Wednesday, June 27, 2007



Gundah Tanggapi Komentar


NADA bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terdengar datar. Dia terlihat lelah setelah dua hari dua malam, energi dan pikiran terkuras saat memimpin rapat pembahasan tindaklanjut penanganan lumpur Lapindo di Wisma Perwira Pangkalan Udara TNI-AL Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur.

Selasa malam, sekitar pukul 22.00, rapat yang dipimpinnya, selesai. Presiden pun akhirnya berbicara kepada pers soal hasil keputusan rapat yang menyangkut ribuan nasib warga yang menjadi korban lumpur panas Lapindo.

Keputusan rapat itu sedikit agak melegakan warga Sidoarjo yang menjadi korban semburan lumpur. Pada intinya, rapat itu memutuskan agar Lapindo harus segera memberikan ganti rugi kepada ribuan warga yang rumahnya terendam lumpur.

Presiden juga mewanti-wanti agar pihak terkait mulai dari menteri terkait, Bupati Sidoarjo, Gubernur Jawa Timur, BPLS dan Lapindo, konsisten melaksanakan Peraturan Presiden (Perpres) No 14 tahun 2007.

Namun, di mata lawan politiknya, semburan lumpur panas menjadi komoditas politik yang ampuh menyerang Presiden. Di parlemen, sejumlah politisi menilai, apa yang telah dilakukan Presiden tak akan memberikan banyak manfaat kepada para korban lumpur di Sidoarjo. Sejumlah demo pun bermunculan. Di Jakarta, sejumlah perwakilan korban Lapindo menggelar demo di Gedung DPR.

Kritik pun semakin mengalir deras karena Presiden tidak bisa menemui langsung warga Sidoarjo yang menjadi korban lumpur.

Atas kritik itu, Presiden miris menanggapinya. ”Memang tadi ada sedikit komentar biasa, ketika saya belum datang lagi ke Sidoarjo—padahal saya sudah sering datang—tapi dikatakan SBY kok tidak datang. Jangan-jangan tidak memberikan atensi yang penuh. Padahal saya selalu memberikan atensi penuh. Tapi, saat datang ke Sidoarjo, ada komentar ngapain ke Sidoarjo,” kata Presiden.

Presiden mengatakan, dirinya bekerja tidak harus mendengarkan komentar. ”Tapi saya punya keyakinan. Kalau kita tulus, serius tentu ada yang dapat dicapai,” ujarnya.

Presiden menambahkan, dirinya sudah menerima laporan dari warga korban Lapindo Minggu lalu, dan sebulan sebelumnya Presiden sudah menerima representasi dari penduduk. ”Bahkan, hampir tiap hari Presiden menerima SMS mengenai pengaduan dan usulan dalam memecahkan masalah Lapindo.’’

Presiden mengharap, persoalan Lapindo tidak menjadi komoditas politik sehingga tidak memperkeruh situasi. ’’Marilah kita hindari, agar warga korban mendapatkan bantuan sebaik-baiknya. Ini harapan saudara kita yang memerlukan uluran perhatian dan pekerjaan yang tulus dari kita semua.”

Juru Bicara Presiden Andi Malarangeng menilai heran jika sejumlah pihak mempertanyakan soal pindahnya Istana ke Sidoarjo. ''Lah, apakah presiden hanya duduk manis di Istana, mendengar laporan dari semua pihak, tapi tidak meninjau langsung,'' katanya.

Menurut dia, dalam sebuah organisasi modern, walau ada pembagian tugas dan wewenang, tapi tetap harus ada monitoring yang bisa dilakukan oleh pemimpin tertinggi guna mengetahui apakah kebijakan itu yakni Perpres No 14 tahun 2007, dapat betul betul dilaksanakan dengan baik.

Andi juga menampik penilaian jika rapat yang digelar di Sidoarjo dapat merepotkan pemerintah daerah setempat. Di Wisma Perwira AL, kata Andi, Presiden dan sejumlah Menteri mendapatkan perlakuan ala kadarnya. Kondisi Wisma jauh berbeda dengan kondisi hotel berbintang. Di sana, para menteri harus rela tidur di kamar ala kadarnya.

''Lihat saja, semua menteri tidur di sini, bahkan ada satu kamar berdua orang menteri, bertiga bahkan berlima dalam satu kamar. Itu biasa. Di Nabire, kita malah tidur di tenda. Di Aceh dan Jogja pun demikian.''

Andi menegaskan, kunjungan Presiden sama sekali tidak menyusahkan daerah. ''Sama sekali tidak.''

Menurut Andi, Presiden SBY sudah terbiasa dengan kondisi demikian karena berasal tentara yang dari bawah hingga ke atas sudah terbiasa di lapangan sehingga wajar jika saat ini Presiden ingin melihat langsung ke lapangan.

''Apalagi Presiden SBY adalah Presiden RI yang wilayah kerjanya di seluruh wilayah RI. Karena itu, bisa saja untuk kapan saja berkantor di seluruh wilayah Indonesia.'' Jadi, kata Andi, jangan harapkan Presiden SBY harus melulu duduk di depan meja di Jakarta saja.

Sejumlah menteri yang hadir antara lain Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa,Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah.

Selain itu, hadir juga Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzeta, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto.

M. Yamin Panca Setia

Photo: Presiden SBY bersama Mensesneg Hatta Rajasa, Menteri PU Djoko Kirmanto, Mensos Bachtiar Chamsyah dan pimpinan PT Lapindo, usai memberikan keterangan pers di Wisma Perwira TNI-AL Juanda, Selasa (26/6) petang. (Abror/presidensby.info)





Prosesi Singkat Dikala Pagi Menjelang


”MIN bangun...! Nanti ketinggalan lue,” seru Teguh, rekan wartawan dari Radio Elshinta yang satu hotel dengan saya saat bersama-sama meliput kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Sidoarjo Jawa Timur.

”Jam berapa bos,” tanya saya setengah sadar kepada dia.

”Jam 5.00. Ayo bangun, nanti ketinggalan pesawat lue,” balas Teguh.

Dengan berat, saya pun beranjak dari kasur empuk kamar 209 Hotel Utami Sidoarjo itu. Saya berusaha sadarkan diri setelah lelap sesaat lantaran letih dikejar deadline hingga pukul 00.00 tadi malam.

Teguh adalah teman akrab saya yang biasa mangkal di Istana Presiden. Tubuhnya tinggi. Lebih tinggi sedikit daripada saya. Dia rupanya sudah siap check out dari Hotel Utami—tempat rombongan wartawan dari Istana beristirahat.

Saya coba melangkah ke kamar mandi. Uh....dingin sekali.....! Hembusan AC terasa menusuk tulang. Dinginnya AC dan udara pagi buta itu bagi saya adalah kenikmatan untuk bergelut melepas lelah di atas kasur. Uhhhh...! Rasanya tak berani menyentuh air kala itu.

Tapi, saya terpaksa mandi karena harus segera bergegas tinggalkan Sidoarjo. Waktu keberangkatan pesawat memang sudah sangat mendesak. Rombongan wartawan yang beristirahat di hotel diberikan deadline hingga pukul 06.00 karena pesawat yang kami tumpangi bersama rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan lepas landas di Bandara Juanda Surabaya ke Jakarta pukul 06.30.

Usai mandi, saya pun cepat bergegas mengemas barang yang saya bawa dari Jakarta. Tak banyak yang saya bawa. Hanya sejumlah peralatan ’tempur’ yang biasa digunakan wartawan di medan laga.

Meski sudah mandi, tapi kantuk masih saja menghinggap. Saya benar-benar kurang merasakan nikmatnya tidur.

Maklum, tadi malam, saya lembur hingga pukul 00.30 untuk menyelesaikan laporan berita mengenai rapat penanggulangan lumpur panas Sidoarjo di Jawa Timur yang dipimpin Presiden bersama sejumlah menteri terkait, Bupati Sidoarjo, Gubenur Jawa Timur, Tim Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dan pihak PT Lapindo Brantas.

Sebagai kuli perusahaan, saya terpaksa memangkas hak tubuh saya untuk beristirahat.

Dari kamar sebelah, rekan saya Angga dari Lativi, Dendy dari ANTV, Ivan dan Vicki dari RCTI, nampak juga sibuk berkemas. ”Ayoo bos, buruan....nanti tidak kebagian tempat duduk di pesawat,” kata saya kepada mereka. Sapaan bos adalah sapaan akrab yang biasa dipakai teman-teman wartawan.

Sebelum berangkat, kami yang berjumlah sekitar 23 orang wartawan dari sejumlah media di Jakarta punya waktu tak lama untuk menikmati sarapan pagi di hotel itu. Saya melihat, Mbak Ipah, humas Istana sibuk mengkoordinir para wartawan. ”Jangan lama-lama, pesawat terbang jam 6.30,” katanya mengingatkan.

Lantaran terburu-buru, saya pun tak bisa fokus menikmati sarapan. Padahal, kalau urusan makanan, saya paling anti diganggu. Apalagi di kala pagi—saat perut lapar sekali. Karena keadaan mendesak, mau tidak mau perut harus bertoleransi. Makan ala kadarnya. Ya, cukuplah untuk dua jam hingga tiba di Jakarta.

Usai sarapan, kami pun langsung bergegas menuju bus milik Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Sang sopir, rupanya sudah siap mengantarkan kami ke Bandara Juanda. Perjalanan dari hotel menuju Bandara hanya sekitar 15 menit.

Saat memasuki areal bandara, sejumlah aparat keamanan nampak siaga di setiap lini. Begitulah kalau Presiden datang. Ratusan petugas keamanan dikerahkan untuk mengamankan kepala negara.

Pengamanan super ketat. Saat bus yang kami tumpangi mendekat ke gerbang bandara, sejumlah petugas memberikan perintah untuk berhenti sesaat. Seorang petugas langsung naik ke bus untuk memeriksa kami. Petugas keamanan baru mempersilahkan masuk ke Bandara setelah mengetahui, kami adalah rombongan wartawan dari Istana Presiden.

Saat bus mulai mendekat ke pesawat, segala peralatan yang kami bawa, terlebih dahulu diperiksa aparat. Mungkin, mereka khawatir, jika salah satu di antara kami membawa bahan peledak. Saya pun sekilas berpikir jika di negeri yang saya cintai ini, keamanan sangat mahal sekali.

Tak lama berselang, rombongan Presiden pun tiba di Bandara. Sejumlah petugas nampak semakin awas. Sejumlah protokol pun bersiap-siap menyambut Presiden dan rombongan.

Presiden bersama Ibu Negara Ani Yudhoyono didampingi sejumlah menteri dan pejabat daerah. Nampak Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah.

Selain itu, nampak pula Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzeta, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto, Juru Bicara Kepresidenan Andi Malarangeng, Dino Pati Djalal dan staf kepresidenan lainnya.

Gubernur Jawa Timur Imam Utomo bersama jajaran Muspida Provinsi Jatim juga hadir dalam acara penyerahaan bantuan itu.

Rupanya, di kala pagi baru menjelang, sebuah prosesi akan digelar. Rombongan wartawan pun bergegas untuk merekam prosesi tersebut. Prosesi kala itu adalah penyerahan bantuan uang yang diberikan Presiden dan PT Lapindo Brantas kepada para korban.

Presiden menyerahkan bantuan suka rela dan bina lingkungan untuk korban semburan lumpur panas PT Lapindo di Sidoarjo sebesar Rp10 miliar.

Bantuan diserahkan Presiden secara simbolis kepada Bupati Sidoarjo Win Hendarso di Bandara Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, sebelum terbang ke Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta, kemarin.

Dana sebesar Rp10 miliar yang diserahkan secara suka rela itu bersumber dari BUMN sektor energi dan sumberdaya mineral.

”Pak Bupati, ini kami serahkan, sumbangan dari sektor energi dari BUMN, kepada saudara kita yang terkena dampak lumpur Sidoarjo ini. Dengan harapan, dana ini dapat digunakan sebaik-baiknya,” kata Presiden kepada Bupati Sidoarjo Win Hendarso.

Presiden bersama Ibu Negara kemudian memberikan selamat ke masing-masing korban yang mewakili ribuan korban semburan lumpur Lapindo. Presiden mengharap, agar bantuan yang diterima dapat digunakan sebaik-baiknya. Nampak, sejumlah perwakilan korban yang menerima bantuan menangis terharu karena mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Di tempat yang sama, Chief Executive Officer PT Lapindo Nirwan Bakrie juga menyerahkan dana pembayaran ikatan jual beli tanah secara simbolis kepada Muhammad Gufron, perwakilan korban Lumpur sebesar Rp133,6 juta dari total jual beli tanah sebesar Rp175,54 miliar.

PT Lapindo berjanji untuk mempercepat pembayaran ganti rugi sesuai dengan kesepakatan rapat yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan melibatkan sejumlah menteri terkait, BPLS, Bupati dan Lapindo selama dua hari di Wisma

General Manager Lapindo Brantas Inc Imam P Agustino mengatakan, Lapindo sudah menyiapkan sejumlah dana di Bank Mandiri dan Bank Tabungan Negara. Dari dana sebesar Rp30 milar yang tersimpan di bank tersebut, Lapindo berjanji akan meningkatkan dananya Rp100 miliar untuk membiayai ganti rugi ke korban lumpur. ”Dana itu Insya Allah sudah cukup,” katanya.

Imam melanjutkan, jadwal pembayaran sudah dimulai tanggal 1 Juli hingga 14 September untuk pelunasan 20 persen biaya ganti rugi. ”Jadi Pak Presiden sudah menyampaikan bahwa verifikasi akan dipercepat . Setelah verifikasi disahkan, kemudian diserahkan ke kami untuk pembayaran,” ujar Imam.

Dia mengatakan, tim verifikasi akan bekerja secara sefektif dan penuh kehati-hatian.

Dia menambahkan, dari 522 dokumen yang sudah diverifikasi, ada sejumlah 163 yang akan dituntaskan sepenuhnya. ”Yang 20 persen untuk empat desa itu. Yang 80 persen akan diselesaikan sesuai dengan Perpres No 14 Tahun 2007, dan kami tunduk kepada Perpres itu, paling lambat habis masa kontrak selama dua tahun.”

Sementara terkait dengan ganti rugi ke perusahaan yang terendam lumpur, Imam mengatakan, Lapindo melakukan kerjasama secara bisniss to bisniss. ”Sudah sembilan perusahaan memiliki kesepakatan dengan kami. Kalau perusahaan b to b dilakukan antara Lapindo dengan wakil perusahaan.” Kerjasama dengan perbankan, lanjut Imam juga tidak ada masalah.

Setelah prosesi serah terima digelar, Presiden bersama rombongan pun langsung terbang ke Jakarta dengan pesawat milik Maskapai Garuda Indonesia. Saya berada di antara rombongan Presiden yang numpang pulang ke Jakarta.

M. Yamin Panca Setia

Photo: CEO Lapindo Brantas, Nirwan Bakrie menyerahkan bantuan kepada perwakilan korban lumpur Lapindo, disaksikan Presiden SBY, Ibu Ani dan para menteri, di Base Ops Pangkalan TNI-AL Juanda, Rabu (26/6) pagi. (foto: abror/presidensby.info)




Presiden "Beristana" di Sidoarjo


DUA hari dua malam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkantor di Wisma Perwira Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Juanda, Jawa Timur.

Di sana, Presiden bersama sejumlah menteri terkait, Gubernur Jawa Timur, Bupati Sidoarjo, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan PT Lapindo, menggelar rapat guna membahas tindak-lanjut penanganan lumpur Lapindo.

Baru pada Selasa malam, sekitar pukul 22.00, rapat akhirnya selesai. Wajah Presiden kala itu terlihat lelah. Mata sembab. Dia terlihat mulai merasakan kantuk. Demikian pula para peserta rapat lainnya.

Puluhan wartawan terlihat gerabak gerubuk mencari posisi. Kameramen televisi sibuk menyiapkan kameranya untuk men-shot Presiden dan sejumlah pihak terkait yang terlibat dalam rapat yang digelar dua hari dua malam itu.

Sementara wartawan cetak sibuk menyiapkan peralatan tempurnya berupa blocknote serta mencari sound system untuk merekam segala pernyataan yang akan diutarakan Presiden.

”Tolong bagi wartawan yang bukan dari istana presiden, saat ingin mengajukan pertanyaan, segera angkat tangan, lalu menyebutkan nama dan asal media,” kata Andi Malarengeng, Juru Bicara Presiden yang tengah mengkondisikan para pencari berita itu agar lebih tertib.

Di atas podium, Presiden didampingi Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Bupati Sidoarjo Win Hendarso, Ketua Tim BPLS Sunarso, dan Nirwan Bakrie Chief Executive Officer PT Lapindo.

Setelah semuanya siap, Presiden pun mulai berbicara kepada pers soal hasil keputusan rapat yang menyangkut ribuan nasib warga yang menjadi korban lumpur panas Lapindo.

Dari pernyataan Presiden, korban semburan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo agaknya bisa bernafas lega. Rapat pembahasan penanganan semburan lumpur Lapindo yang digelar di Wisma Perwira Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Juanda, Jawa Timur itu akhirnya memutuskan agar PT Lapindo Brantas segera merealisasikan pembayaran ganti rugi kepada korban lumpur Sidoarjo.

Presiden menegaskan, 522 kepala keluarga (KK) yang telah menyerahkan bukti-bukti dan telah diproses, harus segera diselesaikan pemberian ganti ruginya oleh Lapindo. ”Saat ini, yang sudah dibayar 359 kk. Besok (hari ini) akan diselesaikan sisanya 163 kk,'' kata Presiden.

Pembayaran 20 persen dari tanah dan bangunan penduduk yang oleh Perpres No.14 Tahun 2007 dibayar di muka dan 80 persen dibayar kemudian, maka dalam rapat ini, kata Presiden, semakin diperjelas dan disusun secara pasti agar dituntaskan pembayaran selama 10 minggu sejak 1 Juli 2007.

Menurut Presiden Lapindo akan menyalurkan dana semua itu lewat rekening penampung sejumlah Rp100 miliar tiap minggu dan siap disalurkan sejajar dengan verifikasi yang telah dirampungkan. Agar semuanya mengalir sesuai jadwal, maka verifikasi sangat penting.

''Karena itu telah diputuskan intensifikasi verifikasi dan memperkuat tim dan jumlah yang diverifikasi tiap minggunya ditingkatkan.,' kata Kepala Negara.

Dalam seminggu, 1.000 kk akan diverfikasi secara cepat dan cermat. Sementara 80 persen sisanya, akan dibayar sebulan sebelum masa kontrak 2 tahun habis. Untuk itu akan diatur mekanisme pembayarannya.

Presiden juga meminta bupati dan gubernur untuk segera menyelesaikan persoalan yang ada di pasar porong, tempat pengungsian yang berjumlah 766 kk. Presiden juga menegaskan agar Perpres No 14 Tahun 2007 dapat dilaksanakan semestinya. ”Dalam Perpres itu sudah jelas mengenai siapa melakukan apa dalam kerangka waktu yang sudah ditentukan.”

Lalu, Presiden memutuskan agar pihak yang terkait membuat jadwal waktu bagi pembayaran Lapindo kepada penduduk untuk pembelian rumah dan tanahnya. Hal itu penting dilakukan agar dapat diketahui waktu bagi korban untuk mendapatkan pembayaran dari Lapindo.

Dari semua keputusan itu, kata Presiden, telah dirumuskan, disepakati, dan harus dijalankan mulai hari ini langkah-langkah mengenai penanganan dampak sosial dan penanganan luapan lumpur.

Saat meninjau, Presiden menilai di bagian tenggara, ada penggalang tanggul yang perlu dilakukan penguatan agar tidak terjadi kebocoran.

Soal ketersediaan alat perlengkapan yang diperlukan BPLS, Lapindo akan segera melengkapinya.

Untuk penyelesaian permanen ke depan, termasuk rencana kanalisasi tempat yang tepat sudah masuk tahap finalisasi dengan mempertimbangkan segala aspek.

Terkait dengan pembangunan kembali infrastruktur yang rusak, kata Presiden, saat ini sudah dilakukan perbaikan arteri yang lama dan juga perbaikan pipa gas. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga mulai melakukan pembebasan tanah yang diharapkan selesai tahun 2007.

Presiden mengharap agar pembebasan tanah mendapatkan dukungan semua pihak sehingga awal tahun 2008 pembangunan infrastruktur dapat dimulai.

Soal komitmen dalam pelaksanaan, Presiden menegaskan, dari pemerintah jelas bahwa kehadiarannya bersama sejumlah menteri, gubernur dan bupati tidak pernah berhenti bekerja.

Sementara mengenai komitmen pihak Lapindo, Presiden memberikan kesempatan kepada pihak Lapindo untuk menjawab langsung.

Kala itu, Presiden nampak tidak menoreh wajahnya ke arah Nirwan Bakrie yang mewakili Lapindo. Wajah Presiden terlihat menyembunyikan kekesalan.

Nirwan Bakrie Chief Executive Officer PT Lapindo mengatakan, kekurangan akan diperbaiki. "Kami komitmen dari perusahaan sesuai Perpres dengan seutuhnya," katanya.

Soal kendala cash flow PT Lapindo sehingga membutuh dana talangan dari APBN, Presiden menegaskan, untuk pemenuhan 20 persen sesuai dengan rekening penampungan, pemerintah percaya Lapindo mampu membayarnya. ”Dana talangan dari APBN tidak diperlukan manakala Lapindo dengan cash flow-nya memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban. Sejauh ini, Lapindo sanggup untuk memenuhinya,” kata Presiden.

Setelah semua subtansi hasil rapat diutarakan, Presiden dengan nada datar mengharap agar kasus Lapindo tidak menjadi komoditas politik. Dia menegaskan pemerintah akan konsisten mengupayakan penanganan semburan lumpur Lapindo. "Kita tunggu bagaimana komitmen Lapindo," kata Presiden.

M. Yamin Panca Setia


Photo: Presiden SBY memberikan keterangan pers didampingi Menteri PU Djoko Kirmanto, Kepala BPLS Soenarso, Gubernur Jatim Imam Utomo, Bupati Sidoarjo Win Hendrarso serta CEO Lapindo, Nirwan Bakrie, di Wisma Perwira TNI-AL Juanda, Selasa (26/6) petang. (abror/presidensby.info)






Suara Hati Sidoarjo Untuk Ani Yudhoyono



”BAPAK Presiden SBY dan Ibu SBY, tolong perjuangkan nasib kami. Mohon agar Lapindo dapat segera membayar ganti rugi 20 persen dari nilai rumah kami yang terendam lumpur,'' harap Sumita.

Wanita berusia 45 tahun itu adalah seorang ibu yang sekarang tinggal di Ketapang. Di sana, Sumita tinggal mengontrak di sebuah rumah kecil dengan biaya kontraknya selama satu tahun Rp1 juta.

Dia terpaksa mengungsi dari Kedung Bendo lantaran rumah beserta harta miliknya yang lain tenggelam oleh lumpur panas PT Lapindo Brantas.

Nilai rumah Sumita yang tenggelam sekitar Rp500 juta. Dia sedih, karena hingga kini, ganti rugi yang harusnya dibayar PT Lapindo ternyata mandeg hanya lantaran sertifikasi.

"Karena untuk ngurus surat sertifikasi saja susah,'' ungkapnya.

Namun, meski kondisi kini masih sangat dilematis, Sumita masih bersyukur lantaran dia bersama keluarganya masih bisa menggapai asa untuk mempertahankan hidup. Dia kini mengembangkan usaha kecil yang memproduksi kerajinan tangan seperti tas. ''Tas saya sudah banyak dijual di Surabaya dan Malang,'' kata bangga.

Endun, wanita berusia sekitar 38 tahun asal Desa Siring punya nasib yang sama. Rumahnya tenggelam oleh lumpur. Endun begitu sedih atas nasibnya kini. Tak ada harta tersisa miliknya kini.

Hidupnya hanya bersandar dari bantuan pemerintah. Kekhawatiran begitu nyata diwajahnya. ''Bulan ini kabarnya (bantuan biaya) akan habis. Padahal, kita saja masih kontrak. Kita tidak punya usaha,'' ungkapnya sedih.

Dia amat mengharap pemerintah membebaskan biaya sekolah anak-anak, dan meminta bantuan biaya lauk pauk.

Sumita dan Endun mewakili ribuan korban lumpur Lapindo yang menyembur dari pipa gas milik PT Lapindo Brantas. Keduanya bersama tujuh wanita korban Lapindo lainnya diberikan kesempatan untuk bertemu dengan Ibu Negara Ani Yudhoyono saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama dua hari ’beristana’ di Wisma Perwira Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Juanda, Surabaya, Jawa Timur, kemarin (26/6).

Mereka diberikan kesempatan untuk bertatap muka dengan Ani Yudhoyono.

Dengan kelembutan hati seorang wanita, Ibu Ani Yudhoyono nampak prihatin dengan nasib mereka. Pertemuan dengan ibu-ibu korban lumpur itu berlangsung akrab dan tercipta percakapan dari hati ke hati.

"'Presiden menyampaikan salam kepada ibu sekalian. Saya bersama Presiden merasa prihatin atas musibah yang menimpa ibu-ibu sekalian. Yakinlah Presiden bersama para menteri selalu berpikir bagaimana mengatasi masalah yang dihadapi warga Porong,'' ujar Ibu Ani.

Ani menyakinkan, Presiden sudah beberapa kali datang ke Sidoarjo untuk meninjau lokasi. ''Apabila belum kelihatan hasilnya, maka mohon dimaafkan. Karena itu, Presiden datang bersama sejumlah menteri untuk mencari jalan dan masalah yang ada.''

Ani sangat menghargai para ibu-ibu yang tetap tabah meski sedang menghadapi cobaan. ''Hasil karya ibu-ibu sekalian sangat membesarkan hati. Walaupun dalam keadaan dilematis, ibu-ibu sekalian masih mau bangkit, tidak putus asa, dan terus berusaha''.

Ani SBY mengharap, usaha itu terus dikembangkan agar dapat memperbaiki

kehidupan keluarga yang saat ini tengah terpuruk akibat musibah.

Satu tahun musibah Sidoarjo sudah berlalu, memang belum kelihatan hasilnya. Namun, Ani menyakinkan jika Presiden sudah beberapa kali datang ke Sidoarjo untuk meninjau lokasi. ''Apabila belum kelihatan hasilnya, maka mohon dimaafkan. Karena itu, Presiden datang bersama sejumlah menteri untuk mencari jalan dan masalah yang ada.''

Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah memberi bantuan kepada para ibu korban bencana melalui APBD. Pada 2007 dikucurkan Rp972 juta untuk seluruh korban. Ada pula bantuan hibah UNDP sebesar Rp450 juta.

Emi Win Hendarso, isteri Bupati Sidoarjo mengatakan, dana hibah dari UNDP telah dikucurkan kepada 300 orang untuk bantuan modal. Masing-masing warga mendapatkan Rp500 ribu. Sementara dana dari APBD dialokasikan untuk identifkasi, assesment, pelatihan dan upaya pemulihan psiko sosial.

''Itu dilakukan agar mereka semangat lagi,'' kata Emi kepada Ibu Negara. Dari pelatihan yang digelar, sejumlah ibu-ibu mampu menghasilkan produk. ''Namun masih ada kendala di pemasaran,'' katanya.

M. Yamin Panca Setia



Photo: Presiden SBY dan Ibu Ani hari Selasa (26/6) siang berdialog dengan ibu- ibu rumah tangga korban lumpur Sidoarjo, di Wisma Perwira, Pangkalan Udara TNI-AL Juanda, Sidoarjo. (foto: anung/presidensby.info)


Gerutu Wartawan Saat Meliput Presiden di Sidoarjo


PULUHAN wartawan yang meliput kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memimpin rapat tindak lanjut penanganan lumpur Lapindo di Wisma Perwira Pangkalan Udara TNI-AL Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, pada menggerutu. Seharian mangkal di sana, tak satupun berita gereget mereka dapatkan.

Semua menteri terkait, BPLS, Lapindo dan peserta rapat lainnya, pada bungkam. Mereka sama sekali tidak mau mencerita hal yang dibahas di dalam rapat. Pertemuan itu pun digelar secara tertutup.

”Tunggu saja, kita sudah sepakat untuk tidak berbicara. Nanti Presiden yang akan menuturkan langsung kepada pers,” kata Chief Executive Officer PT Lapindo Brantas, Nirwan Bakrie.

Meski sudah dikilik-kilik agar berbicara, Nirwan berkali-kali menggelengkan kepala sebagai tanda ketidaksediannya untuk berkomentar. ”Aduh bagaimana ya, coba tanyakan ke Imam,” katanya lagi. Imam yang dimaksudnya adalah Imam P Agustino, General Manager Lapindo Brantas Inc.

Uh, dari pagi kita nunggu, berita cuma begitu,” kata seorang wartawan koran nasional yang biasa mangkal di Istana Presiden. ”Kalau tahu begitu, ngapain kita jauh-jauh ikut ke Sidoarjo,” imbuhnya.

Hingga malamnya, berita yang ditulis wartawan pun normatif. Saat jumpa pers bersama Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pengarah BPLS, pernyataan yang menguap, datar-datar saja.

Djoko hanya mendeskripsikan soal kunjungan Presiden ke Sidoarjo. Pertanyaan yang diajukan wartawan hanya dijawab ala kadarnya. Gubernur Jawa Timur dan Bupati Sidoarjo Win Hendarso yang mendampingi Djoko Kirmanto.

Kedua pejabat daerah itu kekeh tak berkomentar soal rapat yang dibahas malam itu. ”Seperti yang diutarakan pak Menteri, saya pikir sudah cukup,” begitu kata Imam Utomo menjawab pertanyaan wartawan.

Dalam rapat yang dipimpin Presiden itu, Djoko mengatakan, Presiden baru mendengarkan pemaparan soal penanganan semburan lumpur dari Bupati Sidoarjo Win Hendrarso.

Kunjungan kerja Presiden itu sekaligus menindaklanjuti laporan warga korban lumpur Porong yang pada hari Minggu (24/6) mengadukan nasibnya di kediaman Presiden di Cikeas, Bogor.

Presiden juga ingin mendapatkan informasi dari pihak Lapindo, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan turun langsung ke lapangan. Berdasar masukan yang diterima, Presiden berjanji akan segera mengambil kebijakan penanganan lumpur Lapindo.

Sejumlah menteri yang hadir antara lain: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto.

Djoko mengatakan, pemerintah telah membentuk BPLS sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No 14 Tahun 2007. Setelah berjalan beberapa waktu maka dirasakan proses yang terjadi tidak sesuai harapan. ''Ada ketidakcepetan dalam proses pelaksanaan Perpres No 14 Tahun 2007 tersebut,'' ujarnya.

Atas dasar itu, lanjut Djoko, Presiden datang ke Sidoarjo untuk mendapatkan informasi dari beberapa pihak dari bupati, gubernur, BPLS dan Lapindo. Djoko menambahkan, hari ini akan ada penjelasan dari Lapindo. ''Setelah itu, kita akan mengambil tindakan lebih lanjut. Tahap pertama pengumpulan informasi dari bupati. Lalu ditindaklanjuti pembahasan dengan Lapindo dan BPLS,'' katanya.

Menurut Djoko, rapat tadi malam baru merupakan pembahasan pertama yang informasinya didapat dari Bupati Sidoarjo. "Besok (hari in) pengumpulan informasi dari Lapindo dan ke lapangan. BPLS juga akan memberikan penjelasan, dan kita bahas kembali. Baru nanti Presiden akan mengambil petunjuk dan kebijakan untuk mempercepat penanganan lumpur Lapindo,'' kata Djoko.

Peninjauan ke lapangan, kata Djoko, hanya melihat ke lokasi semburan lumpur. Rencananya, Presiden akan ke lokasi setelah mendapat pemaparan dari Lapindo.

Rencananya, hari ini Presiden mendengarkan pemaparan dari pimpinan Lapindo atas komitmennya dalam menangani lumpur dan realisasi ganti rugi kepada para korban lumpur.

Siang harinya, sekitar pukul 14.00 WIB, Presiden akan mendengarkan paparan dari Kepala BPLS, Sunarso. Kabarnya, Presiden juga akan turun menemui warga guna mendengarkan sekaligus melihat agar tahu secara nyata beban penderitaan yang dirasakan warga Porong.

M. Yamin Panca Setia


Sunday, June 24, 2007



Warga Porong Adukan Nasib ke Presiden


PULUHAN warga Sidoarjo, Jawa Timur, yang menjadi korban semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas kemarin sore bertandang ke kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Bogor. Mereka mewakili desa yang terendam lumpur yaitu Renokenongo, Siring, Jatirejo, Kedungbendo, dan Perumahan Tanggulangin Sejahtera (Perum TAS) I. Di hadapan Presiden, warga mengadukan nasibnya yang hingga kini tak jelas.

Para korban yang mewakili ribuan warga Lapindo itu mengadukan ulah PT Minarak Lapindo Jaya yang tidak bertanggungjawab merealisasikan sejumlah komitmen ganti rugi.

Komari, warga desa Perum TAS mengatakan, pihak Lapindo tidak bertanggungjawab merealisasikan komitmen ganti rugi seperti yang telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 14 tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Perusahaan itu ternyata mengeluarkan sejumlah peraturan yang mengada-ada dan sangat tidak mungkin dipenuhi warga.

Ketua RT 04 RW 08 Perumahan Tanggulangin Sejahtera (Perum TAS) Sidoarjo itu mencontohkan syarat bagi warga yang ingin mendapatkan ganti rugi harus memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

Syarat itu sangat memberatkan, dan mustahil bisa dilaksanakan warga yang menjadi korban. "Kami mohon persyaratan yang ada dimudahkan sehingga biaya ganti rugi bisa didapat warga," katanya tadi malam. Komari mengungkap, selama ini warga sudah melakukan renovasi, tetapi belum memiliki IMB. "Hal itu dipermasalahkan oleh PT Minarak," ujarnya.

Koordinator Verifikasi untuk korban lumpur Lapindo Blok D Sidoarjo itu juga mengatakan, perusahaan perwakilan Lapindo itu juga berusaha mengadu warga Sidoarjo, dan sangat diskriminatif dalam memberikan kompensasi. "Perusahaan itu mengadu kami. Perusahaan itu hanya membuka diri pada masyarakat yang memiliki IMB. Padahal, Perpres itu tidak mengatur demikian.

Komari mengharap agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk bertandang langsung ke Sidoarjo agar mendapakan informasi langsung dari warga. "Kami berterima kasih jika Presiden berkunjung ke Sidoarjo. Dengan begitu, tidak mendapatkan informasi salah. Presiden harus datang, warga amat mengharap Presiden tahu betul kondisi warga," harapnya.

Pujiono, warga Perum TAS amat mengharap agar pemerintah mengagendakan pertemuan tripatrit seperti yang sudah disepakati dalam pertemuan 24 April lalu. Menurut dia, penyelesaian nasib korban Lumpur Lapindo mengacu pada Perpres. Namun, ada persoalan yang dihadapi warga yaiyu sertifikasi yang dibebankan pihak perbankan. "Karena itu, perlu segera dibentuk pertemuan tripatrit yang melibatkan warga, pemerintah dan perbankan," katanya tadi malam.

Khusus untuk warga Perum TAS I, sebenarnya telah disepakati agar ganti rugi dilakukan dalam kurun waktu 1 tahun. Namun, pihak Lapindo mengundurkannya menjadi 2 tahun.

Padahal, saat ketemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla 24 April lalu, disepakati agar pembayaran dipercepat.

Dalam pertemuan itu, Presiden SBY tidak kuat menahan emosi saat mendengar keluh kesah korban lumpur lapindo. Bahkan, Presiden sempat menitikkan air mata.

Suasana haru mewarnai pertemuan yang berlangsung selama 1,5 jam itu. Presiden juga marah karena mengetahui jika proses pembayaran ganti rugi tidak berjalan dengan lancar.

Utusan warga senang karena kepala negara merespon semua keluhan mereka dengan sangat baik. SBY tidak tahu kalau prosedur pembayaran ganti rugi berbelit-belit.

Kabarnya, hari ini Presiden SBY langsung berangkat ke Sidoarjo untuk mengetahui nasib dan persoalan yang dihadapi oleh para korban lumpur Lapindo.

Pertemuan warga Sidoarjo dengan SBY itu difasilitasi Emha Ainun Najib. Dalam pertemuan yang berlangsung dari pukul 16.00 WIB hingga pukul 17.30 WIB itu berlangsung dengan akrab.

M. Yamin Panca Setia

Photo: Warga korban lumpur panas PT Lapindo Brantas berusaha menembus barikade polisi saat melakukan unjuk rasa di depan Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 27 Juni 2007. Ratusan warga dari Sidoarjo, Jawa Timur, menuntut pemerintah mengganti kerugian atas tempat tinggal mereka yang terendam lumpur panas PT Lapindo. [TEMPO/ Fransiskus S)



76 WNI Berstatus Ilegal terjaring Operasi Imigrasi AS

31 WNI Dijebloskan ke Penjara


KEDUTAAN Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di New York pekan lalu mengabarkan, sebanyak 76 warga negara Indonesia (WNI) berstatus ilegal terjaring operasi besar-besaran yang dilakukan petugas imigrasi Amerika Serikat.

Mereka ditahan di empat penjara yang tersebar di negara bagian Pennsylvania, yaitu di Lackawanna, Pike, York dan Hudson. Berdasarkan informasi terakhir, KJRI baru berhasil menemui 31 WNI yang ditahan di penjara Lackawanna dan Pike.

Kepala Bidang Konsuler KJRI-New York Bambang Antarikso mengatakan, sejauh ini pihaknya baru mendapat izin dari pihak imigrasi AS untuk mendatangi dua penjara tersebut.

Sebanyak 19 WNI ditemui di Penjara Lackawanna and 12 lainnya ditemui di Penjara Pike. "Mereka dalam keadaan baik dan sehat. Kebanyakan ingin segera dipulangkan ke Indonesia," ujar Bambang seperti dikutip dari Antara, setelah menemui para WNI tersebut pada hari Jumat (22/6).

Dalam pertemuan itu, sejumlah warga Indonesia mengajukan permintaan bantuan untuk urusan pribadi. Misalnya pesan-pesan kepada teman-teman dekat serta keluarga mereka.

"Mereka titip pesan belum dapat menghubungi teman, anak, isteri mereka dan minta disampaikan bahwa mereka dalam keadaan baik, sehat dan agar keluarga jangan khawatir," ungkap Bambang.

KJRI siap memberikan bantuan, terutama bantuan hukum kepada para WNI yang minta dicarikan pengacara. Menurut pengakuan beberapa WNI yang ditemui Bambang di Lackawanna dan Pike, mereka telah tinggal secara ilegal di AS sekitar dua sampai tiga tahun.

Ketika penggerebakan oleh Immigration and Custom Enforcement (ICE) AS pada Selasa (19/6) lalu, mereka sedang bekerja sebagai buruh di pabrik kemasan plastik Artube Iridium Industries, Inc, yang berlokasi di 1 Forge Road, East Stroudsburg, Pennyslvania, sekitar 120 kilometer sebelah barat kota New York.

Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan, pemerintah akan terus memantau informasi mengenai terjaringnya 76 warga Indonesia dalam operasi besar-besaran yang dilakukan imigrasi Amerika Serikat awal pekan lalu.

"Yang kita khawatirkan adalah terjadinya sesuatu yang besar yang terjadi pada sebagian besar warga negara Indonesia, tapi nyatanya tidak demikian. Jadi, sporadisnya saja, satu atau dua orang dipulangkan, kita juga di sini melakukan hal yang sama," kata Menlu di Jakarta akhir pekan lalu.

Juru Bicara Deplu, Y. Kristiarto Legowo mengatakan KBRI/KJRI telah sejak awal menghimbau para WNI yang berada diluar negeri agar dapat melaporkan diri.

Bahkan di AS, proses pelaporan diri dapat dilakukan tanpa datang langsung kepada Perwakilan RI melainkan melalui surat. Pelaporan diri ini akan memudahkan Perwakilan RI untuk memberikan perlindungan dan bantuan hukum jika kemudian terjadi masalah yang menimpa WNI tersebut.

Kristiarto menambahkan, 76 WNI yang bekerja pada pabrik kemasan plastik di negara bagian Pennsylvania, Amerika Serikat yang ditahan-lewat KJRI New York, sudah mengajukan permintaan akses kekonsuleran kepada pemerintah setempat. "Saat ini sudah diketahui dimana saja 76 WNI tersebut ditahan," kata Kristiarto akhir pekan lalu.

75 persen dari 31 ribu WNI di AS Ilegal

WNI yang tinggal di AS diperkirakan mencapai 13 ribu jiwa. Sekitar 75 persen di antaranya berstatus ilegal-karena kebanyakan overstay atau tidak lagi memiliki izin tinggal di AS.

Sebanyak 76 WNI dikabarkan telah di penjara di empat penjara yang tersebar di negara bagian Pennsylvania, yaitu di Lackawanna, Pike, York dan Hudson. Mereka melakukan pelanggaran keimigrasian, termasuk overstay, akan ditempatkan secara tersebar di berbagai penjara di Pennsylvania sambil menunggu proses deportasi.

Pemerintah RI sedang mengupayakan akses konsuler pada WNI yang terjaring dalam penangkapan besar-besaran yang dilakukan oleh aparat keamanan AS.

Operasi pencarian warga asing ilegal itu tidak hanya ditujukan pada WNI saja. Sejak 1 tahun lalu ketika pemerintah AS mengeluarkan pengumuman mengenai bahwa mereka akan melakukan pemeriksaan kepaad warga negara asing yang tinggal di AS, seluruh perwakilan RI di sana sudah mencoba mengupayakan sosialisasi masalah ini.

Akses kekonsuleran bisa diperoleh secara cepat, karena suatu hal yang lazim perwakilan diplomatik dari warga negara yang bersangkutan memberikan perlindungan dan suatu hal yang lazim jika negara yang bersangkutan memberikan akses. Pemerintah RI mengimbau agar setiap WNI yang tinggal di AS dapat mematuhi ketentuan hukum yang berlaku di negara itu.

M. Yamin Panca Setia




Pelayan Kesehatan Untuk Rakyat Miskin Itu Telah Pergi


SUJUDI, mantan Menteri Kesehatan Kesehatan RI Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) telah menghadap Ilahi.

Mantan Rektor Universitas Indonesia (UI) yang lahir 9 September 1930-an itu menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 23 Juni 2007 sekitar pukul 10.20 WIB.

Almarhum yang meninggal secara mendadak di Rumah Sakit Pusat Pertamina itu meninggalkan seorang istri, Faika Sujudi, dan tiga anaknya yaitu Yupanti Sujudi, Yufandi, dan Yufiani Sujudi, serta enam cucu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono kemarin pagi bertandang ke rumah duka Jl Wadas 2 No.1, Cipayung, Jakarta Timur untuk bertakziah, mendoakan kepergian almarhum. Presiden tiba dirumah duka sekitar pukul 6.30 WIB.

Setelah berdoa di depan jenazah, dengan imam Arief Rachman, Presiden dan beberapa pelayat lainnya kemudian melakukan shalat ghaib (shalat untuk jenazah), lantas duduk bersilaturrahmi dengan keluarga almarhum.

Jenazah penyandang Bintang Mahaputra Adipradana ini dimakamkan di TMP Kalibata Minggu pukul 9.00 dengan upacara kemiliteran. Ratusan kerabat dan rekan mengantar kepergian almarhum.

Dalam upacara pemakaman itu hadir Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Wakil Ketua MPR AM Fatwa, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, mantan Menteri Keuangan Marie Muhammad, mantan Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara, dan mantan Pangab Jenderal Purn Faisal Tanjung, serta sivitas akademika UI.

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, mengenang Sujudi sebagai ilmuwan sejati sekaligus perintis pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin. Almarhum adalam pencetus pengembangan pelayanan rumah sakit dan puskesmas.

"Dialah yang mencetuskan kalau orang miskin harus dibantu. Meskipun baru sekarang program ini dapat terwujud," Kata Siti. Menkes juga menilai Sujudi sebagai sebagai seorang dokter mikrobiologi, yang sampai detik terakhir hidupnya memberikan ilmu kepada masyarakat.

Dia juga sesepuh Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Jepang, Ketua Transfusi Darah dan Rumah Sakit Palang Merah Indonesia serta komisaris utama sejumlah perusahaan di bidang kesehatan.

Di kalangan internal UI, Sujudi dikenal sebagai guru besar emeritus Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UI. Sujudi dikenal sebagai pelopor cita-cita UI untuk menjadi universitas riset kelas dunia yahg dicanangkannya saat almarhum menjadi Rektor UI tahun 1985-1994.
UI menjadi universitas riset itu telah dirintis saat Sujudi menjabat Kepala Bagian Mikrobiologi FKUI (1966-1979). Pada masa Sujudi, Bagian Mikrobiologi FKUI menghasilkan banyak hasil penelitian serta memiliki jejaring (network) internasional yang kuat, terutama dengan Jepang.

Almarhum meninggal sesaat sebelum membuka simposium dengan para ahli mikrobiologi yang diselenggarakan Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Jepang di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta. Di acara simposium itu, Sujudi sempat bergurau dengan sejumlah peserta. Kemudian saat menyiapkan pidato pembukaan, tiba-tiba jatuh dan tidak lama kemudian meninggal akibat serangan jantung.


Photo : TEMPO/ Usman Iskandar]

Ketua harian Palang Merah Indonesia (PMI) Sujudi (kiri) bersama presiden direktur salah satu perusahaan swasta Jepang Akionitori (kanan) meninjau gudang logistik, usai menerima bantuan dari pengusaha Jepang untuk korban bencana alam gempa dan gelombang tsunami Aceh dan Sumatera Utara sebagai pemulihan infrastruktur di Gedung PMI Pusat, Jakarta, 24 Januari 2005.


Friday, June 22, 2007




Hubungan RI-Iran Akan Tetap Berlanjut

Ahmadinejad: Saya Bagian Bangsa Indonesia


DUKUNGAN RI atas resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB No.1747 soal pengembangan nuklir Iran, tak mempengarui hubungan bilateral RI-Iran.

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad justru mengharap, RI-Iran tetap mengembangkan kerjasama yang baik sepanjang masa.

“Hubungan batin saya dengan bangsa Indonesia sangat kuat , bahkan saya merasa menjadi bagian dari bangsa Indonesia ini. Saya yakin hubungan saya dengan bangsa Indonesia, hubungan saya khusus dengan Presiden RI sangat istimewa dan saya yakin bahwa hubungan yang istimewa ini akan tetap berlanjut,” kata Presiden Ahmadinejad, seperti disampaikan Alwi Shihab kepada pers usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden Jakarta, kemarin.

Alwi menghadap Presiden untuk melaporkan hasil pertemuannya dengan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad di Teheran pada 19 Juni 2007 lalu.

Kunjungan Alwi ke Iran sebagai Utusan Khusus Presiden RI membawa misi untuk menyampaikan surat Presiden Yudhoyono kepada Ahmadinejad. Alwi mengatakan, tanggal 19 Juni 2007 lalu, dia bertemu dengan Presiden Ahmadinejad.

Surat Presiden Yudhoyono kepada Presiden Ahmadinejad tersebut, kata Alwi, antara lain berisi perbaruan kedekatan atau kehangatan hubungan Indonesia-Iran. “Diharapkan dari kunjungan ini kesepakatan-kesepakatan bilateral dibidang oil and gas, kebudayaan, small and medium enterprise, custom, yang selama ini masih belum optimal diharapkan dapat berjalan secara optimal.”

Dalam suratnya, Yudhoyono juga mengharapkan agar Ahmadinejad memahami posisi Indonesia, baik maupun di luar PBB. Indonesia tidak pernah absen dalam mendukung Iran untuk menggunakan hak Iran dalam pengembangan nuklir untuk kepentingan perdamaian bukan untuk kepentingan lain.

Presiden Ahmadinejad, lanjut Alwi, secara khusus mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada Presiden Indonesia. “Saya gembira bahwa Presiden Indonesia mengutus anda untuk menyampaikan surat dan saya juga ingin mengucapkan terima kasih khusus kepada pemerintah Indonesia atas sikapnya yang terakhir di PBB yang menunjukkan independensi yang tinggi dan satu-satunya negara yang tidak menyetujui statement press yang diusulkan oleh Perancis, di mana Indonesia memblok statement press tersebut sehingga tidak jadi dikeluarkan, “ kata Alwi menirukan Presiden Ahmadinejad.

Kepada Alwi, Ahmadinejad juga menyatakan bahwa kunjungannya ke Indonesia beberapa waktu lalu sangat mengesankan. Bangsa dan pemerintah Indonesia betul-betul bersikap sangat hangat dengan Iran dan hal ini harus tetap berlanjut.

"Kalau pun ada perbedaan-perbedaan, maka perbedaan itu jangan sampai dijadikan alasan atau celah bagi pihak-pihak tertentu untuk memperkeruh hubungan antara Indonesia dengan Iran. Presiden Ahmadinejad juga menyampaikan salam hormat untuk Presiden SBY dan rakyat Indonesia,” ujar Alwi.

Ahmadinejad mengharapkan bahwa independensi Indonesia yang ditunjukkan pada keputusan terakhir di PBB akan tetap berlanjut, karena antara Iran dan Indonesia memiliki hubungan tradisional yang kuat dan tidak boleh ada kekuatan apapun yang dapat merenggangkan hubungan tersebut.

Ahmadinejad juga mengharap hubungan ekonomi Indonesia- Iran, tetap sesuai dengan kesepakatan dan nota kesepahaman yang telah ditandatangani di Indonesia. Ahmadinejad akan memantau dan ikut mengintervensi apabila ada hambatan-hambatan dalam hubungan ekonomi Indonesia dengan Iran.

Kepada Presiden, Alwi juga melaporkan soal rencana pendirian pabrik pupuk patungan (joint venture) Indonesia-Iran di Iran sudah akan sampai kepada titik pencarian financing, melalui Asian Development Bank (ADB).

Kunjungan Alwi ke Iran juga disertai rombongan dari PUSRI dan PGN (Perusahaan Gas Negara). PGN ingin mengimpor gas alam cair. Sementara Iran justru memberikan peluang untuk mengembangkan gas yang ada sampai kepada industri hilir (down stream). "Jadi disamping bisa mengimpor LNG dari Iran, hal ini sangat menjanjikan bagi kerjasama di bidang oil and gas,“ lanjut Alwi.

Dalam kesempatan itu, Alwi juga menyampaikan bahwa posisi Indonesia jelas tidak akan mungkin mengkhianati teman. Posisi Indonesia dalam resolusi Dewan Keamanan PBB No.1747 justru mengharap Iran dapat menempuh jalan perundingan dan dialog.

"Indonesia sama sekali tidak ingin melihat ada solusi, selain solusi dialog dan perundingan. Apalagi menyangkut intervensi militer, maka hal itu bukan saja mengganggu Iran tapi juga mengganggu perdamaian dunia.”

Ahamadinejad meyakinkan bahwa Iran pun akan menempuh jalan perundingan dan jalan damai, namun mengharapkan bahwa hak Iran untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk kepentingan perdamaian juga harus didukung oleh Indonesia dan oleh negara negara secara keseluruhan.

Pertemuan Presiden-DPR

Dalam perkembangan lain, surat undangan DPR yang ditujukan kepada Pemerintah tentang rapat konsultasi lanjutan interpelasi Iran, belum diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Presiden SBY sejauh ini belum menerima surat undangan dari pimpinan DPR mengenai rapat konsultasi lanjutan tentang interpelasi Iran,” kata Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa usai pertemuan silaturahmi antara Presiden SBY dengan peserta Musabaqah Nasional Penghafal Al-Quran dan Hadis di Istana Negara, Jumat (22/6).

Juru Bicara Kepresidenan Andi Malarangeng mengatakan, Presiden selalu ingin berkomunikasi dengan anggota DPR untuk membicarakan kelanjutan rencana pelaksanaan hak interpelasi DPR terkait dukungan pemerintah terhadap Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB No.1747 mengenai pengembangan nuklir Iran.

"Presiden selalu berkomunikasi dengan teman-teman dewan, dan selalu ingin berkomunikasi. Jadi, kalau soal komunikasi tidak ada masalah, baik dengan pimpinan dewan maupun anggota DPR," kata Andi menjawab pertanyaan wartawan soal kelanjutan pelaksanaan hak interpelasi yang masih dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR di Gedung DPR/MPR Jakarta, kemarin.

Hal senada juga dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla, "Presiden akan memberikan penjelasan dalam forum konsultasi DPR, bukan rapat paripurna DPR," kata Kalla di Jakarta.

Sementara di Senayan, Ketua DPR Agung Laksono mengatakan, DPR akan segera mengundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjelaskan berbagai kebijakan luar negeri, terutama dan Perjanjian Kerjasama Pertahanan (DCA) dengan Singapura pada 3 Juli 2007.

Menurut Agung, DPR telah menerima kesediaan Presiden untuk datang ke DPR guna menjelaskan berbagai kebijakan luar negeri, terutama menyangkut dukungan pemerintah terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1747 mengenai perluasan sanksi terhadap Iran dan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan dengan Singapura.

Rapat konsultasi Presiden-DPR dipastikan akan digelar 3 Juli 2007 mendatang. ”Hari ini atau Senin pekan depan kami akan mengirim surat kepada Presiden mengenai hal itu," kata Agung.

Dalam rapat konsultasi itu, selain dihadiri pimpinan DPR, juga diikuti pimpinan fraksi dan pimpinan komisi-komisi di DPR. Presiden didampingi tiga Menteri Koordinator, Menteri Luar Negeri, Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet.

"Pada kesempatan konsultasi itu, Presiden menjelaskan kebijakan luar negeri yang ditempuh pemerintah, terutama menyangkut Iran dan DCA" kata Agung.

Menurut Agung, dalam rapat konsultasi ini ada peluang bagi DPR untuk menanyakan langsung mengenai kebijakan luar negeri yang dianggap belum jelas.

Penetapan 3 Juli 2007 itu sesuai dengan hasil Rapat Bamus DPR yang menetapkan rapat konsultasi dilakukan tanggal 2 atau 3 Juli 2007. Pimpinan DPR juga telah menerima kesediaan Presiden utuk datang ke DPR dalam rapat konsultasi. Presiden menawarkan pertemuan dilakukan pada minggu pertama Juli 2007.

"Bamus menerima dan menyetujui usulan Presiden untuk datang ke DPR. Perkiraan waktunya antara tanggal 2 atau tanggal 3 Juli," katanya.

Agung mengemukakan, pertemuan konsultasi itu tidak mereduksi hak interpelasi DPR mengenai nuklir Iran. "Kapan interpelasinya? Nanti dilakukan setelah selesai rapat konsultasi, baru kita akan Rapat Bamus lagi untuk menjadwalkan kelanjutan pembahasan hak interperlasi Iran," katanya.

Setelah dilakukan rapat konsultasi, maka Bamus DPR menyelenggarakan rapat lanjutan pada 6 Juli 2007 untuk membahas kelanjutan hak interpelasi nuklir Iran.

Usai rapat konsultasi yang akan digelar di Gedung DPR itu, DPR akan segera menggelar rapat Bamus lagi. Tujuannya membahas hasil pertemuan konsultasi dan menjadwalkan rapat paripurna interpelasi soal penanganan lumpur Lapindo.

"Setelah rapat konsultasi, akan diagendakan secepat mungkin ke Bamus jadwal interpelasi Lapindo untuk dibawa ke paripurna," kata Agung. Rencananya, interpelasi lumpur Lapindo akan diparipurnakan oleh sejumlah anggota DPR pada 10 Juli 2007 nanti.

Rapat Bamus tersebut adalah kelanjutan rapat Bamus 14 Juni 2007 lalu, menyusul deadlock di Rapat Paripurna DPR pada 5 Juni 2007 akibat polemik tajam di antara anggota DPR soal Tata Tertib DPR, khususnya terkait kehadiran Presiden dalam menjawab hak interpelasi. Sementara Presiden sudah menugaskan beberapa menteri untuk menyampaikan jawaban pemerintah terkait hak interpelasi nuklir Iran. Namun sebagian anggota DPR menolak kehadiran menteri dan meminta Presiden yang langsung menyampaikan jawaban ke DPR.

DPR rencananya menyampaikan hasil pembahasan Badan Musyawarah DPR kepada Presiden SBY 18 Juni lalu. Isi pertemuan adalah meminta kehadiran Presiden SBY dalam siding paripurna DPR mendatang. Namun, keputusan rapat konsultasi kala itu belum mencapai kesimpulan apakah Presiden SBY akan hadir atau tidak.

M. Yamin Panca Setia

Photo: Istimewa, Utusan Khusus Presiden RI untuk Timteng, Alwi Shihab, bertemu dengan Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, di Teheran, pada 19 Juni 2007 lalu.


Thursday, June 21, 2007



RI Sesali Pemberian
Gelar Ksatria ke Salman Rushdie


PEMERINTAH Indonesia menilai pemberian gelar Ksatria oleh Kerajaan Inggris kepada penulis Salman Rushdie dapat menciptakan situasi hubungan antar peradaban dan agama di dunia menjadi tidak kondusif. Sebagai salah satu negara Islam, Indonesia menyesalkan pemberian gelar terhadap pengarang novel yang menghujat Nabi Muhammad SAW itu.

”Karya Salman Rushdie, yang di dunia Islam mendapatkan banyak tantangan, termasuk di Indonesia, jadi pemberian gelar kepada Salman, apa dasar pemberian gelar tersebut. Apakah terhadap karyanya atau terhadap yang lain,” kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda usai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima tiga dubes negara sahabat di Istana Merdeka Jakarta, Kamis.

Dari segi waktu, Menlu menilai, pemberian gelar tersebut dapat menciptakan situasi yang tidak kondusif, dan saling pengertian yang lebih baik dalam hubungan antarnegara, peradaban dan agama. Menlu menambahkan, sosok Salman Rushdie sudah menjadi kontroversi sejak dia mengarang buku "Ayat-ayat Setan" pada tahun 1988, yang mendapat tentangan dari dunia Islam termasuk Indonesia.

Namun, Menlu mengakui dirinya belum mengetahui secara rinci mengenai pemberian gelar Ksatria oleh Ratu Inggris itu, apakah berdasarkan karyanya atu pengabdiannya.

Mantan Menteri Agama yang sekarang menjabat Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Tarmizi Taher juga menyesalkan penghargaan yang diberikan Ratu Inggris Elizabeth kepada Salman Rushdie, karena menyakiti hati umat Islam Indonesia dan seluruh dunia.

Tarmizi prihatin atas fenomena tersebut, di mana beberapa negara maju dengan sengaja membuat kondisi kehidupan antartetangga dunia tidak lagi tenteram, tidak lagi saling menghargai perasaan orang lain. Dalam kehidupan dunia global modern ini, katanya, seharusnya antartetangga hidup berdampingan dengan damai dan tenteram, saling menghargai, dan tidak melakukan apa yang tidak disukai tetangga.

"Tetapi mentang-mentang mempunyai dominasi terhadap umat yang lain sehingga berlaku seenak udelnya, berlindung di balik kebebasan berekspresi lalu mengata-ngatai umat lainnya. Ini sungguh tidak pantas," katanya.

Dia menilai, dialog antar peradaban, dunia yang makin damai dan aspirasi yang sejajar untuk seluruh umat itu semua hanya di mulut saja," katanya.

Ditanya apakah pemerintah perlu memanggil Duta Besar Inggris di Jakarta soal pemberian penghargaan terhadap pengarang novel yang menghujat Nabi Muhammad itu, Tarmizi mengatakan belum perlu.

Sejumlah negara Islam menghujat pemberian gelar tersebut. Pemerintah Iran dan Pakistan memanggil perwakilan Inggris di negaranya masing-masing untuk melayangkan protes keras atas tindakan negaranya menganugerahi penulis novel The Satanic Verses ini gelar ksatria. Novel ini sempat menjadi perdebatan karena dinilai menghina Islam.

Sementara di jalanan Pakistan dan Iran, unjuk rasa masih marak menentang segala jenis pemberian gelar kepada pria yang terancam hukuman mati mati di negeri asalnya ini. Menteri luar negeri Iran, kepada duta besar Inggris di Teheran, Geoffrey Adams, mengatakan pemberian gelar ini merupakan “tindakan provokatif.”

Sementara di Islamabad, Komisioner Inggris, Robert Brinkley, juga dipanggil menteri luar negeri Pakistan. Pemerintah pakistan menganggap pemberian anugerah ini merupakan tindakan yang tidak sensitif. Kedua negara ini meminta agar Inggris menarik kembali gelar ksatria yang telah diberikan.

Rushdie dituduh menghujat Tuhan dalam novelnya The Satanic Verses (Ayat-Ayat Setan)yang diterbitkan pada tahun 1988. Dia tinggal di Inggris sejak pemerintah Iran saat masih berada di bawah pimpinan Ayatollah Ruhollah Khomeini menetapkan hukuman mati padanya. Hukuman mati ini secara teknis masih berlaku mengingat secara formal belum dicabut.

Rushdie yang berusia 60 tahun Selasa lalu memenangkan banyak penghargaan dalam bidang penulisan. Dia kini berada dalam penjagaan polisi mengingat novelnya menuai banyak kecaman.

Gelar ksatria atas jasanya di bidang literatur yang diumumkan Sabtu lalu merupakan penghormatan yang lazim diberikan ratu Inggris di hari ulang tahunnya. Dengan pemberian gelar ini maka dia bisa memanggil dirinya “Sir Salman”.

Terhadap kasus ini, Inggris menyatakan tidak bermaksud menghina umat Islam. Harian Inggrie The Independent setuju bahwa pemberian anugrah tersebut sembrono, namun tidak bermaksud untuk provokasi.

M. Yamin Panca Setia

Photo: www.januarymagazine.com



This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]