Jabal Rahmah, Bukit Pertemuan
BELUM marem rasanya jika ke Tanah Suci ini tak singgah di Jabal Rahmah, bukit yang ada di seputaran Padang Arafah. Di bukit itulah Adam dan Hawa bertemu kembali setelah berpisah beberapa tahun lamanya. Sampai kini, bukit ini masih berbentuk batu cadas dengan sebuah tugu monumen di puncaknya. Banyak jemaah yang naik ke bukit ini.
Jabal Rahmah yang berarti bukit penuh rahmat, selalu dipenuhi peziarah karena mempunyai sejarah penting dalam Islam.
Dikisahkan, di bukit inilah Nabi Adam dan Hawa bertemu setelah 100 tahun diturunkan dari langit ke bumi. Konon, di tempat ini merupakan tempat terbaik untuk berdoa meminta jodoh.
Dikatakan, apabila seseorang berdoa di atas bukit ini untuk meminta pendamping hidup, niscaya doanya dikabulkan Allah. Wallahualam. Sayangnya, kekhusyukan jemaah yang berdoa sedikit terganggu oleh para tukang foto keliling dan pedagang yang sibuk menjajakan dagangan.
Belum lagi banyak pengunjung yang tawaf mengitari tugu ini. Padahal, tidak ada hukumnya maupun sunah Rasul untuk mengelar tawaf di sini kecuali di Baitullah (Kakbah).
Tidak seperti Jabal Tsur dan Jabal Nur yang terlihat gersang dan tetap terjal, di Jabal Rahma sudah tersedia anak tangga untuk mencapai ke puncaknya.
Di pelataran parkir juga terdapat papan petunjuk tentang bukit ini, termasuk sejumlah larangan yang dilakukan pengunjung.
Selain itu, unta yang dihiasi oranamen bunga warna-warni yang mencolok, sehingga terlihat ngejreng, siap ditumpangi pengunjung buat foto bersama.
Untuk foto bersama unta ini, pengunjung dikenai biaya 20 riyal (1 riyal = Rp2.500–Rp2.800) sekali jepret dan langsung jadi, tanpa klise/negatif film. Tapi bisa juga dinegosiasikan soal harganya.
Kadang-kadang si pemilik unta ini memaksa pengunjung untuk foto dan naik unta. Bahkan, ia tak hanya satu kali menjepret, tapi bisa berkali-kali. So, total yang harus dibayar pengunjung pun jadi membengkak. Sebab itu, kita harus pandai menolak atau berkata tegas kepada si tukang foto ini agar kantong tak kebobolan.
Untuk menambah koleksi oleh-oleh pun bisa dibeli dari sini seperti aneka batu cincin, tasbih, gantungan kunci, dan aneka pajangan. Ada juga barang-barang elektronik buatan China yang digelar di sini. Dan jangan lupa untuk menawar saat bertransaksi. Jangan khawatir soal bahasa, sebagian besar pedagang di Arab mengerti bahasa Indonesia dalam perniagaan. Maklum, setiap tahun, jemaah haji Indonesia yang datang ke Tanah Suci merupakan yang terbesar. Selain itu, warga Indonesia terkenal sekali suka berbelanja. Pasar inilah yang dimanfaatkan pedagang.
Untuk menambah koleksi oleh-oleh pun kita bisa mendatangi tempat belanja yang paling terkenal di Mekah, yakni Pasar Seng, yang berada tak jauh dari Masjidil Haram, bahkan pas keluar masjid dari pintu Babus Salam, pasar tradisonal itu sudah terlihat.
Orang Indonesia menyebutnya Pasar Seng, meskipun tak satu pun penduduk Mekah yang mengenal nama itu. Sebab, orang Mekah menyebut itu sebagai Pasar Mudda’ah.
Konon, pasar itu sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw. dan merupakan tempat diadakannya lomba membaca puisi. Lama-kelamaan tempat keramaian itu menjadi pasar dan tetap ramai dikunjungi, terutama di musim haji. Dahulunya pasar ini beratap seng, sehingga disebut Pasar Seng meski sekarang tidak lagi. Suasana pasar itu mirip pedagang kaki lima di Tanah Air, dan barangnya pun mempunyai kemiripan dengan aneka ragam barang di Pasar Tanah Abang, seperti mukena, kerudung, dan sajadah. Akan tetapi, dilihat dari jenis barang, Pasar Seng menawarkan lebih beraneka ragam. Harap diingat, belanja di sini harus menawar.***
Jabal Rahmah yang berarti bukit penuh rahmat, selalu dipenuhi peziarah karena mempunyai sejarah penting dalam Islam.
Dikisahkan, di bukit inilah Nabi Adam dan Hawa bertemu setelah 100 tahun diturunkan dari langit ke bumi. Konon, di tempat ini merupakan tempat terbaik untuk berdoa meminta jodoh.
Dikatakan, apabila seseorang berdoa di atas bukit ini untuk meminta pendamping hidup, niscaya doanya dikabulkan Allah. Wallahualam. Sayangnya, kekhusyukan jemaah yang berdoa sedikit terganggu oleh para tukang foto keliling dan pedagang yang sibuk menjajakan dagangan.
Belum lagi banyak pengunjung yang tawaf mengitari tugu ini. Padahal, tidak ada hukumnya maupun sunah Rasul untuk mengelar tawaf di sini kecuali di Baitullah (Kakbah).
Tidak seperti Jabal Tsur dan Jabal Nur yang terlihat gersang dan tetap terjal, di Jabal Rahma sudah tersedia anak tangga untuk mencapai ke puncaknya.
Di pelataran parkir juga terdapat papan petunjuk tentang bukit ini, termasuk sejumlah larangan yang dilakukan pengunjung.
Selain itu, unta yang dihiasi oranamen bunga warna-warni yang mencolok, sehingga terlihat ngejreng, siap ditumpangi pengunjung buat foto bersama.
Untuk foto bersama unta ini, pengunjung dikenai biaya 20 riyal (1 riyal = Rp2.500–Rp2.800) sekali jepret dan langsung jadi, tanpa klise/negatif film. Tapi bisa juga dinegosiasikan soal harganya.
Kadang-kadang si pemilik unta ini memaksa pengunjung untuk foto dan naik unta. Bahkan, ia tak hanya satu kali menjepret, tapi bisa berkali-kali. So, total yang harus dibayar pengunjung pun jadi membengkak. Sebab itu, kita harus pandai menolak atau berkata tegas kepada si tukang foto ini agar kantong tak kebobolan.
Untuk menambah koleksi oleh-oleh pun bisa dibeli dari sini seperti aneka batu cincin, tasbih, gantungan kunci, dan aneka pajangan. Ada juga barang-barang elektronik buatan China yang digelar di sini. Dan jangan lupa untuk menawar saat bertransaksi. Jangan khawatir soal bahasa, sebagian besar pedagang di Arab mengerti bahasa Indonesia dalam perniagaan. Maklum, setiap tahun, jemaah haji Indonesia yang datang ke Tanah Suci merupakan yang terbesar. Selain itu, warga Indonesia terkenal sekali suka berbelanja. Pasar inilah yang dimanfaatkan pedagang.
Untuk menambah koleksi oleh-oleh pun kita bisa mendatangi tempat belanja yang paling terkenal di Mekah, yakni Pasar Seng, yang berada tak jauh dari Masjidil Haram, bahkan pas keluar masjid dari pintu Babus Salam, pasar tradisonal itu sudah terlihat.
Orang Indonesia menyebutnya Pasar Seng, meskipun tak satu pun penduduk Mekah yang mengenal nama itu. Sebab, orang Mekah menyebut itu sebagai Pasar Mudda’ah.
Konon, pasar itu sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw. dan merupakan tempat diadakannya lomba membaca puisi. Lama-kelamaan tempat keramaian itu menjadi pasar dan tetap ramai dikunjungi, terutama di musim haji. Dahulunya pasar ini beratap seng, sehingga disebut Pasar Seng meski sekarang tidak lagi. Suasana pasar itu mirip pedagang kaki lima di Tanah Air, dan barangnya pun mempunyai kemiripan dengan aneka ragam barang di Pasar Tanah Abang, seperti mukena, kerudung, dan sajadah. Akan tetapi, dilihat dari jenis barang, Pasar Seng menawarkan lebih beraneka ragam. Harap diingat, belanja di sini harus menawar.***
0 komentar:
Posting Komentar