Saudara-saudara, suatu hari, seorang ibu cerita
kepada istri saya. 30 tahun yang lalu,
ibu ini mengangkat seorang anak . . . dia merawat anak itu dengan penuh kasih
sayang dan mencukupkan segala kebutuhannya.
Sampai suatu waktu, pada waktu anak itu berusia 16 tahun, kelas 1 SMA, anak
ini mengetahui bahwa dia sesungguhnya bukanlah anak kandung dari keluarga
tersebut . . . ia hanya seorang anak angkat.
Saudara-saudara,
setelah mengetahui kenyataan tersebut, anak ini bukannya mengucapkan terima
kasih kepada orang tua angkatnya yang sudah merawat dan menjaga dirinya. Tapi justru sebaliknya, ia mulai melakukan
pemberontakan. Ia berhenti sekolah,
minum-minuman keras, dan menghabiskan harta orang tuanya.
Setelah
ia besar pun, bukannya menyadari kesalahannya . . . tapi sebaliknya ia justru
memperlakukan kedua orang tua angkatnya dengan tidak hormat. Ia hanya memberikan uang 10 ribu untuk makan
1 hari, dengan anggota keluarga 7 orang.
Kalau hitung-hitungan di atas kertas, maka setiap anggota keluarga
(termasuk orang tua angkatnya), sekali makan hanya 500 rupiah saja. Keterlaluan yah saudara . . . tapi ketika
orang tuanya mengatakan: “Nak, ini tidak cukup . . .” Anak itu hanya berkata: “Mah, cukup-cukupin
saja . . . saya gak mau tahu!!!”
Saudara,
kalau anak ini kekurangan secara ekonomi . . . maka mungkin keluarga pun akan memakluminya
. . . tapi ternyata anak ini adalah orang yang cukup berada. Saya membayangkan betapa pedih, sakit hati dan
terhina orang tuanya itu mendapat perlakuan tersebut. Bukannya mengatakan: “Pah . . . Mah . . .
makasih karena sudah mengangkatku menjadi anak kalian.” Tapi malahan memperlakukan
orang tua angkatnya dengan begitu kurang ajar.
Saudara, anak ini adalah anak yang tidak tahu bagaimana berterima
kasih.
Kalau saudara, jadi orang tua angkat anak itu . . .
bagaimana perasaan saudara? Tentu saja kita marah . . . kesal . . . sedih bukan. Dan bahkan mungkin dengan emosi kita berkata:
“kalau
dulu tahu bakal kurang ajar seperti ini, gak akan saya angkat jadi anak!” Tapi saudara-saudara, walaupun anak ini
adalah anak yang kurang ajar dan tidak tahu berterima kasih. Sampai hari ini, kedua orang tua angkatnya itu
tetap mengasihinya.
Saudara-saudara,
ketika saya mendengar apa yang dilakukan oleh kedua orang tua angkat anak
itu. Tiba-tiba saya kembali disadarkan
mengenai kasih Tuhan kepada setiap anak-anakNya (yaitu saudara dan saya). Dia mengangkat kita menjadi anak-Nya . . .
memelihara dan menjaga hidup kita.
Bahkan ketika hidup kita menghadapi kesukaran dan jalan buntu, bukankah Tuhan
selalu memberikan jalan keluar dan penghiburan.
Namun saudara-saudara, seringkali kita seperti anak yang tak tahu terima
kasih itu. Bukannya mengucapkan terima
kasih kepada Tuhan, kita malah lebih banyak mengeluh . . . mengeluh dan
mengeluh!! Kita melupakan kebaikan Tuhan
dalam hidup kita. Walaupun apa yang kita
lakukan menyakiti hati-Nya, tetapi Tuhan Yesus tetap mengasihi saudara dan saya.
Saudara-saudara, Firman Tuhan pada hari ini
mengajarkan kepada kita: “janganlah kita menjadi orang yang tidak tahu
berterima kasih.” Karena itu,
marilah setiap orang
yang merasakan kebaikan Tuhan di dalam hidupnya, datang dan mengucap syukur kepada
Tuhan.”
Saudara-saudara, sewaktu kita kecil, orang tua kita
sering mengajarkan kepada kita: “kalau
diberi sesuatu, ucapkanlah terima kasih.”
Sesungguhnya orang tua kita ingin mengajarkan sebuah kebiasaan untuk
tidak melupakan akan kebaikan seseorang.
Jadi “mengucapkan terima kasih” seharusnya menjadi budaya yang harus
kita miliki dan tidak boleh kita lupakan.
Namun tidak demikian dengan kesembilan orang kusta yang kita baca pada
bagian ini. Mereka lupa diri!!
Kalau kita lihat pada bagian Firman Tuhan yang kita
baca. Kisah ini dimulai ketika Tuhan
Yesus sedang melayani di sebuah desa yang terletak antara Samaria dan
Galilea. Makanya Alkitab mengatakan dari
kesepuluh orang kusta itu, ternyata ada satu orang yang adalah orang Samaria. Setelah mereka mendengar mengenai mukjizat
dan kesembuhan yang sudah dilakukan oleh Tuhan Yesus di berbagai tempat. Saya membayangkan tekad mereka untuk bertemu
dengan Tuhan Yesus yang datang ke desa mereka.
Mereka berharap, agar Tuhan dapat menyembuhkan penyakit kusta
mereka. Namun saudara, mereka tidak
berani muncul di depan umum, untuk bertemu dengan Tuhan Yesus. Mengapa? Sebab dalam kebudayaan Yahudi pada
waktu itu, seorang yang terkena penyakit kusta adalah seorang yang najis. Mereka harus dikucilkan oleh masyarakat, dan
tidak boleh dekat-dekat dengan masyarakat umum.
Saudara-saudara,
pada waktu itu, orang yang menderita penyakit kusta adalah orang yang paling
menderita. Bayangkan saja sudah menderita
dengan kusta yang menggerogoti tubuh mereka . . . ternyata mereka harus
memperoleh perlakuan yang tidak enak (dikucilkan, dijauhi) Belum lagi mereka harus
memandang tatapan penghakiman orang yang mengatakan: “najis loe.” Oh betapa,
terhina dan menderita sekali menjadi orang kusta. Nah dalam keadaan yang begitu menderita
secara fisik, emosi dan sosial . . . mereka bertemu dengan Tuhan Yesus dan
dalam keputusasaannya, mereka teriak kepada Tuhan: “Yesus, Guru, kasihanilah kami.”
Saudara-saudara,
bukankah apa yang dilakukan oleh kesepuluh orang kusta itu juga sering kita
lakukan. Ditengah permasalahan kehidupan
. . . terjepit dengan masalah ekonomi . . . kita teringat akan Tuhan dan
berkata: “Tuhan tolonglah kami.” Dan Tuhan pun tidak segan-segan menolong diri
kita.
Saudara-saudara,
saya ingat sekali bagaimana Tuhan menolong mamih saya. Selama bertahun-tahun mamih saya menderita
pendarahan. Mukanya pucat pasi
kekurangan darah. Melihat keadaannya
hati kami sangat sedih. Tapi apa daya
saudara, pada waktu itu kami tidak memiliki uang untuk mengobati penyakit mamih
saya. Setiap hari kami berdoa, dan
berharap agar Tuhan menyembuhkan
penyakit mamih saya. Tapi ternyata
harapan saya tidak terjadi. Tuhan
menggunakan cara yang lain.
Sampai
suatu kali, pada bulan Februari tahun 2005, ketika mamih saya cek ke rumah
sakit ternyata ada tumor dalam kandungannya.
Dan dokter mengatakan bahwa rahimnya harus segera diangkat. Jadi, mau tidak mau . . . mamah saya harus di
operasi. Bila tidak, maka keadaannya
akan menjadi lebih parah. Di tengah
kekuatiran akan keadaan mamih dan juga keterbatasan dana, kami pun berdoa . . .
dan singkat cerita operasi berjalan dengan baik dan Tuhan mencukupkan segala
sesuatunya. Bahkan yang luar biasanya, mamih
saya menjadi Kristen karena peristiwa ini.
Saudara-saudara, saya yakin kita semua memiliki
pengalaman akan kebaikan Tuhan dalam kehidupan kita. Setiap kebaikan yang Tuhan berikan kepada
kita seharusnya menjadi reminder atau pengingat agar kita tidak menjadi lupa
diri. Kita harus menanamkan segala
kebaikan Tuhan dalam pikiran dan hati kita.
Masih ingatkah saudara, ketika engkau bergumul mencari pekerjaan ataupun
merintis usahamu . . . engkau datang kepada Tuhan dan berdoa agar Tuhan selalu
memberkati usaha pekerjaanmu. Dan Tuhan
memang memberkatimu.
Masih
ingatkah saudara, ketika engkau bergumul dalam kesulitan ekonomi . . . engkau
datang kepada Tuhan. Tuhan yang mendengarkan
doamu dan memulihkan keuangan keluargamu.
Masih ingatkah saudara, disaat engkau mengalami kelemahan tubuh . . . pergi
ke berbagai dokter, namun tidak ada seorang dokter yang sanggup
mengobatimu. Dan setiap pagi engkau
terus berdoa kepada Tuhan. Dan dengan
ajaibnya, Tuhan menyembuhkanmu!!
Masihkah
engkau juga mengingat ketika engkau bergumul mencari pasangan hidup . . . engkau
tahu untuk mendapatkan pasanganmu ini bukanlah hal yang mudah, butuh usaha
keras. Namun Tuhan mempertemukanmu
dengan pasanganmu saat ini. Dan masih
ingatkah saudara, ketika engkau merindukan kehadiran seorang bayi dalam
keluargamu . . . namuan bertahun-tahun engkau menunggu dan berusaha melakukan
segala hal, tapi lalu ketika engkau berdoa kepada Tuhan. Tuhan mendengarkan permintaanmu, dan tidak
hanya memberikan satu anak tapi satu lusin.
Saudara-saudara,
masih ingatkah kebaikan yang sudah Tuhan berikan kepada kita? Kalau Tuhan sudah
begitu baik kepada kita. Marilah sebagai
ungkapan syukur kita, jangan pernah kita melupakan kebaikan Tuhan, apalagi
sampai menyia-nyiakan apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita.
Saudara-saudara,
seperti yang saya katakan, orang yang tidak tahu berterima kasih adalah orang
yang mudah sekali melupakan kebaikan seseorang.
Dan hal ini lah yang terlihat dari kesembilan orang kusta tersebut. Di mana setelah mereka mendapat kesembuhan, tapi
mereka melupakan Tuhan yang menyembuhkan penyakit mereka. Makanya dalam ayat 17 Tuhan Yesus berkata: “Bukankah
kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Lalu dimanakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah diantara mereka yang
kembali untuk memuliakan Allah selain daripada orang asing ini?”
Saudara-saudara,
ketika saya membaca bagian ini, saya berpikir, “Mengapa Tuhan masih mau
menyembuhkan ke sembilan orang kusta yang tidak tahu berterima kasih itu? Bukankah di dalam ke mahatahuanNya, Dia tahu betul
bahwa dari sepuluh orang kusta itu . . . hanya satu saja yang datang kepada-Nya
untuk berterima kasih!! Lalu kenapa
Tuhan Yesus masih mau menyembuhkan
mereka?”
Saudara,
Matius 5:45 memberikan jawaban sebab
Tuhan Yesus adalah Allah yang maha kasih yang menerbitkan matahari bagi orang
yang jahat dan orang yang baik, dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan
tidak benar. Dan pada bagian ini, Ia
juga adalah Allah yang mau menyembuhkan orang yang tahu terima kasih dan tidak tahu terima kasih.
Saudara-saudara,
kenapa ke sembilan orang kusta itu tidak kembali kepada Tuhan? Bukankah Tuhan Yesus sudah begitu baik kepada
mereka, sehingga mereka dipulihkan dari penyakit mereka. Lalu mengapa mereka tidak datang untuk
mengucap syukur kepada-Nya. Sebab sejak
awal mereka datang kepada Tuhan Yesus hanya untuk mencari kesembuhan dan pemulihan secara sosial semata. Di mana mereka bisa diterima kembali oleh
masyarakat umum. Tapi tidak demikian
dengan orang Samaria itu, walaupun bagi orang Yahudi, orang Samaria adalah
orang kafir yang tidak mengenal Allah. Namun
orang Samaria yang dianggap kafir inilah yang menyadari bahwa Pribadi yang
menyembuhkannya itu bukanlah guru biasa.
Tapi Tuhan Yesus adalah Allah itu sendiri. Karena itulah, dia datang kepada Tuhan Yesus dan
tersungkur dihadapan-Nya sambil mengucap syukur untuk semua kebaikan
Tuhan.
Saudara-saudara,
memang kesepuluh orang kusta itu mendapatkan kesembuhan secara fisik. Tapi hanya orang Samaria itulah yang
mendapatkan kehidupan kekal, karena imannya lah dia semakin mengenal siapa
Tuhan Yesus dalam hidupnya.
Saudara-saudara,
bukankah banyak orang Kristen saat ini seperti ke sembilan orang kusta
tersebut, yang hanya datang kepada Yesus untuk mencari kelimpahan, kesuksesan,
keamanan hidup bukan mencari Tuhan
itu sendiri. Makanya tidak heran John Piper mengatakan bahwa banyak
orang Kristen yang tidak memuliakan Tuhan karena hidup mereka hanya untuk
kesenangan diri. Mereka menggunakan
Tuhan Yesus hanya untuk meraih kekayaan, kemakmuran, dan kenyamanan diri.
Saudara-saudara,
saya pernah besuk seorang bapak. Dulu ia
adalah seorang yang rajin datang ke gereja dan melayani Tuhan. Namun satu hari, ketika usahanya bangkrut dan
tidak ada yang tersisa. Akhirnya dia
marah, dan tidak mau lagi pergi ke gereja. Karena ia menganggap bahwa Allah
adalah yang kejam. Berulangkali saya mengajaknya untuk kembali ke gereja, tapi ia mengatakan: “untuk
apa saya datang ke gereja . . . untuk apa saya percaya Tuhan Yesus . . .
berkali-kali saya berdoa meminta Tuhan memulihkan usaha saya . . . tapi
buktinya, sampai hari ini keadaan saya seperti ini.”
Saudara-saudara,
memang di tengah permasalahan kehidupan yang kita alami . . . mudah sekali kita
menjadi kecewa terhadap Tuhan dan tidak dapat mengucap syukur. Hal ini terjadi karena kita mudah sekali
melupakan kebaikan Tuhan di masa lampau.
Seandainya saja kita selalu mengingat apa yang sudah Tuhan berikan
kepada kita, maka saya percaya di tengah tantangan dan masalah kehidupan yang
kita alami . . . kita tidak akan mudah mengeluh dan meninggalkan Tuhan.
Karena
itu saudara-saudara, janganlah kita mudah melupakan kebaikan Tuhan. Sebab dengan mengingat kebaikan yang Tuhan
berikan kepada kita, maka hati kita akan dipenuhi dengan ungkapan syukur,
termasuk di saat sulit sekalipun. Dengan
demikian kita menjadi anak-anak Tuhan yang tahu berterima kasih.
Hari ini, marilah kita mengambil waktu untuk mengingat kembali akan
kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Dan
marilah kita juga sama-sama berdoa mengucap syukur atas kebaikan yang sudah Tuhan
berikan kepada kita.