Proses melahirkan Zeeva terhitung dramatis (setidak-tidaknya menurutkyu yang baru pertama kali merasakan melahirkan). Waktu itu hari sabtu 30 September 2006, saat kehamilan memasuki usia sekitar 38 minggu, bunda periksa kehamilan rutin.
Seperti biasalah, dr. Sri, SPOG ku tercinta ini memang selalu laris manis tanjung kimpul, biar me n my hubby udah dateng pagi-pagi (fyi: buat kita, jam10 itu masih keitung pagi2 banget ya...) teteeeeeep dapet nomor di atas 20. Duluuuuu kita pernah loh dapet nomor 19 (penting gak ya buat dibanggain???), tapi itu cuma sekali-sekalinya dari rangkaian pemeriksaan kehamilan yang kami lakukan di sana mulai Maret-Oktober 2006!! Sambil nunggu giliran, kita sibuk mereka-reka kapan our lovely baby bakal lahir. Ayah Rio, like always...., mulai ngarang-ngarang cerita deh, katanya nih, begitu dr. Sri meriksa, si dr akan berkata “wah ini sih akan segera lahir, sebaiknya ibu segera menuju ruang bersalin”, terus lahirlah bayi kita pada 30 September bertepatan dengan diputarnya film G30S PKI (emang masih diputer ya?). Jadinya, setiap tahun anak kita dapat hadiah kiriman uang dari PKI, what???? Udah gila kali ya, nerima duit dari PKI, belom pernah diwawancarain Kopasus kali (visual: tangan dijidat sambil geleng-geleng kepala). Duh enggak penting deh karangan-karangan cerita si Ayah ini sebelum akhirnya suster manggil namakyu (hffff.....lega lah, setidaknya tidak harus kesel denger karangan cerita2 si ayah yang suka asal n kadang2 adegannya mirip sinetron Raam Punjabi).
Begitu di dalam, langsunglah ku utarakan isi hati yang bertanya-tanya, kok beberapa hari ini perut bagian bawahku nyeri ya dok? Apa ini yang namanya kontraksi, kok gak sama ya kayak yang diomongin orang2. Si dokter yang manis dan ramah ini langsung ngajak periksa dalam, and yup sodara-sodara ternyata sudah bukaan dua, dan dr. Sri memperkirakan malam nanti bayi yang sudah lama dinanti-nanti akan segera lahir. Sooo, calon aybun ini kudu buru-buru pulang, ambil baju, dan balik lagi ke RS. Di tengah kesibukan mikirin, kudu bawa apa aja yaaaa? Apa mesti langsung lapor check-in ke RS dll, si ayah dengan entengnya nyeletuk “tuh kan...apa aku bilang?”, hmmmm bilang apa ya? prasaan gak ada deh crita karangannya yang matching ama kejadian ini.
Ya syut lah, setelah booking kamar dan tanya2 ini-itu sama suster, kami pun pulang sambil enggak berenti nyengir excited, duh akhirnya......ketemu muka juga sama bidadari kecilku. Perjalanan pulang, tetep sambil naik motor dan tetep enggak mau duduk ibu-ibu (mayan bo...siapa tau nambah bukaan), kita mulai menyusun rencana, ambil atm dulu, ini dulu, terus itu, baru ini lagi, yah gitu deh. Pokoknya kita mampir ke Alfa kebayoran lama dulu, ambil atm buat dp masuk RS terus blanja-blanja, beli milo n berbagai cemilan guna menambah tenaga saat melahirkan nanti, sekalian jalan2 biar bukaannya cepet.
Sampai rumah, langsung telepon bokap nyokap yang udah enggak kalah excitednya menunggu kelahiran cucu pertama. Begitu di kasih tahu, langsunglah mereka meluncur ke rumah dan mengantarkan kami kembali ke RS.
Sampai di RS kembali sudah sekitar jam4sore, langsung dipersilakan masuk ruang observasi, waktu dicek bukaan sudah naik jadi 3. Tapi tetep tuh, enggak ada perasaan kontraksi seperti yang selama ini diceritain orang. Nyeri-nyeri aja dikit. Jadilah kami menunggu, sambil sesekali diperiksa dalam (duh yang ini enggak banget deh, agak2 barbar yah, bisa gak sih periksanya tuh pake infrared ato bluetooth aja!). tapiiii.... menunggu sampai hampir berbuka puasa, belum ada perubahan juga, berhubung kamar observasi terasa kurang nyaman, aku pun minta pindah ke kamar perawatan sekalian menemani suami berbuka puasa. Tunggu punya tunggu hingga hampir jam 10malam bukaan tidak juga bertambah, ya bukaan tiga aja gitu, mules pun enggak datang2, cuma rasa agak nyeri saja yang ada. Akhirnya rombongan nyokap n adik2 yang sudah niat menunggui proses melahirkan pun pulang, dengan harapan dapat tlp pemberitahuan kelahiran nanti malam atau setidak-tidaknya pas sedang sahur. Dan ternyataaaa....eng ing eng....sampai malam bahkan sampai saat sahur, tidak ada sedikitpun tanda2 persalinan akan segera terjadi, dan periksa dalam yang dilakukan per4jam hasilnya bukaan hanya sampai 3, tidak naik sedikitpun!!!
Besok paginya dr Sri memberikan pilihan untuk induksi atau pulang, walau sebenarnya pulang tidak ia sarankan karena bukaan tiga sudah cukup besar dan rumah kami agak jauh jadi khawatir ketuban pecah di jalan. Maka, setelah tanya temannya suami yang istrinya juga pernah melahirkan melalui proses induksi, kami pun memilih induksi dengan harapan anak segera lahir. Hanya selang beberapa menit sejak infus induksi dipasang, barulah yang namanya kontraksi bisa akyu rasakan juga. Langsung teratur, hingga per 10menit. Tapi ternyata bukaan tetap saja di hitungan tiga, tidak bergerak sedikit pun. Hari minggu berlalu, hari senin juga berlalu, dari mulai curhat-curhat sampai nangis bombay sudah berlalu pula. Dari tukang sapu, tukang nganterin makan, lebih-lebih lagi suster dan bidan sudah seriiiiing banget nanya “belum lahir juga bu?”, “hmmmm udah kok, cuma emang ukuran perut gue aja segini....” halaaah.... menurut lo gimanaaaa??? Jelas-jelas akyu masih bawa-bawa gentong di perut, kok ya pake nanya. Bahkan nih, saking lamanya enggak lahir-lahir, mertua sempat datang bawa air zam-zam, pernah juga perut bunda dicipratin air rumput fatimah (apa pula hubunganya ya booo, tapi biarlah daripada kudu diminum, katanya bahaya loh buat bayinya, jadi jangan ada yang coba2 minum ya ibu-ibu), tapi ya tetap saja my baby enggak lahir-lahir dan tingkat kemulesannya cuma naik turun sementara, bukaan enggak beranjak dari angka tiga. Dokter pun enggak bisa menjelaskan karena menurutnya setiap kasus kelahiran berbeda, tapi kalau sabar, dokter yakin bunda bisa melahirkan dengan normal berhubung posisi janin dan air ketuban masih bagus.
Waktu infus induksi entah sudah berapa botol, pada hari selasa rasa mules mulai meningkat dari pagi hingga sore semakin lama semakin mules. Akhirnya bukaan pun naik ke angka 4 (yipiiiiii), bidan memutuskan agar bunda pindah ke ruang observasi. Walaupun rasa mules mulai parah, tapi bunda seneng banget dan menerimanya dengan santai secara memang sudah berhari2 bunda ngarep bisa cepat melahirkan. Saking senangnya bunda sama sekali tidak mengeluh. Dua jam kemudian bukaan naik jadi 5, wah aybund jadi optimis banget.
Menjelang maghrib tiba2 masuk seorang ibu ke ruang observasi. Mungkin karena ketubannya sudah pecah si ibu ini pun berteriak2 kesakitan, selain suaranya memang kencang, isi teriakannya pun lumayan dramatis, terutama bagi daku yang belum pernah melihat orang yang mules2 menjelang melahirkan. Entah karena stres atau lain hal, tiba-tiba rasa mules yang sudah masuk kategori ‘banget’ dan sudah berlangsung per 3menit dan tiap kali mules selama 1menit lebih, tiba-tiba saja menghilang. Bunda jadi segar bugar aja gitu, malah mulai bosen di dalam ruang observasi dan minta kembali ke kamar perawatan. Paramedis yang selama ini jadi tempat bertanya juga ikut bingung, kenapa setelah bukaan 5 yang termasuk bukaan besar kok mulasnya hilang begitu saja.
Malamnya dokter datang dan menyarankan bunda istirahat induksi dulu untuk hari rabu dan banyak berjalan kaki di sekitar rumah sakit sambil berharap kelahiran dapat berlangsung normal tanpa induksi.
Hari rabu dengan setengah frustasi setengah semangat, bunda pun menghabiskan waktu berjalan keliling rumah sakit, bahkan menaiki tangga sambil ditemani ayah. Tapi anehnya, bukaan tetap di angka 5, padahal pagi, siang dan malam tidak henti-hentinya berjalan kaki, malahan bunda setengah mati menahan kantuk supaya tidak tertidur karena takut posisi tidur bisa membuat our little angel yang sudah dijalan lahir malah masuk lagi (ini sih asli ngarang, gak ada penelitian ilmiah yang mendukung ;p )
Rupanya hari rabu itu memang bukan takdirnya my baby untuk lahir, walhasil keesokan harinya infus induksi kembali dipasang, seperti infus induksi sebelumnya, yang ini pun cespleng, langsung mules! Tapi bunda sudah kapok berharap, jadi prinsipnya ya jalanin saja, bagaimanapun anak aybund kan pasti lahir. Seperti pada hari selasa, di hari kamis ini pun rasa mulesnya semakin lama semakin bertambah. Hingga saat buka puasa tiba mulesnya sudah lumayan parah. Tapi bunda tetap belum mau masuk ke ruang observasi karena trauma. Selesai ayah berbuka puasa, dia pun nekat memanggil bidan karena sudah tidak tega melihat bunda melilit kesakitan. Tapi anehnya, bukaan hanya beranjak setengah menjadi 5,5! What?? Jadi kudu gimana lagi dooooong biar bukaannya nambah huuuuu....... Untung my hubby suami teladan, biar dari mukanya keliatan jelas dia juga bingung, dia tetep sok-sok menghibur, segala argumen dikemukakanlah, cuma kali ini dia gak brani ngarang-ngarang cerita lagi.....;p.
Saat itu dokter Sri yang memang tengah praktek akhirnya memerintahkan bidan untuk memecahkan ketuban bunda. Dengan setengah hati cenderung takut, bunda pun setuju saja dipecahkan ketuban (padahal ternyata dipecahin ketuban enggak ada rasanya sama sekali loh, he..he.. sok tau sih). Waktu itu jam menunjukkan pukul 7 malam dan proses pemecahan ketuban langsung dilakukan di ruang bersalin karena ruang observasinya sudah penuh. Sesaat setelah ketuban pecah barulah rasa mules mulai menggila, barulah bunda ngerti perasaan sang ibu yang berteriak2 di ruang observasi hari selasa lalu. Rasanya muleeeeeesssss banget. Mulai deh mengutuki diri sendiri, duuuuh...yang sok mau melahirkan normal.... untungnya pesan mama keingat terus untuk terus baca do’a n ayat2 pendek daripada teriak2 enggak penting, bikin malu n nguras tenaga doang! Jadilah malam itu di ruang bersalin, aybund udah kayak lagi di pengajian, baca2an doa terus dengan volume suara yang mayan stereo lah, duh semoga aja enggak ada ibu-ibu yang lagi bukaan lima terus ilang lagi mulesnya gara2 kami berdua ;p.
Lama kelamaan rasa mules mulai ditambah rasa urgent ingin ngeden. Keringat dingin terus bercucuran, duh waktu itu keberadaan my hubby bner2 bantu deh, buat para suami, jangan yaaaaa tega2nya gak mau nemenin istri di ruang bersalin!!. Pada satu moment, tiba2, rasa ingin ngeden tidak bisa ditahan lagi, bunda pun memaksa ayah memanggil bidan. Masalahnya dari dipecahkan ketuban hingga mules hebat hanya memakan waktu setengah jam, padahal bidan baru akan mengecek bukaan per dua jam. ayah pun segera keluar memanggil bidan, saat bidan masuk, ekspresi wajah sang bidan memberikan pertanda bahwa bunda akan segera melahirkan, bidan pun setengah berlari ke luar memanggil dokter. Duh lima menit terlama dalam hidupku deh....
Saat dokter datang ternyata bukaan sudah lengkap dan bunda sudah boleh mengejan. Sepenuh tenaga bunda berusaha, “this is the moment”, akhirnya....... setelah menghabiskan 6 botol induksi, 5 hari menginap di rs dan entah berpa kali mengejan, anak bunda pun lahir pada pukul 7.50 tanggal 5 oktober 2006. Lega hanyalah sebagian keciiiiiiiil dari perasaan keseluruhan. Kebahagiaan pastinya yang paling dominan saat bayi cantik bunda diperlihatkan oleh bidan. Zeeva Athena Cakranegara lahir dengan berat 3,3kg panjang 52cm, cantik dan sehat! Dokter sampai cipika-cipiki dengan bunda sambil mengucapkan selamat “ini buah kesabaran ibu” katanya, bangga dan haru, bagaimanapun, selain ayah dan keluarga, dokter sri adalah orang yang ‘terlibat’ dengan intens dalam penantian panjang bunda pra melahirkan.
Duh......enggak ada duanya deh perasaan ini, apalagi waktu ngeliat bayi mungil yang masih berlumuran lemak putih, kok bisa ya bunda yang manusia paling biasa aja, gak ada hebat2nya, diberi anugrah sebesar ini........
Whoever thinks parents give life to their baby surely never been in my position, because for me, my baby is the one who give me life and every-other reasons to stay alive!
4 Tips Mencegah Obesitas pada Anak
6 months ago