Drs. H. Abdurrachman Sayoeti (lahir di Jambi, 5 Mei 1933 – meninggal di Jakarta, 22 Mei 2011 pada umur 78 tahun) adalah Gubernur Jambi ke-5 periode 1989-1999. Abdurrahman sayoeti dikenal sebagai seorang pamong yang tak kenal lelah, seorang pemimpin yang memiliki karakter kuat dalam memimpin birokrasi.
Latar Belakang dan Keluarga
Abdurrahman sayoeti dilahirkan dari pasangan seorang ulama penuntun agama, dan tokoh kharismatik yang cukup disegani, seorang wanita mulia yang melahirkannya Hajah Mahani (wafat tahun 1971) dan seorang ayah yang kala itu menjadi tokoh masyarakat yang disegani haji Muhammad Jakfar bin Abdul Jalil (wafat tahun 1981), yang akrab di panggil ‘hoof penghulu’, jabatan yang diberikan oleh hindia Belanda untuk seorang ulama islam sebagai wali hakim, dan termasuk dalam urusan menentukan rukyatul hilal.
Abdurrahman Sayoeti lahir di kelurahan Mudung Laut kota Seberang, 5 mei 1933,
Kota Jambi. Rumah bertiang kayu dan berdinding papan dengan gaya arsitektur khas Jambi, yang dimiliki warga Seberang kebanyakan, disanalah tempat Sayoeti kecil tumbuh. Hingga kini rumah yang bersejarah itu masih berdiri kokoh, tepat dibelakang sanggar batik Jambi.
Sayoeti kecil adalah anak kedua, dari tujuh bersaudara yaitu; Ahmad Rifa’i, Abdurrahman Sayoeti, Siti Khodijah, Muhammad Zaki, Siti Amna, Siti Zinab, dan si bungsu Fachrudin Razi.
Sejak kecil, Sayoeti dididik dengan ketat, tentang pemahaman agama, terutama hal yang berkaitan tentang Al-qur’an, membaca dan memahami isi yang terkandung dalam kitab suci umat Islam, namun tak lantas orang tuanya mengabaikan Sayoeti untuk menuntut ilmu dunia. Ketika pagi Sayoeti kecil menuntut ilmu di Sekolah Rakyat (SR) kelurahan Olak Kemang, dan sore harinya ia mengaji di Madarasah Nurul Iman.
Sayoeti kecil lebih suka hidup sederhana meski kedua orangtuanya dikenal sebagai orang yang berkecukupan secara ekonomi waktu itu. Bahkan masa kecil sayoeti bersekolah dulu , saat itu masa-masa sulit, ia bersekolah dengan pakaian ‘celana karung’. Sejak kecil Sayoeti tidak ingin hidup berpangku tangan kepada orang tuanya, jiwanya lebih memilih untuk hidup sederhana.
Sayoeti dibesarkan dalam basis sosial keagamaan, ia dibesarkan dalam pendidikan agama yang luas, sang ayah, tidak saja dikenal sebagai seorang yang alim, juga sebagai seorang pembimbing agama yang modern, dan tokoh masyarakat yang disegani, termasuk penjajah Belanda waktu itu.
Pendidikan
Setelah menamatkan Sekolah Rakyat, Sayoeti meneruskan pendidikannya di sekolah Belanda High Indies School (HIS), setingkat dengan SMP, namun tak mudah untuk bisa mengenyam pendidikan di HIS ketika itu, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menyekolahkan anaknya di sekolah Belanda. Namun karena kewibawaan ayahnya, membuat Sayoeti menjadi anak yang beruntung bisa menempuh pendidikan menengah pertama di High Indies School.
Setelah menamatkan sekolah pertamanya, Sayoeti melanjutkan pendidikannya ke jenjang menengah atas, yang saat itu masih MULO, disamping bersekolah, sayoeti adalah seorang aktivis pejuang, ia mendedikasikan dirinya sebagai salah satu anggota Tentara Pelajar Indonesia (TPI), yang juga turut serta mengambil bagian dalam sejumlah pertempuran melawan penjajah Belanda.
Setelah keadaan relatif aman, Sayoeti melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta untuk menempuh SMEA (1954), serta Diploma Satu (D-I) jurusan bahasa di Yogyakarta, lalu Sayoeti kembali ke Jambi untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) usai gelar sarjana mudanya.
Untuk melengkapi kesarjanaannya, Sayoeti melanjutkan studinya di Jakarta, tepatnya di FKIP Universitas Indonesia (UI) jurusan Ekonomi Koperasi, dan ia menamatkan studinya tahun 1964. Sekembalinya dari pendidikan, barulah ia diterima menjadi PNS di Jambi dengan pangkat golongan E2, pada masa Gubernur Singadekane.
Karir dan Politik
Laki-laki yang akrab di sapa ‘Pak Te’ ini, memang sudah memiliki jiwa pemimpin yang tampak sejak ia masih kecil, semenjak ditinggal saudara tuanya (alm. Ahmad Rifa’i), segala urusan yang menyangkut kebutuhan dan kepetingan keluarga, menjadi tanggungjawabnya, sebagai saudara tua, sosok Sayoeti sangat disegani dalam keluarga, sifatnya yang bisa mengayomi bagi saudara-saudaranya, membuat Sayoeti dimata keluarga bukan hanya sekedar saudara yang dituakan, namun lebih kepada seorang ‘pembimbing’ yang dihormati.
Semenjak jadi Pegawai Sipil, karir Sayoeti mulai menanjak, bahkan sejumlah pos penting dalam pemerintahan, dipercayakan pada tangan dinginnya, ia pernah dipercaya untuk menduduki kursi sebagai pucuk pimpinan di lembaga pendidikan kepamongan, yang saat itu dikenal dengan Akademi Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Jambi, pada tahun 1965. Enam tahun kemudian, dibawah kepemimpinan Mashcum Syofwan, Sayoeti di beri kepercayaan untuk menapak karir paling tinggi dalam birokrasi pemerintahan, sebagai sekretaris Wilayah Daerah tingkat I Jambi pada tahun 1969. Selanjutnya karirnya mulai melesat naik, sampai akhirnya ia diberi kepercayaan untuk mengemban tugas sebagai Wakil Gubernur KDH Tingkat I Jambi (1985) mendampingi Gubernur saat itu.Sayoeti selalu memperhatikan aspek keterbukaan, dengan melakukan kontrol yang efektif, ditambah lagi kedisiplinannya yang tinggi, beliau tak pandang bulu untuk menindak bawahannya yang lalai, semua itu ia lakukan demi kepentingan daerah dan kemakmuran masyarakat yang ia pimpin.
Saat puncak karirnya dalam birokrasi sebagai Sekwilda, Sayoeti muda melabuhkan hatinya pada putri Minang, anak Kolonel Syarif, Lili Syarif, gadis cantik yang berhasil meluluhkan hati Sayoeti, hingga akhirnya putra hoof penghulu ini memutuskan mengahiri masa mudanya dengan menikahi gadis idamannya, Lili Syarif.
Pada tahun 1989 hingga memasuki akhir era reformasi tahun 2000, Sayoeti menjabat sebagai pimpinan tertinggi di Jambi, Sayoeti menjadi sorang Gubernur. Keberhasilannya bisa dilihat dari sisi perjalanaan birokrat yang punya karir yang sukses dan mentereng. Menapaki tangga kehidupan dari bawah hingga akhir jabatannya. Sayoeti yang dikenal religius dianggap sebagai ‘tuo tengganai’ dan sesepuh masyarakat adat yang kental dengan unsur keagamaan.
Ternyata Abdurrahman Sayoeti tidak saja cakap dalam memimpin birokrasi pemerintahan, namun putra Mudung Laut ini juga mahir dan handal dalam berorganisasi. Dalam organisasi sosial politik, beliau dikenal sebagai organisator politik yang disegani.
Dalam bidang pendidikan dan budaya, putra hoof penghulu ini berupaya meningkatkan sumberdaya manusia yang punya kualitas, sehingga bisa bersaing pada era modern. Hal itu dibuktikannya dengan mendirikan salah satu Universitas terbesar di Jambi, yaitu Universitas Batanghari (Unbari), SMU Titian Teras, yayasan Bina Lestari Budaya Jambi yang menaungi Teater Galeri Kajang Lako.
Di awal kepemimpinannya, telah terlihat arah dan langkah strategis yang akan ditempuh,yang kemudian dikenal dengan sebutan ‘kebijakan 6 Januari 1989’, ditinjau dari pembangunan ekonomi rakyat dan pembangunan pedesaan dengan pembangunan agronomi yang memberikan relevansi cukup positif terhadap peningkatan perekonomian rakyat Jambi. Selama pembangunan jangka panjang tahap I (PJP I) Ekonomi Jambi berhasil tumbuh tujuh persen per tahun.
Diakhir masa jabatan periode kedua Abdurrahman Sayoeti, seperti termuat dalam buku ‘Memori Masa Bhakti Gubernur KDH tingkat I Jambi’ (1994-1999), tercatat bahwa, kondisi PAD Propinsi Jambi bertengger pada kisaran sebesar Rp. 21.346,937 atau 28,14 persen dari total APBD Propinsi Jambi sebesar Rp. 70.076.510.
Apresiasi publik terhadap perjalanan karir Abdurrahman Sayoeti semasa hidupnya
Hasan Basri Agus, Gubernur Jambi ke-7, yang juga pernah menjadi ajudan Abdurrahman Sayoeti, mengatakan “bagi saya pribadi, sosok Abdurrahman Sayoeti merupakan pribadi yang hangat, pengayom, dan pemimpin yang berkarakter, jujur saya akui, hingga saat ini, saya belum menemui sosok pengganti beliau”.
Zainuddin ZA, seorang politisi handal dan mantan ketua DPD Golkar Jambi ini mengatakan, kepemimpinan Abdurrahman Sayoeti tidak terlepas dari partisipasi dan dukungan moral yang kuat dari masyarakat, untuk menjadikannya sebagai pimpinan daerah, hingga beliau dipercaya untuk memegang amanat itu samapai dua periode. Kesan pertama saya terhadap beliau dalam menapakiperjalanan karirnya, baik sebagai pejabat publik maupun tokoh masyarakat menggoreskan catatan menarik, Sayoeti telah memberikan nilai yang cukup signifikan terhadap perkembangan dan kemajuan sosial budaya di daerah ini, sehingga memberikan gairah bagi masyarakat untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai kebhinekaan yang utuh.
Muhammad Chaerun, yang pernah menduduki jabatan sebagai ketua DPRD Propinsi Jambi dan ketua Golkar era Abdurrahman Sayoeti, menganggap Abdurrahman Sayoeti adalah tokoh yang arif, intelek dan religius. Muhammad Chaerun menuturkan, ”terus terang saja, selaku pejabat legislatif, saya baru mengenal sosok Abdurrahman Sayoeti, selaku Gubernur kepala Daerah Tingkat I jambi, dalam waktu kurang dari dua tahun, meski dalam waktu yang relatif singkat dan lingkup yang berbeda, saya apresiasi sekali kepada beliau, pada periode kedua masa jabatannya sebagai kepala daerah, meski waktu itu keadaan negara sedang dilanda krisis moneter dan politik yang berkepanjangan,namun anehnya masyarakat Jambi tidak begitu merasakan himpitan kesulitan ekonomi”.
Nasrul Thahar, wartawan senior dan mantan koresponden harian Kompas Jambi, Abdurrahman Sayoeti adalah seorang tokoh mempunyai pemikiran religius dan beretos kerja tinggi, “sejak awal masa jabatannya sebagai Gubernur, tahun 1990, ia langsung melakukan pendekatan yang menyentuh, yaitu masalah moral dan etika. Sesuatu yang dalam dekade 20 tahun terakhir tercecer dari perhatian banyak pihak, sebagai Gubernur, ia mencanangkan program peningkatan bagi anak dalam membaca Al-qur’an, mengaktifkan pengajian bagi masyarakat desa usai sholat magrib sampai waktu isya.
Sulaiman Abdullah, mantan ketua KNPI dan ketua MUI jambi, dan juga mantan Rektor IAIN STS Jambi. Melihat sosok Abdurrahman Sayoeti sebagai sosok yang religius, menurutnya Sayoeti adalah contoh pemimpin untuk masa depan, “kemajuan pembangunan daerah ini mulai di pacu sejak periode Gubernur Maschun Sofwan, akan tetapi pesatnya kemajuan pembangunan saat kepemimpinan Gubernur Abdurrahman Sayoeti”.
Fachruddin Razi, adik bungsu Abdurrahman Sayoeti dan juga Rektor Universitas Batanghari Jambi, ‘bang te’ (saudara tua) memang tidak tergantikan hingga saat ini. Selain sebagai saudara tua, yang kami kagumi dan banggakan, juga merupakan pioneer dan tauladan bagi kami di keluarga besar. Beliau menjadi panutan dan rujukan bagi kami, baik untuk urusan keluarga maupun urusan yang menyangkut hubungan dengan masyarakat”.
Asnawi Nasution, mantan ketua DPRD Propinsi Jambi, “beliau sangat ‘pandai’ menempatkan diri, tidak seenaknya. Beliau bisa ‘menjaga’ jarak dengan atasannya, terutama dalam bergaul kedinasan. Untuk sedikit ‘menyamakan’ saja, beliau tidak mau, apalagi ‘melebihi’ dari atasannya. Ibarat bacaan, beliau merupakan ‘buku berjalan’. Tentu banyak ‘teladan’ yang bisa dicontoh, terutama dalam berperilaku dan etika birokrasi untuk saat ini, saya menjadi teringat, beliau pernah beliau pernah mengatakan ‘aku ingin menjadi Gubernur untuk 1000 tahun’.
Begitu banyak hal yang bisa diteladani dari sosok Abdurrahman Sayoeti, sosial, budaya, kepedulian beliau pada pendidikan, dan sikap beliau dalam berbirokrasi. Abdurrahman Sayoeti adalah sosok sang patriot yang penuh kharismatik, walau kini beliau sudah tiada, namun Abdurrahman Sayoeti selalu hidup dalam sanubari masyarakat Jambi. (Teguh/A.Somad/buku kepemimpinan dalam masa kepemimpinanya)