Nama : Fahimatul Ilham
NIM :
1113016300006
Semester 2
TEORI
KONSTRUKTIVISME
(CONSTRUCTIVISM THEORY)
A.
Latar Belakang
Dalam kegiatan pendidikan proses
pembelajaran merupakan inti dari semua kegiatan yang dilakukan pendidik.Proses
ini merupakan interaksi keseluruhan komponen atau unsur yang terdapat dalam
pembelajaran yang saling berhubungan. Komponen pembelajaran tersebut adalah pendidik, siswa,
tujuan yang hendak dicapai, materi pelajaran, metode mengajar, alat peraga
serta evaluasi sebagai alat ukur tercapai tidaknya tujuan pembelajaran.
Pendekatan konstruktivisme merupakan
upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.Pendekatan
ini berhubungan dengan masalah yang dihadapi siswa,membantu siswa dalam
mengembangkan keterampilan sosial,serta kemampuan berpikir kritis.Pengetahuan
bukanlah seperangkat kata-kata,konsep atau kaidah yang siap diambil,dan
diingat.Namun manusia harus mengkonstruksi pengetahuanya,dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
Pendekatan konstruktivisme
memfasilitasi siswa untuk dapat mengembangkan potensi dalam dirinya untuk
berpikir kronologis,kritis analitis serta dapat memahami sejarah dengan baik
dan benar.Kemampuan mengembangkan pengetahuan,pemahaman,analisis, dan sikap
serta perilaku berdasarkan pengalaman sejarah akan membantu siswa menghubungkan
satu peristiwa dengan peristiwa lainya serta dapat membuat keputusan dan
mengambil hikmah dari pengalaman tersebut untuk dijadikan tolak ukur dalam
bersikap,berpikir, dan bertingkah laku.
B.
Tujuan Penulisan
1. Dapat menjelaskan pengertian teori konstruktivisme (C2)
2. Dapat menunjukkan teori-teori yang berhubungan dengan konstruktivisme (A3)
3. Dapat menghubungkan teori konstruktivime pada RPP (P5)
1. Dapat menjelaskan pengertian teori konstruktivisme (C2)
2. Dapat menunjukkan teori-teori yang berhubungan dengan konstruktivisme (A3)
3. Dapat menghubungkan teori konstruktivime pada RPP (P5)
C.
Teori
Menurut
faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang
mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada
orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang
diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi
proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga
terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar
itu berarti membentuk pengertian atau…pengetahuan secara aktif dan
terus-menerus (Suparno, 1997).
Ada tiga tokoh dalam aliran konstuktivisme :
·
Lahir di Neuchâtel,
Switzerland, pada 9 Ogos, 1896.
·
Bapanya,Arthur Piaget, seorang
pertengahan dan mempunyai minat yang mendalam tentang sejarah.
·
profesor dalam kesusateraan zaman
Ibunya, Rebecca Jackson, seorang yamg sangat pandai
·
Jean Piaget merupakan anak sulung
dalam keluarga dan bakatnya mula dilihat ketika beumur 10 tahun.
·
Merupakan ahli psikologi switzerland
yang terkenal
·
Meninggal pada tahun 1980.
Teori perkembangan kognitif Piaget menyatakan bahwa kecakapan
kognitif atau intelektual anak dan orang dewasa mengalami kemajuan melalui
empat tahap (dalam Hudojo, 2003), yaitu sensori-motor (lahir sampai 2 tahun);
pra-operasional (2 sampai 7 tahun): operasi konkret (7 sampai 11 atau 12
tahun), dan operasi formal (lebih dari 11 atau 12 tahun). Dalam pandangan
Piaget pengetahuan didapat dari pengalaman, dan perkembangan mental siswa
bergantung pada keaktifannya berinteraksi dengan lingkungan (Slavin, 2000).
Pada tahap pra-operasional karakteristiknya merupakan gerakan-
gerakan sebagai akibat langsung. Pada tahap operasi konkret siswa didalam
berpikirnya tidak didasarkan pada keputusan yang logis melainkan didasarkan
kepada keputusan yang dapat dilihat seketika. Pada tahap operasi konkret
ditandai dengan siswa mulai berpikir matematis logis berdasar pada manipulasi
fisik dari obyek-obyek. Pada tahap operasi formal siswa dapat memberikan
alasan-alasan dengan menggunakan simbol-simbol atau ide daripada obyek-obyek
yang berkaitan dengan benda-benda di dalam cara berpikirnya. (Hudojo, 2003).
Piaget meyakini bahwa kecenderungan siswa berinteraksi dengan
lingkungan adalah bawaan sejak lahir. Siswa memproses dan mengatur informasi
dalam benaknya dalam bentuk skema (scheme). Hudojo (2003: 59) menyatakan skema
adalah pola tingkah laku yang dapat berulang kembali. Slavin (2000: 30)
menyatakan siswa mendemonstrasikan pola tingkah laku dan pemikiran yang disebut
skema. Jadi mengacu pada kedua pendapat Hudojo dan Slavin, skema adalah pola
tingkah laku dan pemikiran yang dapat berulang kembali. Dengan demikian, skema
adalah struktur kognitif yang digunakan oleh siswa untuk menyesuaikan dengan
lingkungan dan mengorganisasikannya. Penguasaan terhadap suatu skema baru
mengindikasikan adanya perubahan di dalam struktur mental siswa.
Adaptasi berkaitan dengan penyesuaian skema yang sudah dimiliki
siswa ketika berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Piaget adaptasi adalah
suatu proses penyesuaian skema dalam merespon lingkungan melalui asimilasi atau
akomodasi. Asimilasi adalah proses menyerap pengalaman baru berdasar pada skema
yang sudah dimiliki dan akomodasi adalah proses menyerap pengalaman baru dengan
cara memodifikasi skema yang sudah ada atau bahkan membentuk skema yang
benar-benar baru (Hudojo, 2003: 60).
Perkembangan struktur mental siswa bergantung pada proses
asimilasi dan akomodasi. Masuknya skema baru dalam struktur mental siswa
terutama tergantung pada proses akomodasi dalam menyerap pengalaman-pengalaman
baru dengan cara siswa sendiri. Melalui adaptasi ini siswa memperoleh
pengalaman-pengalaman matematika yang baru berdasarkan pengalaman-pengalaman
matematika yang telah dimilikinya
·
Nama lengkap: Ernst
von Glasersfeld
·
Lahir di Munich 1917
· Orang tua Austria, dan dibesarkan di Italia Utara dan Swiss.
Berkaitan dengan pemerolehan pengetahuan
pendapat von Glasersfeld berbeda secara radikal dengan konsepsi pemerolehan
pengetahuan tradisional terutama dalam kaitan antara pengetahuan dan
realitas.von Glasersfeld berpendapat bahwa pengetahuan dan realitas tidak
memiliki nilai mutlak, dan pengetahuan diperoleh secara aktif dan dikonstruksi
melalui indera atau melalui komunikasi. von Glasersfeld (1984) mengemukakan
bahwa konstruktivisme radikal untuk tidak diinterpretasikan sebagai gambaran
dari realitas secara mutlak tetapi sebagai model pengetahuan (model of knowing)
dan kemungkinan memperoleh pengetahuan dalam kognisi dengan cara mengkonstruksi
pengetahuan berdasar pengalaman sendiri. Dalam pembelajaran, konstruktivisme
radikal tergolong konstruktivisme individu, sebagaimana konstruktivisme
kognitif yang dikemukakan Piaget.
Berkaitan dengan pembelajaran, von Glasersfeld
(dalam Yackel, Cobb, Wood, dan Merkel; 2002) menyatakan pandangannya sebagai
berikut. Jika mempercayai bahwa pengetahuan harus dikonstruksi oleh setiap
individu yang belajar, maka pembelajaran menjadi sangat berbeda dengan
pembelajaran tradisional yang meyakini pengetahuan ada di kepala guru dan guru
harus mencari cara untuk mentransfer pengetahuan tersebut kepada siswa.
Pembelajaran menurut konstruktivisme radikal memandang bahwa pengetahuan harus
dikonstruksi oleh individu.Jadi berdasar informasi yang masuk ke diri siswa,
siswa aktif belajar mengkonstruksi pengetahuan berdasar pengalaman sendiri.Hal
ini, pada awal penyerapan pengetahuan, dimungkinkan terjadinya perbedaan
konsepsi antar siswa terhadap hasil pengamatan.
Apa yang disampaikan guru belum tentu diterima
siswa sebagaimana apa yang diharapkan guru. Tugas guru utamanya bukan
mentransfer pengetahuan tetapi memfasilitasi kegiatan pembelajaran sehingga
siswa memiliki kesempatan aktif belajar dengan cara mengkonstruksi pengetahuan
berdasar pengalaman siswa sendiri. Dalam kegiatan pembelajaran guru perlu
mempertimbang adanya perbedaan tingkat konsepsi siswa terhadap apa yang yang
diamati. Dalam memahami suatu konsep sering terjadi konflik kognitif disebabkan
oleh adanya problematika perbedaan tingkat konsepsi akibat beragamnya
pengalaman siswa.Dalam hal seperti ini, guru perlu membuat
kesepakatan-kesepakatan konseptual misalnya melalui diskusi kelas.
·
Lahir pada 1896 di Belarus,
Rusia
· Vygotsky banyak terlibat
dalalm mengkaji perkembangan kognitif di Institute of Psychology di Moscow.
·
Merupakan ahli psikologi
Rusia yang terkenal.
·
Meninggal pada 1934.
Psikolog Rusia Lev
Semionovich (meninggal tahun 1934), berkaitan dengan perkembangan intelektual
siswa mengemukakan dua ide. Pertama bahwa perkembangan intelektual siswa dapat
dipahami hanya dalam konteks budaya dan sejarah pengalaman siswa (van der Veer
dan Valsiner dalam Slavin, 2000) dan mempercayai bahwa perkembangan intelektual
bergantung pada sistem tanda (sign sistem) yang individu berkembang dengannya
(Ratner dalam Slavin, 2000: 43). Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara
budaya diciptakan untuk membantu orang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan
masalah, misalnya budaya bahasa, sistem tulisan dan sistem perhitungan.
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat
prinsip (Slavin, 2000: 256):
a. pembelajaran sosial (social leaning).
Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif.
Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksibersama dengan orang
dewasa atau teman yang lebih cakap.
b. ZPD (zone of proximal development).
Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam
ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkanmasalah sendiri,
tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau
temannya (peer).
c. masa magang kognitif (cognitif
apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit
memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa atau teman yang lebih pandi.
d. pembelajaran termediasi (mediated
learning). Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang
kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnyadalam
memecahkannya.
Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan
dalam pembelajaran.Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan,
termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian dari
lingkungan (Taylor, 1993), pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup
sosial, antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa
internalisasi (Taylor, 1993). Banyak pemerhati pendidikan yang mengembangkan
model pembelajaran berdasar teori pembelajaran Vygotsky, misalnya model
pembelajaran kooperatif, model pembelajaran peer interaction, model
pembelajaran kelompok, dan model pembelajaran problem posing.
D.
Analisis Teori
Jean Piaget psikolog pertama yang menggunakan filsafat
konstruktivisme,. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun
usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Pengetahuan berguna jika pengetahuan
tersebut mampu memecahkan persoalan yang ada. Pengetahuan merupakan proses yang
terus berkembang(Great News: 2008)
Penerapan pendidikan dengan pola konstruktivisme diwujudkan dengan
mengajak siswa secara aktif membangun konsep-konsep kognitif. Guru tidak
sekedar memberi, namun siswa mencari secara aktif, dan mengembangkannya.
ciri-ciri
konstruktivisme dalam pembelajaran
1. Siswa aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah
ada.
2. Siswa membina sendiri pengetahuan
3. Proses pembinaan pengetahuan pada siswa melalui proses saling
mempengaruhi antara pembelajaran yang terdahulu dengan pembelajaran yang
terbaru
4. Membandingkan informasi baru dengan pemahaman yang sudah ada
5. Ketidak-seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang
utama
6. Bahan pengajaran dikaitkan dengan pengalaman siswa untuk menarik
minat belajarnya
Pembelajaran konstruktivisme sebaiknya
melibatkan guru yang konstruktif pula. Guru tidak hanya memberi pengetahuan
kepada siswa, tetapi guru membantu siswa membangun sendiri pengetahuan dalam
benaknya, dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan
ide-ide mereka sendiri. Guru memberikan kepada siswa anak tangga untuk membawa
siswa kepada pemahaman yang lebih tinggi dan siswa harus memanjat sendiri anak
tangga tersebut.
Pendidikan dengan pola konstruktivisme, akan
menciptakan pengalaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam
konteks nyata yang mendorong siswa untuk berfikir dan berfikir ulang lalu
mendemonstrasikan.
E.
KREATIVITAS DAN INOVASI
1.
Ayat
al-Quran
Pada dasarnya praktik pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme sudah ada sejak lama, yakni dari zaman nabi adam as. Akan
tetapi dalam al-Quran tercatat bahwa prose situ secara gambling dijelaskan
dalam surat al-an’am ayat 76-79 yang menceritakan tentang proses pencarian nabi
Ibrahim terhadap Tuhannya. Ayat yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
“Ketika
malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah
Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya
tidak suka kepada yang tenggelam” (76). “Kemudian tatkala dia melihat bulan
terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu
terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk
kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat"(77). “Kemudian
tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, Ini yang
lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai
kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan” (78).
“ Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit
dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (79).
2.
Gambar penerapan teori konstruktivisme di sekolah
Dalam gambar tersebut menjelaskan bahwa guru
mengajak siswanya untuk diskusi kelompok, dengan cara seperti ini maka siswa
dapat mengeksplor pengetahuan yang dia punya.
sumber : www.google.com
Dalam gambar tersebut menggambarkan keaktifan siswa dalam penerapan teori konstruktivisme
3. Grafik
sumber : www.google.com
Latihan
membuat RPP berdasarkan teori konstruktivisme
Dosen mata kuliah :
Nuraida, M. Si.
Disusun oleh :
Nama : FahimatulIlham
NIM: 1113016300006
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
IDENTITAS
GURU
Nama : Fahimatul Ilham
Semester : 2 (Genap)
Jurusan : Pendidikan
Fisika
Universitas : UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
IDENTITAS
MURID
Nama : Vera Fitria
Tempat/Tanggal
lahir : Depok, 2 Februari 2001
Umur : 13 tahun
RencanaPelaksanaanPembelajaran
(RPP)
Sekolah : SMP
AhsanuAmalaDepok
Mata Pelajaran : IPA (Fisika)
Kelas/Semester : VII/2
Materi Pokok : Gerak Lurus
Alokasiwaktu : 2 jam
pelajaran( 2 x 45 menit )
A. Standar Kompetensi
Memahami gerak-gerak yang ada melalui analisis siswa.
B. KompetensiDasar
Menganalisis data percobaan gerak
lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan serta penerapannya dalam kehidupan.
C. Tujuan Pembelajaran
1.
Kognitif
Siswa mampu menjelaskan pengertian gerak lurus dengan pendapatnya sendiri (C1).
Alasan :
1. Menurut Taksonomi
Bloom, kata menjelaskan termasuk kedalam kata
kerja operasional ranah C1 yang berupa pengetahuan.
Sehingga dengan menggunakan kata menjelaskan siswa dapat menguasai materi yang
telah diberikan yaitu materi mengenai pengertian dari gerak dengan benar
khususnyadalam ranah pengetahuannya.
2. Menurut Jean Jacques
Rousseau (1712-1778), anak pada usia SMP yang berumur 12-15 tahun termasuk kedalam tahap
operasional formal. Pada tahap ini murid sudah dapat berfikir secara tidak
terbatas dan mulai kritis, sehingga ia dapat
menjelaskan kembali tentang materi yang telah disampaikan oleh guru mereka dan
kata operasional menjelaskan sudah dapat digunakan pada tahap ini, dan indikator pun dapat tercapai.
Siswa dapat memberikan contoh gerak lurus baik yang beraturan maupun yang
berubah beraturan (C1)
Alasan :
1. Menurut Taksonomi
Bloom kata memberikan contoh termasuk kedalam ranah kognitif C1, yaitu mengenai pengetahuan. Dengan menggunakan kata memberikan contoh guru dapat menilai
apakah siswa tersebut dapat menguasai materi yang telah diberikan oleh guru tersebut dengan baik dan benar.
2.
Menurut Jean Jacques
Rousseau (1712-1778), anak umur 12-15 tahun dengan pikirannya yang berkembang anak mulai belajar menemukan
tujuan-tujuan serta keinginan-keinginannya sehingga
menurut psikologi perkembangan ini siswacocok untuk menerima indikator ini.
Siswa mampu menuliskan rumus-rumus yang berkaitan dengan gerak antara lain
: jarak, perpindahan , kecepatan dan percepatan (C1)
Alasan :
1. Menurut taksonomi
Bloom kata menuliskan termasuk kedalam ranah kognitif C1, yaitu pengetahuan.
Dengan menggunakan kata kerja operasional jenis C1 ini kemampuan siswa dalam pengetahuan
dasar mengenai materi yang disampaikan akan terlihat, apakah indikator yang
diinginkan telah tercapai dengan baik atau belum.
2. Menurut
psikologi perkembangan, anak dengan umur11-16 tahun sudah dapat memiliki
kemampuan untuk menuliskan apa yang iadapatkan baik yang muncul dari fikirannya sendiri ataupun
yang iadapatkan dari orang lain,
sehingga kata kerja operasionalini bisadigunakan kepada siswa yang berumur
11-16 tahun dan akan memudahkan dalam tercapainnya indikator yang diinginkan.
Siswa dapat membandingkan gerak luruk beraturan dan gerak lurus beruba hberaturan
(C6)
Alasan :
1. Menurut Taksonomi
Bloom kata membandingkan termasuk kedalam ranah kognitif C6, yaitu berhubungan
dengan nilai penerapan. Dengan menggunakan kata membandingkan ini guru dapat mengetahui
apakah siswa tersebut dapat menerapkan materi yang telah diterima siswa dalam kehidupannya.
Sehingga indikator yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik dan benar.
2. Menurut Jean Jacques
Rousseau (1712-1778), anak umur 12-15 tahun anak mulai kritis dalam menanggapi suatu ide atau pengetahuan dari
orang lain, kekuatan intelektual kuat dand apat menerapkan apa yang sudah
iadapatkan kedalam kehidupannya, hal ini sudah sesuai dengan tahapan
perkembangan anak usia 11-16 tahun sehingga memudahkan tercapainya indikator.
2. Afektif
Siswa dapat mengubah rumus-rumus yang berkaitan antara jarak, waktu,
kecepatan dan percepatan(A5)
Alasan :
1. Menurut Taksonomi Bloom kata mengubah termasuk kedalam ranah afektif A5,
yaitu menghayati. Dengan menggunakan kata kerja operasional jenis ini kemampuan siswa dalam merasakan dan menghayati akan dapat tercapai, sehingga indikator dapat tercapai dengan baik.
2. Menurut psikologi perkembangan,
anak dengan usia 11-16 tahun memiliki afektif yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahapan sebelumnya.
Sehingga nilai afektif yang berupa menghayati ini dapat diterapkan kepada siswa tersebut dan indikator
pun akan dapat tercapai.
3. Psikomotorik :
Siswa dapat memposisi kan gerak lurus kedalam kehidupan sehari-hari (P1)
Alasan :
1. Menurut Taksonomi Bloom kata memposisikan termasuk kedalam ranah psikomotorik
P1, yaitu menirukan.
Dengan menggunakan kata kerja operasional ini kemampuan dasar siswa dalam ranah psikomotorik dapat diketahui oleh guru. Sehingga tercapainya indikator pun dapat diketahui melalui ranah psikomotorik ini.
2. Menurut
Psikologi Perkembangan, anak dengan usia sekolah pada umur 11-16 tahun sudah
dapat menggunakan teori-teori yang didapatkannya dan diterapkan kedalam
kehidupannya, sehingga indikator ini dapat tercapai.
Siswa dapat menggunakan konsep-konsep
gerak lurus kedalam kehidupan sehari-hari (P4).
Alasan :
1. Menurut Taksonomi
Bloom kata menggunakan termasuk kedalam
ranah psikomotorik P4, yaitu artikulasi. Dengan menggunakan kata
menggunakan ini guru dapat mengetahui sejauh mana kemampuan manusia dalam menerapkan
materi yang didapatkan kedalam kehidupannya. Dalam ranah psikomtorik ini merupakan
tingkatan yang paling tinggi karena pada tahap ini siswa sudah memiliki kemampuan
untuk berfikir secara kompleks dan sistematis serta dapat menggunakan perasaannya
dalam mengerjakan sesuatu hal.
2. Menurut
Psikologi Perkembangan, siswa pada usia 11-16
tahun sudah dapat bereksperimen dan menggunakan teori yang ia dapatkan.
Sehingga pada tahap ini siswadapat menerima indikator yang telah ditentukan.
4. Perkembangan konsep diri dan emosi
1. Siswa dapat
mengkonsep dirinya dengan baik seiring mulai adanya pengaruh dari lingkungan
karena pada usia ini mereka banyak berinteraksi dengan sesama.
Dengan bertambahnya usia, pandangan
tentang diri ini menjadi lebih banyak didasari oleh nilai-nilai yang diperoleh
dari interaksi dengan orang lain ( Taylor, 1953: Comb & Snygg, 1959)
2. Siswa dapat
mengontrol emosinya sesuai dengan penerapan gerak lurus ketika dia berada di
lampu merah mereka mempunyai pendidikan karekter berupa sabar (tidak ngebut dan
mematuhi rambu-rambu)
Menurut
Nana Syaodih Sukmadinat dalam bukunya Landasan Psikologi Proses Pendidikan,
Pada masa remaja awal (usia 13-14 tahun) dan remaja tengah (usia 15-16 tahun)
perkembangan perasaan (emosi) berjalan konstan. Pada masa remaja awal ditandai
oleh rasa optimisme dan keceriaan dalam hidupnya, diselingi dengan rasa bingung
menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Pada masa remaja
tengah rasa senang datang silih berganti dengan rasa duka (Nana Syaodih
Sukmadinat, 115)
5. Perkembangan nilai, moral dan sikap
1. Siswa
dapat menerapkan konsep gerak lurus yang berkaitan dengan nilai estetika dalam
kehidupan.
Pada teori pembagian Tahap
Perkembangan Menurut Havighurst, Pada
masa ini, anak berada pada usia 6-13 tahun dan memiliki ciri -ciri antara lain
:
·
Membangun moralitas, hati nurani dan
nilai-nilai
·
Pencapaian kemandirian
·
Membangun perilaku dalam kelompok sosial
maupun institusi (sekolah)
6. Perkembangan kreativitas
1.
Siswa dapat memperagakan gerak lurus dengan kekreatifan mereka dalam menggambar
Dalam
perkembangan kreativitas, anak usia 11 tahun keatas interaksinya dengan
lingkungan sudah amat luas, dilihat dari perspektif ini, perkembangan
kreativitas remaja pada posisi seiring dengan tahapan operasional formal.
Artinya perkembangan kreativitasnya sedang berada pada tahap yang amat
potensial bagi perkembangan kreativitas (McCormack, 1982)
7. Cara mengatasi lupa dan jenuh dalam belajar
1. Siswa memiliki nilai estetika yang cukup tinggi
jadi siswa dapat menggunakan metode menghafal rumus dengan gambar-gambar agar
mudah di ingat
2. Dengan Clustering
(pengelompokkan), yaitu menata ulang item-item materi menjadi
kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item
tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip (Barlow,1985)
3. Agar siswa tidak jenuh maka selingi pembelajaran
dengan game, mislkan game penerapan gerak lurus
D. Materi Ajar
A. gerak lurus beraturan
- s = s0 + v .t
B.
gerak lurus berubah beraturan
- s = s0 + v . t + 1/2
a . t2
E. Metode Pembelajaran
1. Pemberian tugas
2. Pembahasan kelompok
3. Pelaporan
F. Langkah-Langkah Pembelajaran
Kegiatan Awal
Guru membuka
pelajaran, dilanjutkan dengan tanya jawab mengungkap pengetahuan awal siswa tentang analisa gerak lurus yang akan di bahas pada pertemuan kali ini
Kegiatan Inti
Eksplorasi
Guru
melakukan diskusi kelas untuk mempelajari gerak lurus kemudian mengelompokkan kedalam gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan dan guru
memberikan gambaran tentang gerak lurus agar siswa menganalisisnya dan
memecahkannya.
Elaborasi
Siswa melakukan
diskusi kelompok untuk memecahkan soal-soal
yang diberikan oleh guru
atau soal-soal dari buku siswa yang berkaitan dengan gerak lurus
Guru
memberikan kuis tertulis dengan cara lisan untuk mengetahui pemahaman materi yang
telah dipelajari.
Konfirmasi
Guru
mengadakan kuis untuk mengetahui pemahaman materi yang
telah dipelajari.
Kegiatan Akhir
Dengan cara tanya jawab,
dilakukan kegiatan menyimpulkan dan memberi penekanan pada materi gerak lurus,
diteruskan dengan pelaporan hasil diskusi siswa. Lalu guru membahasnya untuk mengetahui
seberapa pemahanaman siswa
G. Penilaian
a. Kuis tertulis
b. Pengamatan keaktifan
siswa pada saat Tanya jawab, kinerja keterampilan dalam peragaan
dan percobaan serta sikap
c. Tugas
H. Evaluasi
1. Teori
bakat Multipel Intelligence
Menurut Dr. Howard Gardner, beliau adalah seorang
peneliti dari Harvard dan pencetus teori Multiple Intelligence mengajukan 8
jenis kecerdasan yang meliputi :
Cerdas bahasa : cerdas dalam mengolah kata
Cerdas gambar : memiliki imajinasi tinggi
Cerdas musik : peka terhadap suara dan irama
Cerdas tubuh : terampil dalam mengolah tubuh dan gerak
Cerdas matematika dan logika : cerdas dalam sain dan berhitung
Cerdas sosial : kemampuan tinggi dalam membaca pikiran dan perasaan orang lain
Cerdas alam : peka terhadap alam sekitar
Cerdas Spiritual : menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam semesta.
Cerdas bahasa : cerdas dalam mengolah kata
Cerdas gambar : memiliki imajinasi tinggi
Cerdas musik : peka terhadap suara dan irama
Cerdas tubuh : terampil dalam mengolah tubuh dan gerak
Cerdas matematika dan logika : cerdas dalam sain dan berhitung
Cerdas sosial : kemampuan tinggi dalam membaca pikiran dan perasaan orang lain
Cerdas alam : peka terhadap alam sekitar
Cerdas Spiritual : menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam semesta.
Berdasarkan
teori tersebut maka dapat diketahui bahwa siswa memiliki kecerdasan berupa
cerdas gambar (picture smart) karena
dalam menghafal rumus, siswa lebih mudah mengingat dalam bentuk variasi bentuk
rumus-rumus yang menarik dan juga memiliki kecerdasan berupa cerdas logika
(logic smart), dengan kecerdasan berupa sains dan logika maka siswa pasti lebih
mudah mengungkapkan apa yang dia ketahui dengan memainkan logikanya untuk
mengira-ngira tujuan dan maksud dari suatu pelajaran sebelum guru menerangkan,
maka sangat tepat sekali jika menerapkan teori konstruktivisme pada siswa.
2. Penggunaan teori konstruktivisme
Pendekatan
konstruktivistik pada dasarnya merupakan pendekatan pembelajaran yang baik dan
sangat berorientasi kepada siswa (student¬centerd). Dalam mengelola
pembelajaran guru sebaiknya dapat menggunakan prinsip-prinsip yang diturunkan
berbagai perspektif pembelajaran, behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme
dan lain-lainnya, sesuai dengan tujuan dan sifat materi pembelajaran. Dalam hal
ini guru perlu mengasah daya kreativitasnya untuk dapat mengembangkan
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan bagi siswanya.
DAFTAR PUSTAKA
B., E. H. 1980. Psikologi Perkembangan.
Jakarta : Erlangga.
Munandar,
Utami. 1992. Mengembangkan Bakat dan
Kreatifitas Anak Sekolah. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana.
Sabri,
Alisuf. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya.
Sukmadinata,
S Nana. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Bahri,
Syaiful. 2002. Psikologi Belajar.
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
http://www.scribd.com/doc/167610690/Jurnal-Teori-Konstruktivisme-Vygotsky-1 diakses
pada 27 Juni 2014 pukul 09:06
Http://Kotabandarlampunglampung.com/2012/kata-kerja-operasional-untuk-pengembangan-indikator-silabus-dan-rpp/ diakses
pada tanggal 19 Juni 2014 pukul 17:56