oleh Mahbub Junaedi pada 26 Agustus 2011 jam 22:18
saat proses sedang berlangsung, maka akan ada kebutuhan untuk pemenuhannya dan akan tertuang pada wadah yang tepat. Wadah yang bisa mewakili segenap pergulatan batin ini menjadi suatu karya yang mempunyai nilai estetika yang tinggi, agar dapat dibaca untuk memperkaya nuansa batin yang tadinya kosong dan hambar. Dahaga yang merindukan kejernihan dan siraman yang menyejukkan, dan merupakan media yang menjadi katarsis atau perasaan terharu sehingga segala upaya menjadi tersampaikan pada sidang pembaca dan penikmat dengan segala atribut penyampaiannya.
Mengingat bahwa pergulatan batin ini seperti terwakili, maka dalam penuangannya membutuhkan kontemplasi yang intens dan mendalam. Konsentrasi ini juga perlu pengayaaan memori akan obyek yang tak kalah penting di samping perbendaharaan kata dan penerapannya agar menjadi lebih mewakili batin para penikmatnya. Penikmat melakukan kegiatan lewat membaca dan menyimak saat dibacakan oleh pembaca, dalam hal ini biasanya yang membawakan adalah penyair.
Beragam tema yang bernuansa di segala pernik kehidupan manusia, suasana alam yang memikat dan tragedi dari segala sesuatu yang menggejala menjadi sebuah permainan yang mengasyikkan. Permainan yang mengasyikkan merupakan konotasi dari proses mengubaholahkan menjadi bentuk yang harus bisa dan mau tidak mau orang akan penasaran, dan saat membacanya akan merasa terpaku dan ikut larut dalam alur kisah yang selanjutnya akan menyatu dan ikut terlibat dan benar-benar menjadi bagian dari isi puisi tersebut. Dan akhirnya bisa mengambil pelajaran penting dari isinya, karena puisi juga ikut mendidik manusia agar menjadi lebih baik.
Sesaat akan berkecamuk pergulatan menjadi semakin terendus oleh mimpi-mimpi manakala mimpi merupakan bagian tak terpisahkan dari hasrat terpendam, yang kemudian ingin mencuatkannya menuju muara dan memuarakan segala kegundahan yang menggunung. Pada angin mendesau selalu melahirkan gagasan-gagasan orisinal meniupkan pada kanvas-kanvas hidup.
Lantas akan ada pelaku yang sengaja melibatkan diri menjadi bagian yang tak terpisahkan dari imaji-imaji yang dibangun. Maka selalu akan ada distorsi yang kuat saat keterlibatannya memasuki ranah pribadi yang seharusnya sebisa mungkin untuk dihindari. Pun yang demikian harus ada batas yang jelas antara menciptakan karya dengan sekedar curahan hati. Namun justru sekarang jadi rancu manakala pergulatan yang intens tersebut tanpa melibatkan pribadi seseorang yang menjadi sumber inspirasi harus diabaikan. Justru akan menghancurkan imaji yang sudah dibangun begitu rupa dan akan sirna dengna sendirinya. Atau bisa jadi, saat rasa terabaikan itu malah menjadi pemicu untuk lebih bisa menuangkannya dalam bentuk dan gaya yang lain sama sekali.
Lalu akan mencari lagi sumber-sumber inspirasi yang lain untuk lebih bisa mengakrabi pergumulan lagi, mencumbunya lagi, menyetubuhi lagi, lalu lahirlah dari janin tadi... sebuah puncak mahakarya paling tidak bagi diri sendiri.
Mahbub Junaedi
Bumiayu, Jumat, 26 Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar