di saat menjanda. Aku berpikir, bawa masturbasi adalah jalan satu-satunya.

Kami berdua masih saling berciuman dengan ganas ketika dengan sigap aku menyelipkan tanganku ke balik baju perawatnya yang putih itu. Sungguh terkejut ketika aku sadar bahwa ia sama sekali tidak memakai BH sehingga dengan mudahnya kuremas buah dada kanannya yang ranum itu.
“Kok ngga pakai BH Mbak..?” Sambil menggelinjang dan mendesah, ia menjawab sambil tersenyum nakal.
“Supaya gampang diremas sama kamu..”. Benar-benar jawaban yang menggemaskan!

Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua, dan ketiga. Lalu tanpa membuang waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sedemikian rupa sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku. Tati mulai mengerang kegelian, “Ouhh.., geli Mas.., geliii.., ahh..”. Sejak kejadian malam itu, ia memang membiasakan dirinya untuk memanggilku Mas. Sambil menggelinjang dan merintih, tangan kanan Tati mulai mengelus-elus bagian depan celana kantorku.

Penisku yang terletak tepat di baliknya terasa semakin menegang dan menegang. Jari-jari lentik perempuan itu berusaha untuk mencari letak kepala penisku untuk kemudian digosok-gosoknya dari luar celana. Sensasi itu membuat nafasku semakin memburu seperti layaknya nafas kuda yang tengah berlari kencang. Seakan tak mau kalah darinya, tangan kiriku berusaha menyingkap rok janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku di celana dalamnya. Tepat diatas vaginanya, celana dalam Tati terasa sudah basah. Sungguh hebat! Hanya dalam beberapa menit saja, ia sudah sedemikian terangsangnya sehingga vaginanya sudah siap untuk dimasuki oleh penisku.

Tanpa membuang waktu kuturunkan celana dalam tipis yang kali ini berwarna hitam, kudorong tubuh montok perawat itu ke dinding, lalu kuangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel di pinggangku. Dengan sigap pula kubuka ritsluiting celanaku dan kukeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dan besar itu. Tati sudah nampak pasrah. Ia hanya bersender di dinding sambil memejamkan matanya dan memeluk bahuku.

“Tatiii.., mana minyak tawonnya.., kok lama betuul…”. Suara orang tua itu terdengar dengan keras. Sungguh menjengkelkan. Tati sempat terkejut dan nampak panik ketika kemudian aku berbisik, “Tenang Mbak.., jawab aja.., kita selesaikan dulu ini.., kamu mau kan?” Ia mengangguk seraya tersenyum manis.
“Sebentar Pak..”, teriaknya.
“Minyak tawonnya keselip entah ke mana.., ini lagi dicari kok…”. Ia tertawa cekikikan, geli mendengar jawaban spontannya sendiri. Namun tawanya itu langsung berubah menjadi jerikan erotis kecil ketika kupukul-pukulkan kepala penisku ke selangkangannya.

Perlahan-lahan kutempelkan kepala penisku itu di pintu vaginanya. Sambi kuputar-putar kecil kudorong pinggulku perlahan-lahan. Tati ternganga sambil terengah-engah, “aahh.., aahh.., ouhh.., Mas.., besar sekali.., pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh..”, dan, “aa…”. Tati menjerit kecil ketika kumasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang becek dan terasa sangat sempit dalam posisi berdiri ini. Aku menyodokkan penisku maju mundur dengan gerakan yang percepatannya meningkat dari waktu ke waktu. Tubuh Tati terguncang-guncang, buah dadanya bergayut ke kiri dan kanan dan jeritannya semakin menjadi-jadi.

Aku sudah tak peduli kalau ayah Anton sampai mendengarkan jeritan perempuan itu. Nafsuku sudah naik ke kepala. Janda muda ini memang memiliki daya pikat seks yang luar biasa. Walaupun ia hanya seorang perawat, namun kemulusan dan kemontokan badannya sungguh setara dengan perempuan kota jaman sekarang. Sangat terawat dan nikmat sekali bila digesek-gesekkankan di kulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin cepat. Mulutku tak puas-puasnya menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang meruncing panjang dan keras itu. Buah dadanya yang kenyal itu hampir seluruhnya dibasahi oleh air liurku. Aku memang sedang nafsu berat. Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku akan orgasme dan bersamaan dengan itu juga tubuh Tati menegang.

Kupercepat gerakan pinggulku dan tiba-tiba, “aahh.., Mas.., Masss…, aku keluarrr.., aahh”, Jeritnya. Saat itu juga kusodokkan penisku ke dalam vagina janda muda itu sekeras-kerasnya dan, “Craat.., craatt.., craat”.
“Ahh…, Mbaak”, erangku sambil meringis menikmati puncak orgasme kami yang waktunya jatuh bersamaan itu. Kami berpelukan sesaat dan Tati berbisik dengan suara serak.
“Mas.., aku ngga pernah dipuasin laki-laki seperti kamu muasin saya.., kamu hebat..”. Aku tersenyum simpul.
“Mbak., aku masih punya 1001 teknik yang bisa membuat kamu melayang ke surga ke-7.., ngga bosan kan kalo lain waktu aku praktekkan sama kamu?”. Perlahan Tati menurunkan paha kanannya dan mencabut penisku dari vaginanya.
“Bosan? Aku gila apa.., yang beginian ngga akan membuatku bosan.., kalau bisa tiap hari aku mau Mas..”. Benar-benar luar biasa libido perempuan ini. Beruntung aku mempunyai libido yang juga luar biasa besarnya. Sebagai partner seks, kami benar-benar seimbang.

Setelah kejadian siang itu, aku dan Tati seperti pengantin baru saja. Tak ada waktu luang yang tak terlewatkan tanpa nafsu dan birahi. Walaupun demikian, aku tekankan pada Tati, bahwa hubungan antara aku dan dia, hanyalah sebatas hubungan untuk memuaskan nafsu birahi saja. Aku dan dia punya hak untuk berhubungan dengan orang lain. Tati si janda muda yang sudah merasakan kenikmatan seks bebas itu tentu saja menyetujuinya.

Suatu hari, Tati masuk ke dalam kamarku dan ia berkata, “Mas, aku akan mengambil cuti selama 1 bulan. Aku harus mengurusi masalah tanah warisan di kampungku..”.
“Lha.., kalau Mbak pulang, siapa yang akan mengurusi Bapak?”, tanyaku sambil membayangkan betapa kosongnya hari-hariku selama sebulan ke depan.
“Mas Anto bilang, akan ada adik Bapak yang akan menggantikan aku selama 1 bulan.., namanya Mbak Ine.., dia ngga kimpoi.., umurnya sudah hampir 40 tahun.., orangnya baik kok.., cerewet.., tapi ramah..”. Yah apa boleh buat, aku terpaksa kehilangan seorang teman berhubungan seks yang sangat menggairahkan. Hitung-hitung cuti 1 bulan.., atau kalau berpikir positif.., its time to look for a new partner!!!

Hari ini adalah hari ke lima setelah kepergian Tati. Mbak Ine, pengganti sementara Tati, ternyata adalah adik ipar ayah Anto. Jadi, adik istri si bapak tua itu. Mbak Ine adalah seorang perempuan Sunda yang ramah. Wajahnya lumayan cantik, kulitnya berwarna hitam manis, badannya agak pendek dan bertubuh montok. Ukuran buah dadanya besar. Jauh lebih besar dari Tati dan senantiasa berdandan agak menor. Wanita yang berumur hampir 40 tahun itu mengaku belum pernah menikah karena merasa bahwa tak ada laki-laki yang bisa cocok dengan sifatnya yang avonturir. Saat ini ia bekerja secara freelance di sebuah stasiun televisi sebagai penulis naskah. Kemampuan bergaulku dan keramahannya membuat kami cepat sekali akrab.

Lagi-lagi, kamarku itu kini menjadi markas curhatnya Mbak Ine.
“Panggil saya teh Ine aja deh..”, katanya suatu kali dengan logat Bandungnya yang kental.
“Kalau gitu panggil saya Rafi aja ya teh.., ngga usah pake pak pak-an segala..”, balasku sambil tertawa.

Baru 5 hari kami bergaul, namun sepertinya kami sudah lama saling mengenal. Kami seperti dua orang yang kasmaran, saling memperhatikan dan saling bersimpati. Persis seperti cinta monyet ketika kita remaja. Saat itu seperti biasa, kami sedang ngobrol santai dari hati ke hati sambil duduk di atas ranjangku. Aku memakai baju kaos dan celana pendek yang ketat sehingga tanpa kusadari tekstur penis dan testisku tercetak dengan jelas. Bila kuperhatikan, beberapa kali tampak teh Ine mencuri-curi melirik selangkanganku yang dengan mudah dilihatnya karena aku duduk bersila. Aku sengaja membiarkan keadaan itu berlangsung. Malah kadang-kadang dengan sengaja aku meluruskan kedua kakiku dengan posisi agak mengangkang sehingga cetakan penisku makin nyata saja di celanaku.

Sesekali, ditengah obrolan santai itu, tampak teh Ine melirik selangkanganku yang diikuti dengan nafasnya yang tertahan. Kenapa aku melakukan hal ini? Karena libidoku yang luar biasa, aku jadi tertantang untuk bisa meniduri teh Ine yang aku yakini sudah tak perawan lagi karena sifatnya yang avonturir itu. Dan lagi, dari sifatnya yang ramah, ceria, cerewet dan petualang itu, aku yakin di balik tubuh montok perempuan setengah baya tersimpan potensi libido yang tak kalah besar dengan Tati. Juga, gayanya dalam bergaul yang mudah bersentuhan dan saling memegang lengan sering membuat darahku berdesir. Apalagi kalau aku sedang dalam keadaan libido tinggi.

Saat ini, teh Ine mengenakan daster berwarna putih tipis sehingga tampak kontras dengan warna kulitnya yang hitam manis itu. Belahan buah dadanya yang besar itu menyembul di balik lingkaran leher yang berpotongan rendah di bagian dada. Dasternya sendiri berpola terusan hingga sebatas lutut sehingga ketika duduk, pahanya yang montok itu terlihat dengan jelas. Aku selalu berusaha untuk bisa mengintip sesuatu yang terletak di antara kedua paha teh Ine. Namun karena posisi duduknya yang selalu sopan, aku tak dapat melihat apa-apa.

Bukan main! Ternyata seorang wanita berusia 40-an masih mempunyai daya tarik sexual yang tinggi. Terus terang, baru kali ini aku berani berfantasi mengenai hubungan seks dengan teh Ine. Sementara ia bercerita tentang masa mudanya, pikiranku malah melayang dan membayangkan tubuh teh Ine sedang duduk di hadapanku tanpa selembar benangpun. Alangkah menggairahkannya. Aku seperti bisa melihat dengan jelas seluruh lekuk tubuhnya yang mulus tanpa cacat. Tanpa sadar, penisku menegang dan cairan madzi di ujungnya pun mulai keluar. Celanaku tampak basah di ujung penisku, dan cetakan penis serta testisku semakin jelas saja tercetak di selangkangan celanaku.

Membesarnya penisku ternyata tak lepas dari perhatian teh Ine. Tampak jelas terlihat matanya terbelalak melihat ukuran penisku yang membesar dan tercetak jelas di celana pendekku. Obrolan kami mendadak terhenti karena beberapa saat teh Ine masih terpaku pada selangkanganku.
“Kunaon teh..?”, tanyaku memancing.
“Eh.., enteu.., kamu teh mikirin apa sih…?”, katanya sambil tersenyum simpul.
“Mikirin teh Ine teh.., entah kenapa barusan saya membayangkan teh Ine nggak pakai apa-apa.., aduh indahnya teh..”, tiba-tiba saja jawaban itu meluncur dari mulutku. Aku sendiri terkejut dengan jawabanku yang sangat terus terang itu dan sempat membuatku terpaku memandang wajah teh Ine. Wajah teh Ine tampak memerah mendengar jawabanku itu. Napasnya mendadak memburu.

Tiba-tiba teh Ine bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu. Ia menutup pintu kamarku dan menguncinya. Leherku tercekat, dan kurasakan jantungku berdegup semakin kencang. Dengan tersenyum dan sorot mata nakal ia menghampiriku dan duduk tepat di hadapan selangkanganku. Aku memang sedang dalam posisi selonjor dengan kedua kaki mengangkang.

“Fi, kamu pingin sama teteh..? Hmm?”, Desahnya seraya meraba penis tegangku dari luar celana. Aku menelan ludah sambil mengangguk perlahan dan tersenyum. Entah mengapa, aku jadi gugup sekali melihat wajah teh Ine yang semakin mendekat ke wajahku. Tanpa sadar aku menyandarkan punggungku ke tembok di ujung ranjang dan teh Ine menggeser duduknya mendekatiku sambil tetap menekan dan membelai selangkanganku. Nafas teh Ine yang semakin cepat terasa benar semakin menerpa hidung dan bibirku. Rasa nikmat dari belaian jemari teh Ine di selangkanganku semakin terasa keujung syaraf-syarafku. Napasku mulai memburu dan tanpa sadar mulutku mulai mengeluarkan suara erangan-erangan.

Dengan lembut teh Ine menempelkan bibirnya di atas bibirku. Ia memulainya dengan mengecup ringan, menggigit bibir bawahku, dan tiba-tiba.., lidahnya memasuki mulutku dan berputar-putar di dalamnya dengan cepat. Langit-langit mulutku serasa geli disapu oleh lidah panjang milik perempuan setengah baya yang sangat menggairahkan itu. Aku mulai membalas ciuman, gigitan, dan kuluman teh Ine. Sambil berciuman, tangan kananku kuletakkan di buah dada kiri teh Ine. Uh.., alangkah besarnya.., walaupun masih ditutupi oleh daster, keempukan dan kekenyalannya sudah sangat terasa di telapak tanganku.

Dengan cepat kuremas-remas buah dada teh Ine itu, “Emph.., emph..”, rintihnya sambil terus mengulum lidahku dan menggosok-gosok selangkanganku. Mendadak teh Ine menghentikan ciumannya. Ia menahan tanganku yang tengah meremas buah dadanya dan berkata, “Fi, sekarang kamu diam dulu yah.., biar teteh yang duluan..”.

Tiba-tiba dengan cepat teh Ine menarik celana pendekku sekalian dengan celana dalamku. Saking cepatnya, penisku yang menegang melejit keluar. Sejenak teh Ine tertegun menatap penisku yang berdiri tegak laksana tugu monas itu. “Gusti Rafi.., ageung pisan..”, bisiknya lirih. Dengan cepat teh Ine menundukkan kepalanya, dan seketika tubuhku terasa dialiri oleh aliran listrik yang mengalir cepat ketika mulut teh Ine hampir menelan seluruh penisku. Terasa ujung penisku itu menyentuh langit-langit belakang mulut teh Ine. Dengan sigap teh Ine memegang penisku sementara lidahnya memelintir bagian bawahnya. Kepala teh Ine naik turun dengan cepat mengiringi pegangan tangannya dan puntiran lidahnya.

Aku benar-benar merasa melayang di udara ketika teh Ine memperkuat hisapannya. Aku melirik ke arah kaca riasku, dan di sana tampak diriku terduduk mengangkang sementara teh Ine dengan dasternya yang masih saja rapi merunduk di selangkanganku dan kepalanya bergerak naik turun. Suara isapan, jilatan dan kecupan bibir perempuan montok itu terdengar dengan jelas. Kenikmatan ini semakin menjadi-jadi ketika kurasakan teh Ine mulai meremas-remas kedua bola testisku secara bergantian. Perutku serasa mulas dan urat-urat di penisku serasa hendak putus karena tegangnya. Teh Ine tampak semakin buas menghisapi penisku seperti seseorang yang kehausan di padang pasir menemukan air yang segar. Jari-jemarinyapun semakin liar mempermainkan kedua testisku. “Slurrp.., Cuph.., Mphh..”. Suara kecupan-kecupan di penisku semakin keras saja.

Nafsuku sudah naik ke kepala. Aku berontak untuk berusaha meremas kedua buah dada montok dan besar milik wanita lajang berusia setengah baya itu, namun tangan teh Ine dengan kuat menghalangi tubuhku dan iapun semakin gila menghisapi dan menjilati penisku. Aku mulai bergelinjang-gelinjang tak karuan.
“Teh Ine.., teeeh…, gantian dongg.., please.., saya udah ngga kuaat…, aahh.., sss..”, erangku seakan memohon. Namun permintaanku tak digubrisnya. Kedua tangan dan mulutnya semakin cepat saja mengocok penisku. Terasa seluruh syaraf-syarafku semakin menegang dan menegang, degup jantungku berdetak semakin kencang.. napaskupun makin memburu.

“Oohh…, Teh Ine.., Teh Ineee…, aahh….”, Aku berteriak sambil mengangkat pinggulku tinggi-tinggi dan, “Crat.., craat.., craat”, aku memuncratkan spermaku di dalam mulut teh Ine. Dengan sigap pula teh Ine menelan dan menjilati spermaku seperti seorang yang menjilati es krim dengan nikmatnya. Setiap jilatan teh Ine terasa seperti setruman-setruman kecil di penisku. Aku benar-benar menikmati permainan ini.., luar biasa teh Ine, “Enak Fi..? Hmm?”, teh Ine mengangkat kepalanya dari selangkanganku dan menatapku dengan senyum manisnya, tampak di seputar mulutnya banyak menempel bekas-bekas spermaku.

“Fuhh nikmatnya sperma kamu Fi..” Bisiknya mesra seraya menjilat sisa-sisa spermaku di bibirnya.
“Obat awet muda ya teh..”, kataku bercanda.
“Yaa gitulah…, antosan sekedap nya? Biar teteh ambilkan minum buat kamu”. Oh my God.., benar-benar seorang wanita yang penuh pengabdian, dia belum mengalami orgasme apa-apa tapi perhatiannya pada pasangan lelakinya luar biasa besar, sungguh pasangan seks yang ideal! Kenyataan itu saja membuat rasa simpati dan birahiku pada teh Ine kembali bergejolak. Teh Ine kembali dari luar membawa segelas air.
“Minum deh.., biar kamu segeran..”.
“Nuhun teh.., tapi janji ya abis ini giliran saya muasin teteh..”. Aku meneguk habis air dingin buatan teh Ine dan saat itu pula aku merasakan kejantananku kembali. Birahiku kembali bergejolak melihat tubuh montok teh Ine yang ada di hadapanku.

Aku meraih tangan teh Ine dan dengan sekali betot kubaringkan tubuhnya yang molek itu di atas ranjang.
“Eeehh.., pelan-pelan Fi..”, teriak teh Ine dengan geli.
“Teteh mau diapain sih… “, lanjutnya manja. Tanpa menjawab, aku menindih tubuh montok itu, dan sekejap kurasakan nikmatnya buah dada besar itu tergencet oleh dadaku. Juga, syaraf-syaraf sekitar pinggulku merasakan nikmatnya penisku yang menempel dengan gundukan vaginanya walaupun masih ditutupi oleh daster dan celana dalamnya.

Kupandangi wajah teh Ine yang bundar dan manis itu. Kalau diperhatikan, memang sudah terdapat kerut-kerut kecil di daerah mata dan keningnya. Tapi peduli setan! Teh Ine adalah seorang wanita setengah baya yang paling menggairahkan yang pernah kulihat. Pancaran aura sexualnya sungguh kuat menerangi sanubari lelaki yang memandangnya.
“Teteh mau tau apa yang ingin saya lakukan terhadap teteh?”, Kataku sambil tersenyum.
“Saya akan memperkosa teteh sampai teteh ketagihan”.

Lalu dengan ganas, aku memulai menciumi bibir dan leher teh Ine. Teh Inepun dengan tak kalah ganasnya membalas ciuman-ciumanku. Keganasan kami berdua membuat suasana kamarku menjadi riuh oleh suara-suara kecupan dan rintihan-rintihan erotis. Dengan tak sabar aku menarik ritsluiting daster teh Ine, kulucuti dasternya, BH-nya, dan yang terakhir.., celana dalamnya. Wow.., sebuah gundukan daging tanpa bulu sama sekali terlihat sangat menantang terletak di selangkangan teh Ine. My God.., alangkah indahnya vagina teh Ine itu.., tak pernah kubayangkan bahwa ia mencukur habis bulu kemaluannya.

“Kamu juga buka semua dong Fi”, rengeknya sambil menarik baju kaosku ke atas. Dalam sekejap, kami berdua berdua berpelukan dan berciuman dengan penuh nafsu dalam keadaan bugil! Sambil menindih tubuhnya yang montok itu, bibirku menyelusuri lekuk tubuh teh Ine mulai dari bibir, kemudian turun ke leher, kemudian turun lagi ke dada, dan terus ke arah puting susu kirinya yang berwarna coklat kemerah-merahan itu. Alangkah kerasnya puting susunya, alangkah lancipnnya.., dan mmhh.., seketika itu juga kukulum, kuhisap dan kujilat puting kenyal itu.., karena gemasnya, sesekali kugigit juga puting itu.

“Auuhh.., Fi.., gellii.., sss.., ahh”, rintihnya ketika gigitanku agak kukeraskan. Badan montoknya mulai mengelinjang-gelinjang ke sana k emari.., dan mukanya menggeleng-geleng ke kiri dan ke kanan. Sambil menghisap, tangan kananku merayap turun ke selangkangannya. Dengan mudah kudapati vaginanya yang besar dan sudah sangat becek sekali. Akupun dengan sigap memain-mainkan jari tenganku di pintu vaginanya. “Crks.., crks.., crks”, terdengar suara becek vagina teh Ine yang berwarna lebih putih dari kulit sekitarnya. Ketika jariku mengenai gundukan kecil daging yang mirip dengan sebutir kacang, ketika itu pula wanita setengah baya itu menjerit kecil.
“Ahh.., geli Fi.., gelli”, Putaran jariku di atas clitoris teh Ine dan hisapanku pada kedua puting buah dadanya makin membuat lajang montok berkulit hitam manis itu semakin bergelinjang dengan liar.

“Fi.., masukin sekarang Fi.., sekarang.., please.., teteh udah nggak tahan..ahh..”. Kulihat wajah teh Ine sudah meringis seperti orang kesakitan. Ringisan itu untuk menahan gejolak orgasmenya yang sudah hampir mencapai puncaknya. Dengan sigap kuarahkan penisku ke vagina montok milik teh Ine.., kutempelkan kepala penisku yang besar tepat di bawah clitorisnya, kuputar-putarkan sejenak dan teh Ine meresponnya dengan mengangkangkan pahanya selebar-lebarnya untuk memberi kemudahan bagiku untuk melakukan penetrasi.., saat itu pula kusodokkan pantatku sekuat-kuatnya dan, “Blesss”, masuk semuanya!

“Aahh….” Teh Ine menjerit panjang.., “Besar betul Fi.., auhh…., besar betuull…, duh gusti enaknya.., aahh..”. Dengan penuh keganasan kupompa penisku keluar masuk vagina teh Ine. Dan iapun dengan liarnya memutar-mutar pinggulnya di bawah tindihanku. Astaga.., benar-benar pengalaman yang luar biasa! Bahkan keliaran teh Ine melebihi ganasnya Mbak Tati.., luar biasa!

Kedua tubuh kami sudah sangat basah oleh keringat yang bercampur liur. Kasurkupun sudah basah di mana-mana oleh cairan mani maupun lendir yang meleleh dari vagina teh Ine, namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami…, kami masih saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Bunyi ranjangkupun sudah tak karuan.., “Kriet.., kriet.., krieeet”, sesuai irama goyangan pinggul kami berdua. Penisku yang besar itu masih dengan buasnya menggesek-gesek vagina teh Ine yang terasa sempit namun becek itu.

Setelah lebih dari 15 menit kami saling memompa, tiba-tiba kurasakan seluruh tubuh teh Ine menegang.
“Fi.., Fi.., Teteh mau keluar..”.
“Iya teh, saya juga.., kita keluar sama-sama teh…”, Goyanganku semakin kupercepat dan pada saat yang bersamaan kami berdua saling berciuman sambil berpelukan erat.., aku menancapkan penisku dalam-dalam dan teh Ine mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi…, “Crat.., crat.., crat.., crat”, kami berdua mengerang dengan keras sambil menikmati tercapainya orgasme pada saat yang bersamaan. Kami sudah tak peduli bila seisi rumah akan mendengarkan jeritan-jeritan kami, karena aku yakin teh Inepun tak pernah merasakan kenikmatan yang luar biasa ini sepanjang hidupnnya.
“Ahh.., Fi.., kamu hebaat.., kamu hebaathh.., hh.., Teteh ngga pernah ngerasain kenikmatan seperti ini”.
“Saya juga teh.., terima kasih untuk kenikmatan ini..”, Kataku seraya mengecup kening teh Ine dengan mesra.
“Mau tau suatu rahasia Fi?”, tanyanya sambil membelai rambutku, “Teteh sudah lima tahun tidak bersentuhan dengan laki-laki.., tapi entah kenapa, dalam 5 hari bergaul dengan kamu.., teteh tidak bisa menahan gejolak birahi teteh.., ngga tau kenapa.., kamu itu punya aura seks yang luar biasa..”. Teh Ine bangkit dari ranjangku dan mengambil sesuatu dari kantong dasternya. Sebutir pil KB.
“Seperti punya fitasat, teteh sudah minum pil ini sejak 3 hari yang lalu..”, katanya tersenyum, “Dan akan teteh minum selama teteh ada di sini..”, Teh Ine mengerdipkan matanya padaku dengan manja sambil memakai dasternya.
“Selamat tidur sayang…”, Teh Ine melangkah keluar dari kamarku.

Teh Ine memang luar biasa. Ia bukan saja dapat menggantikan kedudukan Tati sebagai partner seks yang baik, tetapi juga memberi sentuhan-sentuhan kasih sayang keibuan yang luar biasa. Aku benar-benar dimanja oleh wanita setengah baya itu. Fantasi sexualnya juga luar biasa. Mungkin itu pengaruh dari pekerjaannya sebagai penulis cerita drama. Coba bayangkan, ia pernah memijatku dalam keadaan bugil, kemudian sambil terus memijat ia bisa memasukkan penisku ke dalam vaginanya, dan aku disetubuhi sambil terus menikmati pijatan-pijatannya yang nikmat. Ia juga pernah meminta aku untuk menyetubuhinya di saat ia mandi pancuran di kamar mandi dan kami melakukannya dengan tubuh licin penuh sabun.

Dan yang paling sensasional adalah.., Sore itu aku sudah berada di rumah. Karena load pekerjaan di kantorku tidak begitu tinggi, aku sengaja pulang cepat. Selesai mandi aku duduk di meja makan sambil menikmati pisang goreng buatan teh Ine. Perempuan binal itu memang luar biasa. Ia melayaniku seperti suaminya saja. Segala keperluan dan kesenanganku benar-benar diperhatikan olehnya. Seperti biasa, aku mengenakan baju kaos buntung dan celana pendek longgar kesukaanku dan (seperti biasa juga) aku tidak menggunakan celana dalam. Kebiasaan ini kumulai sejak adanya teh Ine di rumah ini, karena bisa dipastikan hampir tiap hari aku akan menikmati tubuh sintal adik ipar ayah si Anto itu.

Sore itu sambil menikmati pisang goreng di meja makan, aku bercakap-cakap dengan ayah Anto. Orang tua itu duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk untuk menikmati semilirnya angin sore kota Bandung. Jarak antara aku dengannya sekitar 6 meter. Sambil bercakap-cakap mataku tak lepas dari teh Ine yang mondar mandir menyediakan hidangan sore bagi kami. Entah ke mana PRT kami saat itu. Teh Ine mengenakan celana pendek yang ditutupi oleh kaos bergambar Mickey Mouse berukuran ekstra besar sehingga sering tampak kaos itu menutupi celana pendeknya yang memberi kesan teh Ine tidak mengenakan celana. Aku berani bertaruh perempuan itu tidak menggunakan BH karena bila ia berjalan melenggang, tampak buah dadanya bergayut ke atas ke bawah, dan di bagian dadanya tercetak puting buah dadanya yang besar itu. Tanpa sadar batang penisku mulai membesar.

Setelah selesai dengan kesibukannya, teh Ine duduk di sebelah kiriku dan ikut menikmati pisang goreng buatannya. Kulihat ia melirik ke arahku sambil memasukkan pisang goreng perlahan-lahan ke dalam mulutnya. Sambil mengerdipkan matanya, ia memasukkan dan mengeluarkan pisang goreng itu dan sesekali menjilatnya. Sambil terus berbasa basi dengan orang tua Anto, aku menelan ludah dan merasakan bahwa urat-urat penisku mulai mengeras dan kepala penisku mulai membesar. Tiba-tiba kurasakan jari-jemari kanan teh Ine menyentuh pahaku. Lalu perlahan-lahan merayap naik sampai di daerah penisku. Dengan gemas teh Ine meremas penis tegangku dari luar celanaku sehingga membuat cairan beningku membuat tanda bercak di celanaku.

Setelah beberapa lama meremas-remas, tangan itu bergerak ke daerah perut dan dengan cepat menyelip ke dalam celana pendekku. Aku sudah tidak tahu lagi apa isi percakapan orang tua Anto itu. Beberapa kali ia mengulangi pertanyaannya padaku karena jawabanku yang asal-asalan. Degup jantungku mulai meningkat. Jemari lentik itu kini sudah mencapai kedua bolaku. Dengan jari telunjuk dan tengah yang dirapatkan, perempuan lajang itu mengelus-elus dan menelusuri kedua bolaku.., mula-mula berputar bergantian kiri dan kanan kemudian naik ke bagian batang.., terus bergerak menelusuri urat-urat tegang yang membalut batang kerasku itu, “sss…, teteh..”. Aku berdesis ketika kedua jarinya itu berhenti di urat yang terletak tepat di bawah kepala penisku.., itu memang daerah kelemahanku.., dan perempuan sintal ini mengetahuinya.., kedua jemarinya menggesek-gesekkan dengan cepat urat penisku itu sambil sesekali mencubitnya.
“aahh…”, erangku ketika akhirnya penisku masuk ke dalam genggamannya.
“Kenapa Rafi?”, Orang tua yang duduk agak jauh di depanku itu mengira aku mengucapkan sesuatu.
“E.., ee…, ndak apa-apa Pak..”, Jawabku tergagap sambil kembali meringis ketika teh Ine mulai mengocok penisku dengan cepat. Gila perempuan ini! Dia melakukannya di depan kakaknya sendiri walaupun tidak kelihatan karena terhalang meja.
“Saya cuma merasa segar dengan udara Bandung yang dingin ini..”, Jawabku sekenanya.
“Ooo begitu.., saya pikir kamu sakit perut.., habis tampangmu meringis-meringis begitu..”, Orang tua itu terkekeh sambil memalingkan mukanya ke jalan raya.

Begitu kakaknya berpaling, teh Ine dengan cepat merebahkan kepalanya ke pangkuanku sehingga dari arah ayah Anto, teh Ine tak tampak lagi. Dengan cepat tangannya memelorotkan celanaku sehingga penisku yang masih digenggamnya dengan erat itu terasa dingin terterpa angin. Sejenak perempuan itu memandang penis besarku itu.., ia selalu memberikan kesempatan pada matanya untuk menikmati ukuran dan kekokohannya. Kemudian teh Ine menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat mengelilingi lubang penisku.., kemudian ia memasukkan ujung lidahnya ke ujung lubang penisku dan mengecap cairan beningku.., lalu lidahnya diturunkan lagi-lagi ke urat di bawah penisku. Aku mulai menggelinjang-gelinjang tak karuan, walaupun dengan hati-hati takut ketahuan oleh kakak teh Ine yang duduk di depanku. Tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang besar itu dan meremasnya dengan gemas, “sss.., teeehh..”, desisku agak keras ketika perempuan itu dengan kedua bibirnya menyedot urat di bawah kepala penisku itu.., sementara tangannya meremas-remas kedua bolaku…, aawwww nikmatnya…, aku begitu terangsang sehingga seluruh pori-pori kulitku meremang dan mukaku berwarna merah. Aku sudah dalam tahap ingin menindih dan sesegera mungkin memasukkan penisku ke dalam vagina perempuan ini tapi semua itu tak mungkin kulakukan di depan kakaknya yang masih duduk di depanku menikmati lalu lalang kendaraan di depan rumahnya.

Tiba-tiba bibir teh Ine bergerak dengan cepat ke kepala penisku.., sambil terus kupermainkan putingnya kulihat ia membuka mulutnya dengan lebar dan tenggelamlah seluruh penisku ke dalam mulutnya. Aku kembali mendesis dan meringis sambil tetap duduk di meja makan mendengarkan ocehan orang tua Anto yang kembali mengajakku berbincang. Mulut teh Ine dengan cepat menghisap dan bergerak maju mundur di penisku. Tanganku menarik dasternya ke atas dari arah punggung sehingga terlihatlah pantatnya yang mulus tidak ditutupi oleh selembar benangpun. Aku ingin menjamah vaginanya, ingin rasanya kumasukkan jari-jariku dengan kasar ke dalamnya dan kukocok-kocok dengan keras tapi aku sudah tak kuat lagi. Jilatan lidah, kecupan, dan sedotan teh Ine di penisku membuat seluruh syarafku menegang.

Tiba-tiba kujambak rambut teh Ine dan kutekan sekuat-kuatnya sehingga seluruh penisku tenggelam ke dalam mulutnya. Kurasakan ujung penisku menyentuh langit-langit tenggorokan teh Ine dan, “Creeet…, creeett…, creeettt”, menyemburlah cairan maniku ke mulut teh Ine.
“Ahh…, aahh.., aahh.., tetteeehh…”, Aku meringis dan mendesis keras ketika cairan maniku bersemburan ke dalam mulut teh Ine. Perempuan itu dengan lahap menjilati dan menelan seluruh cairanku sehingga penisku yang hampir layu kembali sedikit menegang karena terus-terusan dijilat. Aku memejamkan mataku.., gilaa.., permainan ini benar-benar menakjubkan. Ada rasa was-was karena takut ketahuan, tapi rasa was-was itu justru meningkatkan nafsuku. Teh Ine memandang penisku yang sudah agak mengecil namun tetap saja dalam posisi tegak.
“Luar biasa…”, Bisiknya, “Siap-siap nanti malam yah?” Katanya sambil bangkit dan beranjak ke dapur.

Aku cukup kagum dengan prestasi yang kucapai di rumah ini. Baru 2 bulan di Bandung, aku sudah bisa meniduri 2 orang wanita yang sudah lama tidak pernah menikmati sentuhan lelaki. Dan wanita-wanita itu, aku yakin akan selalu termimpi-mimpi akan besar dan nikmatnya gesekan penisku di dalam vagina mereka. Not bad!!