Wednesday, January 12, 2011
Friday, January 7, 2011
Cerita Teladan (Dipetik dari sumber buku Solusi Isu no.27,m/s108)
Semua Ada Dalam Al-Quran
“Semua ilmu ada dalam Al-Quran,”kata seorang ulama.
“Maksud tuan ilmu dunia juga?” balas seorang pemuda.
“Ya ilmu dunia dan akhirat.”
“Saya tidak percaya. Masakan begitu? Bagi saya mustahil kitab Al-Quran yang hanya terdiri daripada ribuan ayat itu boleh mengisi semua bentuk ilmu.”
“Berapa ayat yang diperlukan untuk memuatkan semua ilmu yang ada?”
“Wah tentulah berbilion-bilion banyaknya. Bentuk dan jenis ilmu tersangat luas.”
“Saya masih berpendapat semua asas ilmu ada dalam Al-Quran.”
“Saya tetap tidak bersetuju,”tegas si pemuda.
Ulama hanya tersenyum.Tidak puas hati,keesokan harinya, pemuda itu bertemu dengan ulama itu semula.
“Tuan masih percaya semua ilmu ada dalam Al-Quran?”
“Ya,”jawab ulama itu pasti.
“Kalau begitu,berapa banyak minyak yang boleh didapati daripada sekilogram buah kelapa sawit?”
Ulama itu diam. Pemuda itu rasa bangga kerana pada pengamatannya ulama itu akan tunduk kepada pandangannya.
“Dan jangan lupa tunjukkan nama surah dan ayatnya sekali ya..”tambah pemuda itu.
Beberapa ketika kemudian,ulama itu berkata, Ya saya tahu jawapannya. Malah saya tahu surah serta ayat yang menjawab persoalan itu. Tetapi untuk menjawabnya,mari ikut saya.”
Pemuda itu mengikut ulama tersebut menuju ke suatu tempat. “Kita nak ke mana?”
“Ikut sahajalah.”
Tidak lama kemudian mereka bertemu dengan seorang pekerja yang sedang menyelia kerja-kerja memproses buah kelapa sawit. Ulama itu bertanya,
“Tuan,boleh beritahu kami berapa banyak minyak yang kita akan dapat daripada sekilogram buah kelapa sawit?”
Penyelia itu spontan member jawapannya. Sejurus kemudian,ulama berkata kepada si pemuda, “Itulah jawapannya.”
“Eh,saya mahukan jawapan dari Al-Quran, bukan penyelia ini!” bantah pemuda itu agak marah.
“Itulah jawapan Al-Quran. Dalam Surah Al-Nahl ayat 43,Allah telah berfirman yang bermaksud, ‘Bertanyalah kepada orang yang mengetahui jika kamu tidak mengetahui.’ Dan kita telah pun bertanya kepada penyelia kilang kelapa sawi ini tentang soalan kamu. Inilah yang dijelaskan kaedahnya oleh Al-Quran. Dan inilah jawapan Al-Quran kepada soalan kamu itu.”
Rujuklah pada Al-Quran dan Sunnah,pasti kita takkan sesat.
mari bersantai sekejap..^_^
Wahai bakal isteri-isteri solehah
Wahai bakal-bakal isteri yang solehah,
Beri hatimu hanya untuk Allah,pasti Allah temukan padamu Pemilik terbaik
Hamparkan masamu seluasnya hanya untuk Allah
Pasti Allah aturkan kehidupanmu dengan baik
...salam mujahadah wahai sahabat-sahabat sekalian..^_^...artikel di bawah ini ana copy dr facebook..semoga ia sama2
dapat memberi manfaaat kpd kita.Jika ada kekhilafan,harap dapat menegur dan berkongsi ilmu...^_~
Muslimah Cantik, Bermahkota Rasa Malu
by Ummu Kultsum on Monday, September 27, 2010 at 9:08am
“Muslimah cantik, menjadikan malu sebagai mahkota kemuliaannya…” (SMS dari seorang sahabat)
Membaca SMS di atas, mungkin pada sebagian orang menganggap biasa saja, sekedar sebait kalimat puitis. Namun ketika kita mau untuk merenunginya, sungguh terdapat makna yang begitu dalam. Ketika kita menyadari fitrah kita tercipta sebagai wanita, mahkluk terindah di dunia ini, kemudian Allah mengkaruniakan hidayah pada kita, maka inilah hal yang paling indah dalam hidup wanita. Namun sayang, banyak sebagian dari kita—kaum wanita—yang tidak menyadari betapa berharganya dirinya. Sehingga banyak dari kaum wanita merendahkan dirinya dengan menanggalkan rasa malu, sementara Allah telah menjadikan rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا ، وَإنَّ خُلُقَ الإسْلاَمِ الحَيَاء
“Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.” (HR. Ibnu Majah no. 4181. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain,
الحَيَاءُ وَالإيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا ، فَإنْ رُفِعَ أحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَر
“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”(HR. Al Hakim dalam Mustadroknya 1/73. Al Hakim mengatakan sesuai syarat Bukhari Muslim, begitu pula Adz Dzahabi)
Begitu jelas Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memberikan teladan pada kita, bahwasanya rasa malu adalah identitas akhlaq Islam. Bahkan rasa malu tak terlepas dari iman dan sebaliknya. Terkhusus bagi seorang muslimah, rasa malu adalah mahkota kemuliaan bagi dirinya. Rasa malu yang ada pada dirinya adalah hal yang membuat dirinya terhormat dan dimuliakan.
Namun sayang, di zaman ini rasa malu pada wanita telah pudar, sehingga hakikat penciptaan wanita—yang seharusnya—menjadi perhiasan dunia dengan keshalihahannya, menjadi tak lagi bermakna. Di zaman ini wanita hanya dijadikan objek kesenangan nafsu. Hal seperti ini karena perilaku wanita itu sendiri yang seringkali berbangga diri dengan mengatasnamakan emansipasi, mereka meninggalkan rasa malu untuk bersaing dengan kaum pria.
Allah telah menetapkan fitrah wanita dan pria dengan perbedaan yang sangat signifikan. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam akal dan tingkah laku. Bahkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 228 yang artinya; ‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang sepatutnya’, Allah telah menetapkan hak bagi wanita sebagaimana mestinya. Tidak sekedar kewajiban yang dibebankan, namun hak wanita pun Allah sangat memperhatikan dengan menyesuaikan fitrah wanita itu sendiri. Sehingga ketika para wanita menyadari fitrahnya, maka dia akan paham bahwasanya rasa malu pun itu menjadi hak baginya. Setiap wanita, terlebih seorang muslimah, berhak menyandang rasa malu sebagai mahkota kemuliaannya.
Sayangnya, hanya sedikit wanita yang menyadari hal ini…
Di zaman ini justeru banyak wanita yang memilih mendapatkan mahkota ‘kehormatan’ dari ajang kontes-kontes yang mengekspos kecantikan para wanita. Tidak hanya sebatas kecantikan wajah, tapi juga kecantikan tubuh diobral demi sebuah mahkota ‘kehormatan’ yang terbuat dari emas permata. Para wanita berlomba-lomba mengikuti audisi putri-putri kecantikan, dari tingkat lokal sampai tingkat internasional. Hanya demi sebuah mahkota dari emas permata dan gelar ‘Miss Universe’ atau sejenisnya, mereka rela menelanjangi dirinya sekaligus menanggalkan rasa malu sebagai sebaik-baik mahkota di dirinya. Naudzubillah min dzaliik…
Apakah mereka tidak menyadari, kelak di hari tuanya ketika kecantikan fisik sudah memudar, atau bahkan ketika jasad telah menyatu dengan tanah, apakah yang bisa dibanggakan dari kecantikan itu? Ketika telah berada di alam kubur dan bertemu dengan malaikat yang akan bertanya tentang amal ibadah kita selama di dunia dengan penuh rasa malu karena telah menanggalkan mahkota kemuliaan yang hakiki semasa di dunia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128) Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang adalah wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/191)
Dalam sebuah kisah, ‘Aisyah radhiyyallahu ‘anha pernah didatangi wanita-wanita dari Bani Tamim dengan pakaian tipis, kemudian beliau berkata,
إن كنتن مؤمنات فليس هذا بلباس المؤمنات وإن كنتن غير مؤمنات فتمتعينه
“Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.” (disebutkan dalam Ghoyatul Marom (198). Syaikh Al Albani mengatakan, “Aku belum meneliti ulang sanadnya”)
Betapa pun Allah ketika menetapkan hijab yang sempurna bagi kaum wanita, itu adalah sebuah penjagaan tersendiri dari Allah kepada kita—kaum wanita—terhadap mahkota yang ada pada diri kita. Namun kenapa ketika Allah sendiri telah memberikan perlindungan kepada kita, justeru kita sendiri yang berlepas diri dari penjagaan itu sehingga mahkota kemuliaan kita pun hilang di telan zaman?
فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar Rahman: 13)
Wahai, muslimah…
Peliharalah rasa malu itu pada diri kita, sebagai sebaik-baik perhiasan kita sebagai wanita yang mulia dan dimuliakan. Sungguh, rasa malu itu lebih berharga jika kau bandingkan dengan mahkota yang terbuat dari emas permata, namun untuk mendapatkan (mahkota emas permata itu), kau harus menelanjangi dirimu di depan public.
Wahai saudariku muslimah…
Kembalilah ke jalan Rabb-mu dengan sepenuh kemuliaan, dengan rasa malu dikarenakan keimananmu pada Rabb-mu…
Jogja, Jumadil Ula 1431 H Penulis: Ummu Hasan ‘Abdillah Muroja’ah: Ust. Muhammad Abduh Tuasikal
Referensi: Yaa Binti; Ali Ath-Thanthawi Al Hijab; I’dad Darul Qasim
dr:facebook seorang muslimah
***
Artikel muslimah.or.id
Petikan dari buku Quran Saintifik (Meneroka Kecemerlangan Quran Daripada Teropong Sains),pengarangnya ialah Dr.Danial Zainal Abidin
Bab 64,m/s 184,Daripada Mata Datanglah Buta
Baru-baru ini pakar-pakar psikologi dari Amerika mendapati mereka yang suka melihat gambar-gambar lucah ataupun yang berunsurkan seks boleh menjadi buta. Penemuan ini adalah berdasarkan kajian yang dilakukan oleh David Zald dari Universiti Vanderbilt di Nashville, Tennessee dan Marvin Chun serta rakan-rakannya dari Universiti Yale di Connecticut. Hal ini mungkin disebabkan proses sekatan maklumat yang berlaku dalam otak kesan daripada pengaruh emosi yang berpunca daripada imej erotic atau lucah yang dilihat. Keadaan buta ini berlaku hanya seketika,iaitu beberapa saat,namun ia dapat menyebabkan kemalangan jalan raya sekiranya ia berlaku ke atas pemandu yang terkesan dengan papan-papan iklan yang mengandungi gambar-gambar lucah di tepi jalan . Perkara ini dilaporkan di NewScientist.com News Service bertarikh 12 ogos 2005, di bawah tajuk Erotic Images Can Turn You Blind.
Dalam Islam seluruh pancaindera termasuk mata adalah amanah justeru ia tidak dapat digunakan bagi melihat benda-benda yang haram. Dalam surah an-Nur ayat 30 hingga 31, Allah menyatakan, “Katakanlah kepada lelaki mukmin yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram) serta memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka dan sesungguhnya Allah Maha mendalam pengetahuannya berkenaan apa yang mereka kerjakan. Dan katakana kepada wanita-wanita yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram) serta memelihara kehormatan mereka . Dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecauli yang zahir daripadanya sahaja dan mereka perlu menutup belahan baju mereka di kawasan leher dengan tudung kepala mereka.”
Sekiranya seseorang lelaki, sebaga contoh, melihat seorang wanita dari jauh dengan pandangan syahwat, dia dihukum berdosa walaupun pada masa itu duduk berjauhan daripadanya. Berhubung dengan ini, sahabat Nabi Muhammad S.A.W. yang bernama Jarir bin Abdullah berkata, “ Saya pernah bertanya kepada Nabi Muhammad S.A.W. berkenaan melihat wanita yang tidak disengajakan, maka Nabi Muhammad S.A.W. berkata, ‘Palingkan pandanganmu’.” Hadis ini direkodkan oleh Muslim.
Nabi Muhammad S.A.W. juga pernah berkata kepada Ali, “Wahai Ali, jangan engkau susuli satu pandangan (kepada wanita) dengan satu pandangan yang lain kerana yang pertama itu tidak menjadi kesalahan (kerana ia tidak disengajakan),tetapi tidak yang kedua.” Hadis ini direkodkan oleh Abu Daud.
Thursday, January 6, 2011
Petikan dari buku Quran Saintifik (Meneroka Kecemerlangan Quran Daripada Teropong Sains),pengarangnya ialah Dr.Danial Zainal Abidin
Bab 100,Aurat Wanita dan Kesihatan
Menutup aurat ada kelebihannya. Karima Burns (MH, ND) di dalam artikel The Science Behind the Veil di IslamOnline.net mengatakan, “Ujian-ujian menunjukkan 40-60 peratus daripada tahap kepanasan badan seseorang hilang melalui kepala justeru menutupnya terutamanya di musim sejuk dapat mengawal suhu badan seseorang berbanding mereka yang lain . Menutup kepala juga bermanfaat bagi kesihatan di musim panas. V.G Rocine,seorang pakar otak, mengatakan fosforus otak menjadi cair pada suhu 108 darjah Fahrenheit. Keadaan ini boleh berlaku sekiranya seseorang berada di bawah panas terik tanpa tutupan kepala. Apabila fosforus cair fungsi otak akan menurun dan hal ini menyebabkan otak mengalami beberapa kesan negative.” Hal ini dinyatakan di www.islamonline.net/english/Science.
Dalam artikel Highest Phosphorus Foods di Canadian Neuro-Optic Research Institute Online, dinyatakan, “Sekiranya suhu badan seseorang mencecah lebih daripada 105 darjah Fahrenheit ia amat berbahaya kerana fosforus otak akan cair dan ini menjejaskan kesihatan otak. Justeru kepala hendaklah ditutup dalam keadaan cuaca panas.”
cerpen-Bidadari syurgaku,(sipengemisiman.blogspot.com)
Aku telah menyerahkan urusan mencari jodohku kepada kedua orang tuaku. Aku redha dengan pilihan mereka. Aku tahu, redha ALLAH terletak pada redha ibu bapa. Aku ingin hidup dalam keredhaanNYA. Aku yakin dengan pilihan mereka. Aku tahu mereka akan memberikan yang terbaik untukku.
Tetapi, aku juga manusia biasa. Aku punya hati dan perasaan. Aku punya jiwa dan nafsu. Kekadang nafsuku mengatasi. Aku akui, aku punya pilihan di hati. Yang aku redha agama dan akhlaknya. Namun, aku sedar batasannya. Aku sendiri tidaklah terlalu mengharapkannya. Aku tidak ingin bermain api. Aku tidak ingin bercinta sebelum waktunya. Biarlah cinta itu hadir bersama sebuah janji pernikahan.
Aku mengharapkan seorang pemuda yang soleh. Lebih soleh dariku kerana aku ingin dia yang membimbingku. Menjadikan aku seorang isteri yang solehah. Aku ingin seorang pemuda yang tidak takut berjuang di jalanNYA kerana aku ingin menjadi bidadarinya di syurga nanti. Aku tidak perlukan rupa dan hartanya. Cukuplah agama dan akhlaknya yang indah.
ALLAH~
Jauh benar aku mengelamun. Ada orang yang datang meminangku tadi. Tetapi, ditolak dengan baik oleh kedua orang tuaku. Alhamdulillah~ Aku sendiri sejujurnya belum mampu menerima pemuda lain walaupun aku telah menyerahkan urusan mencari jodohku pada ibu bapaku. Aku akan cuba mengikhlaskan diriku untuk menerima pilihan mereka selepas ini.
YA ALLAH..
***************
Mujahid mengeluh. Lagu nyanyian kumpulan nasyid UNIC itu benar-benar menyentuh perasaannya. Kitab Fiqh Munakahat yang sedang ditelaahnya itu diletak perlahan di atas meja lalu dia bangkit dan berbaring di atas tilamnya. Hasratnya ingin memejamkan mata sementara menunggu azan Zuhur. Hakikatnya dia ingin menenangkan hatinya yang sedang berkocak itu.
Namun, lagu ' Lafaz Yang Tersimpan' itu masih terngiang-ngiang di telinganya. Mata yang dipejam dibuka perlahan. Terbayang wajah seorang muslimah di matanya. Muslimah yang telah mencuri hatinya tanpa dia sedari. Muslimah yang telah mengetuk pintu hatinya yang selama ini tertutup rapat buat insan bernama wanita.
Nur Asiyah Maisarah. Nama yang sangat indah. Seindah peribadi dan akhlaknya. Seorang gadis ceria yang bertudung labuh di universiti mereka. Dalam diam Mujahid menyimpan perasaan pada Asiyah. Bukan dia sengaja membiarkan hatinya tertarik pada wanita. Namun, perasaan itu hadir secara tiba-tiba. Tanpa dia sedari. Padahal, dia langsung tidak mengenali gadis itu. Berbicara jauh sekali. Hanya pernah mendengar suaranya di kuliah ketika membuat pembentangan.
Mujahid segera beristighfar. Dia tidak mahu syaitan mengambil kesempatan atas kelalaiannya itu. Dia masih punya pegangan agama. Jika tidak, sudah pasti dia akan mencari jalan untuk mendampingi gadis idamannya itu.
Suara hatinya itu hanya sahabat baiknya sahaja yang mengetahui. Saifullah. Itulah sahabat di saat suka dan dukanya selama ini. Mereka sentiasa saling ingat mengingati. Saling tegur menegur andai berlaku kekhilafan. Dia bersyukur mempunyai sahabat seperti Saifullah yang sentiasa mengajaknya ke arah kebaikan.
Saifullah jugalah yang menasihatkannya supaya menyampaikan perasaannya itu pada Asiyah melalui perantaraan dirinya. Tujuannya untuk mengetahui samada Asiyah sudah mempunyai calon suami atau belum. Jika belum, Mujahid mempunyai peluang untuk meminangnya.
Tetapi, Mujahid enggan. Dia merasakan dirinya belum bersedia. Masih banyak perkara yang harus difikirkan. Dia masih belajar. Masih mempunyai keluarga yang harus dijaga. Kehendak hatinya itu harus diketepikan terlebih dahulu.
Namun, sebagai manusia biasa yang dikurniakan nafsu, kekadang keinginan untuk mencintai dan dicintai itu hadir juga. Setiap kali matanya menangkap kelibat Asiyah, hatinya bergetar. Segera dilarikan pandangannya. Bukan dia meminta. Dia juga tidak mahu. Tetapi, itulah fitrah. Fitrah seorang manusia.
Mujahid meraup wajahnya. Dia bangkit lalu mencapai kopiahnya dan kunci motor yang tersangkut di dinding. Kakinya melangkah keluar menuju ke arah motosikalnya.
' Biarlah aku mengadu pada ALLAH. DIAlah sebaik-baik tempat mengadu saat hati keliru'
***************
Getaran di dada Asiyah berlagu kencang saat dia mendengar alunan suara seorang pemuda mengalunkan azan. Menusuk kalbu. Sebak dirasakan.
" Asiyah, jom masuk. Termenung apa lagi?"
Asiyah tersentak mendengar suara sahabatnya, Mardiyah menegurnya. Dia tersenyum. Dia baru tersedar yang dia sedang berdiri tegak sendirian di tengah halaman sebuah surau kecil di kawasan perumahan mereka.
Kakinya segera melangkah masuk ke dalam surau. Kelihatan sudah ada beberapa orang jemaah lelaki di dalamnya. Matanya menatap pada si pemuda yang baru selesai mengalunkan azan itu. Teringin dia melihat wajahnya. Suaranya lunak menggetar jiwa.
' Ah, Mujahid?'
Asiyah terkedu saat pemuda itu berpaling untuk turut berada bersama jemaah lain. Itu Mujahid. Dialah yang selama ini diharapkan menjadi pendamping hidupnya. Dialah yang selama ini didambakan sebagai kekasih hatinya.
' ALLAH~ Dugaan apakah ini YA ALLAH? Mengapa KAU hadirkan dia dihadapanku di saat aku sedang keliru? Mengapa KAU hadirkan dia dimataku di saat aku tidak ingin melihat lagi wajah itu??'
Asiyah segera menyelak tabir yang memisahkan di antara bahagian muslimin dan muslimat. Segera dia mengambil tempat di sebelah Mardiyah. Mardiyah sudah siap megambil wudhu'.
" Ya, ukhti..ke mana saja enti pergi? Lama ana menunggu"
Asiyah hanya tersenyum. Cuba menyembinyikan gelojak dihatinya yang masih belum reda.
Segera dia bangkit semula dan melangkah menuju ke tempat wudhu'. Dia ingin menenangkan hatinya dengan air wudhu'. Dia ingin menghilangkan gelojak jiwanya dengan pertemuan bersamaNYA.
***************
Monolog Mujahid Al-Hak dan Nur Asiyah Maisarah..
' YA ALLAH..biarlah aku simpan perasaan ini. Seandainya dia adalah jodohku. Satukan kami di jalanMU. Seandainya dia bukan milikku, kikislah perasaan ini. Aku redha dengan segala ketentuanMU. Berilah aku petunjukMU..'
***************
Kempen ' Kejar Cinta ILLAHI' yang diadakan oleh Sekretriat Pendakwah Muda Malaysia itu mendapat sambutan yang baik daripada semua mahasiswa dan mahasiswi. Masing-masing memberikan komitmen terbaik dengan menghadiri pelbagai program yang disediakan. Para urusetia pula sibuk menjalankan tugas yang diamanahkan dengan penuh dedikasi.
Dendangan lagu yang kedengaran dari radio di meja urusetia itu sedikit mengganggu tumpuan Mujahid yang sedang sibuk menyiapkan kain rentang ' Kurniakan Cintanya Kerana CintaMU' untuk ditandatangani oleh para siswa dan siswi. Jari yang sedang sibuk melakar terhenti secara automatik. Kepala diangkat. Dia menghayati senikata ' Permata Yang Dicari'
' Dialah permata yang dicari, selama ini, baru ku temui, tapi ku tak pasti, rencana ILLAHI, adakah dia kan ku miliki'
Bibirnya menggumam perlahan. Nafas perlahan dihembus. Sayu benar hatinya mendengar bait-bait lagu tersebut.
" Akhi mujahid, enta tak apa-apa?"
Mujahid segera menoleh. Kelihatan Saifullah sedang merenungnya sambil memegang beberapa naskah surat khabar 'ILUVISLAM'. Dia segera menghadiahkan sebuah senyuman kecil pada sahabatnya itu. Kerja yang terhenti disambung semula.
Saifullah merenung tanpa bicara. Dia tahu apa yang bermain di fikiran sahabatnya itu. Matanya melilau di segenap tempat.
' Asiyah, siapakah bakal pendamping hidupmu? Siapakah yang bakal menjadi imammu? Demi sahabatku, aku rela mengundurkan diri. Demi sahabatku, aku redha seandainya kau tercipta bukan untukku'
Mata Saifullah berkaca. Segera dia mengalihkan pandangannya dari melihat Asiyah yang sedang sibuk menguruskan booth. Dia menarik nafas panjang. Belakang Mujahid ditenung.
Dia rela mengundurkan diri setelah mengetahui bahawa Mujahid juga turut menyimpan perasaan pada Asiyah. Dia tidak rela sahabatnya bersedih kerananya. Dia ingin menjadi sahabat yang baik.
Kata Saidina Umar:
' Sahabat yang baik adalah sahabat yang mendahulukan sahabatnya berbanding dirinya sendiri'
Dan dalam hal ini, dia rela mendahulukan Mujahid. Meskipun dia sudah lama menyimpan perasaan pada Asiyah iaitu sejak mereka di tingkatan 4, dia tahu Mujahid lebih layak. Mujahid dan Asiyah saling tidak mengenali. Itulah yang lebih baik menurutnya. Dua orang yang tidak mengenali bersatu atas nama cinta terhadap dakwah. Alangkah indahnya cinta itu. Dan dia, sangat mengenali Asiyah melalui cerita-cerita yang disampaikan tentang diri Asiyah dari kedua orang tuanya bahkan keluarga mereka juga bersahabat baik. Dan yang paling penting, dia tahu bahawa Asiyah juga menyimpan perasaan yang sama pada Mujahid. Dia mengetahui perihal tersebut melalui sahabat baik Asiyah, Mardiyah.
" Akhi Saifullah, ana mohon masa enta sebentar. Ada perkara yang ana nak bincangkan. Enta ni sahabat baik akhi Mujahid kan? Sejujurnya, ada seorang Muslimah yang menyukai Mujahid dalam diam. Bukan suka yang biasa, bahkan dia menolak sebuah pinangan kerana Mujahid. Dan ana nak tahu, kalau-kalau Mujahid sudah mempunyai calon zaujah, jadi ana akan khabarkan pada sahabat ana itu agar dia tidak lagi berharap"
" Ana sebagai sahabatnya wajib menyimpan segala rahsianya. Tapi jika benar sahabat enti itu ikhlas, ana akan cuba berbicara pada Mujahid nanti. Sejujurnya, dia belum mempunyai calon zaujah secara sahnya cuma di hatinya itu sudah ada wanita pilihan. Boleh ana tahu siapa sahabat enti itu?"
" Dia, Asiyah Maisarah..Tapi, ana mohon jangan disebutkan nama itu pada Mujahid. Ana cuma perlu tahu samada dia sudah mempunyai calon atau belum. Itu saja. Afwan"
Dan sejak perbincangan tersebut, semakin keras diasuh hatinya agar segera melupakan Asiyah.
' Duhai hati, sabarlah..yakinlah dengan janji ALLAH bahawa wanita yang baik itu untuk lelaki yang baik dan begitulah sebaliknya'
***************
Lirik lagu 'Sutera Kasih' itu dihayati sepenuh jiwa. Bukan suara penyanyi yang lunak yang dinikmati tetapi bait-bait lagu tersebut yang seakan mengundang tenang dihati yang sedang gundah dilanda resah.
Titis air mata yang mengalir menandakan betapa hatinya sarat dengan penderitaan yang tidak mampu diungkapkan. Demi seorang sahabat yang dicintai, dia rela mengorbankan perasaannya sendiri. Biarpun derita, dia pasrah. Dia yakin pada takdir yang ditentukan. Dia rela demi untuk kebahagiaan sahabatnya. Dia yakin kasih ALLAH lebih bernilai berbanding kasih insan yang tidak kekal selamanya.
Saifullah bangkit dari perbaringannya. Hari ini dia pulang ke rumah atas permintaan ibunya. Katanya ada perkara yang sangat mustahak yang perlu dibincangkan segera. Dia juga tidak tahu apakah perkara mustahak tersebut.
Tuala kuning dicapai lalu kakinya pantas melangkah ke kamar mandi.
***************
" Angah, mak ada benda sikit nak bincang dengan kau ni. Sebab tu mak suruh kau balik''
Saifullah mengangkat wajahnya dari muka surat khabar yang sedang ditatapnya. Dia memandang lembut wajah ibunya. Ayah sedang duduk tenang disebelah ibunya. Dia menutup surat khabar yang sedang dibaca lalu bangun dan melangkah ke arah mereka. Punggungnya dilabuhkan di atas sofa berhadapan dengan kedua orang tuanya itu.
" Apa benda yang mak nak bincang dengan Angah tu?? Sampai tak sempat tunggu Angah balik minggu depan"
Saifullah tersengih mengingatkan suara ibunya semalam di dalam telefon yang begitu bersungguh menyuruhnya pulang ke rumah.
Rasidah memandang suaminya yang masih tenang disebelahnya. Lidahnya seakan kelu. Tiada kata yang bisa diungkapkan untuk melahirkan hasrat dihati.
" Kami nak nikahkan kamu"
Seakan halilintar kata-kata yang keluar dari mulut bapanya itu. Ringkas dan padat. Tidak perlu bunga-bunga kiasan. Saifullah menelan air liur yang seakan tersekat di kerongkong. Matanya memandang tepat kedua orang tuanya.
" Nikah? Dengan siapa??"
" Dengan perempuanlah, takkan nak nikahkan kamu dengan lelaki kot"
Saifullah tergelak mendengar kata-kata yang keluar dari mulut bapanya itu. Wajahnya serius tidak berkocak walaupun bibir menuturkan kata-kata lucu. Debaran di dada kian surut mendengar lelucon bapanya itu namun masih belum padam.
" Mak dengan ayah dah ada calon ke untuk Angah?"
" Pasal tu, kamu tak payah risau. Mak dengan ayah dah uruskan. Sekarang ni, kami cuma perlukan persetujuan kamu je"
Saifullah diam.
" Kenapa tiba-tiba??"
Pertanyaan anak lelaki mereka itu tidak dijawab dengan segera. Rosidah dan Jamal diam dan saling memandang. Tiada kata-kata yang terluah. Rosidah bangun dari duduknya lalu duduk disebelah Saifullah. Tangan anaknya diambil lalu dipegang erat.
" Mak dengan ayah ni dah tua. Dah tak lama hidup kat dunia ni. Sebelum mak mati, mak nak tengok anak mak ni nikah. Ayah kamu tu, dulu kepingin sangat nak tengok Along kamu nikah tapi tak ada rezeki nak buat macam mana. Along kamu pergi dulu sebelum kami. Perempuan yang mak dengan ayah nak jodohkan dengan kamu ni pun sebenarnya nak dijodohkan dengan Along kamulah dulu tu. Budaknya baik, solehah, hormat orang tua. Mak dah lama kenal keluarga dia. Keluarga baik-baik. Sebab tu mak nak jodohkan kamu dengan anak diorang"
Panjang lebar kata-kata yang keluar dari bibir ibunya. Hatinya berbolak-balik. Tiba-tiba dia teringatkan Asiyah. Gadis yang sangat dicintainya itu.
'Mungkin ini hikmahnya yang ALLAH tentukan untuk aku. Mungkin inilah pengganti Asiyah. Mungkin ini jodohku'
" Mak, ayah..bagi Angah masa. Angah nak solat istikharah dulu. InsyaALLAH..sebelum Angah balik hostel, Angah akan bagi jawapan"
Rosidah dan Jamal tersenyum. Terselit sejuta harapan agar Saifullah akan memberi kata persetujuan.
***************
' YA ALLAH..andai dia adalah jodohku, aku terima. Berikanlah aku petunjukMU. Sesungguhnya ENGKAU Maha Mengetahui apa yang berada di dalam hatiku. Andai ini hikmahnya, aku redha. KAU ikhlaskanlah hatiku. Jadikanlah aku hamba yang redha dengan segala ketentuanMU'
Dan malam itu, Saifullah tidur dengan tenang ditemani mimpi kehadiran seorang gadis berpurdah yang menghulurkan tangan padanya.
***************
" Mak, ayah..Angah tak nak tengok siapa bakal isteri Angah tu. Jadi, mak dengan ayah uruskanlah semuanya. Angah nak akad nikah je,hihi"
Rosidah dan Jamal tersenyum mendengar celoteh Saifullah. Pagi itu, Saifullah memberi khabar yang mereka harap-harapkan. Tidak sia-sia doa mereka sepanjang malam. Namun, apabila mereka mahu menunjukkan gambar bakal isterinya, dia enggan melihat. Dia bertegas untuk melihat bakal isterinya itu hanya pada malam pengantin. Alasannya untuk menjaga hati. Dan mereka akur.
Saifullah mengemaskan baki-baki barang yang perlu dibawa ke hostel . Hatinya berbunga riang. Dia juga tidak tahu mengapa. Tetapi, kehadiran wanita berpurdah di dalam mimpinya itu membuatnya tekad untuk menerima permintaan kedua orang tuanya. Walau pun hatinya belum dapat melupakan Asiyah, namun dia yakin dia akan melupakannya juga setelah menikah nanti.
" Mak, ayah..Angah pergi dulu ye..."
***************
Mujahid memanjatkan setinggi-tinggi kesyukuran atas perkhabaran yang baru diterimanya. Sungguh dia tidak menyangka. Sungguh dia tidak menduga bahawa Asiyah juga turut menyimpan perasaan padanya. Dia benar-benar bersyukur atas kurniaanNYA. Perasaannya berbunga namun segera dikawal dengan istighfar. Dia tahu, perasaan seperti ini akan membawa akibat yang buruk seandainya terlalu dilayan. Dia tidak mahu terjebak dalam kancah percintaan sebelum tiba waktunya. Dia teringat kembali perbualannya dengan sahabatnya, Saifullah.
" Akhi, ada seorang muslimah yang menyimpan perasaan terhadapmu. Bukan sekadar perasaan yang biasa bahkan dia ingin menjadi suri hidupmu. Dia baru sahaja dikhitbah, tetapi dia menolak keranamu. Dan dia khuatir kalau masih ada yang mahu mengkhitbah, dia khuatir tidak mampu lagi menolak tanpa alasan yang kukuh. Justeru dia ingin tahu seandainya dirimu sudah mempunyai calon zaujah. Jika belum, dia berhasrat untuk menunggumu"
" Saifullah, adakah muslimah itu Asiyah??"
Saifullah tersenyum. Hasratnya tidak ingin mengkhabarkan identiti si muslimah tetapi Mujahid lebih pintar meneka.
" Sejujurnya, ana sendiri baru sahaja bercadang untuk mencari seorang perantara bagi mengkhabarkan hasrat ana pada Asiyah. Tak sangka, dia lebih pantas rupa-rupanya. Khabarkan padanya, ana ingin menjadi yang halal untuknya. Tetapi nabi berpesan untuk meninggalkan yang haram dan beroleh yang halal. Mintalah dia untuk bersabar kerana ini bukan hanya untuk dunia tetapi untuk akhirat juga. Ana sedang berusaha ke arah itu"
Nyanyian nasyid 'Insan Bernama Kekasih' itu dirasakan benar-benar tepat dengan situasinya. Dia akan cuba untuk menjaga hubungan ini sebaiknya. Dia tidak mahu bercinta sebelum waktunya. Dia hanya akan bercinta selepas akad. Itu janjinya.
***************
" Asiyah, jom kita tunggu bas kat sana. Ana tak laratla nak jalan sampai ke bus-stop"
Asiyah dan Mardiyah berjalan menuju ke sebuah pondok. Mereka baru sahaja selesai menghadiri kuliah. Deruman motosikal pelajar yang juga sekuliah dengan mereka membingitkan telinga. Masing-masing ingin segera pulang ke rumah.
" Haish, awatla si Mujahid tu berjalan tunduk sangat tu? Dah macam nak tercium dada je ana tengok"
Asiyah memandang ke arah yang ditunjukkan oleh Mardiyah. Kelihatan Mujahid sedang berjalan dengan kepalanya ditundukkan. Terlalu tunduk. Asiyah tersenyum lalu segera dialihkan pandangannya. Enggan memandang lebih lama khuatir tidak mampu mengawal perasaannya.
" Assalamu'alaikum"
Asiyah dan Mardiyah menoleh ke arah suara yang memberi salam.
" Wa'alaikumussalam"
Serentak mereka berdua menjawab. Saifullah sedang tersenyum memandang mereka.
" Ada sesuatu yang ana perlu bincangkan dengan ukhti Asiyah"
" Silalah. Mardiyah seorang sahabat"
Asiyah memberi keizinan sambil memandang Mardiyah mengisyaratkan dia juga berhak untuk mendengar dan tidak perlu pergi dari situ.
Saifullah menyampaikan segala pesanan Mujahid kepada Asiyah. Dilihatnya gadis itu seakan terkedu. Diam seribu bahasa. Bahkan sewaktu dia meminta diri untuk pergi, Asiyah masih lagi bungkam di tempatnya. Dia yakin Asiyah gembira mendengar perkhabaran tersebut.
Asiyah masih tidak berganjak dari tempatnya. Dia seakan-akan tidak percaya dengan perkhabaran yang dibawa oleh Saifullah. Dia beristighfar menenangkan hatinya yang sedang berkocak. Keringat membasahi wajahnya. Dia masih belum mampu bertenang. Tetapi, bukankah ini yang dia harap-harapkan?? Namun, dia khuatir. Dia hanya manusia biasa yang punya nafsu. Dia khuatir tidak mampu mengawal nafsunya. Dia khuatir tidak mampu mengawal perasaannya.
" Asiyah, jom. Bas dah sampai"
Mardiyah menarik tangan Asiyah. Sejuk dan sedikit menggeletar. Mardiyah tersenyum. Dia tahu, Asiyah terkejut. Dalam hati, dia berdoa agar jodoh sahabatnya itu dipercepatkan kerana dia tahu bukan mudah untuk mengawal perasaan. Dia yakin sahabatnya tidak akan terjebak dengan zina lain tetapi dia khuatir sahabatnya akan bermain dengan zina hati.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk..surah Al-Isra’, ayat 32”
Zina adalah suatu perbuatan yang sangat hina di sisi Islam. Kalimah ‘jangan mendekati’ yang digunakan bermaksud perbuatan itu adalah sesuatu yang sangat dilarang dalam Islam sehinggakan ALLAH melarang kita daripada mendekatinya.
'ALLAH~ Lindungi sahabatku'
****************
Hari-hari seterusnya dilewati seperti biasa. Jika sebelum ini Asiyah sering terserempak dengan Mujahid, kini wajah itu seakan-akan hilang dari matanya sejak Saifullah membawa perkhabaran tersebut padanya. Dia bersyukur. Dia sendiri berdoa agar dia tidak perlu melihat wajah itu lagi. Bukan kerana benci tetapi dia ingin menjaga hatinya dan juga hati Mujahid. Dia tidak mahu berzina dengan hatinya. Mungkin Mujahid juga sepertinya. Sengaja menghilang dan tidak menampakkan dirinya pada Asiyah.
Pernah juga kelibat Mujahid singgah di matanya tetapi segera dia menghindari. Malu. Dia teringat gelagat Mujahid yang terlalu tunduk sewaktu berjalan dihadapannya. Dia ketawa kecil. Pasti pemuda itu sedang malu dan menyangka dia sudah mengetahui perihal perasaannya.
Dia benar-benar ingin menjaga perhubungan tersebut. Dia tidak berhubung dengan Mujahid. Bahkan kalau boleh, dia ingin pergi dari hidup pemuda itu buat sementara waktu. Dia tidak ingin menjadi sebab kepada goyahnya iman dan kepimpinan mujahid islam itu. Kadangkala- dia berasa menyesal atas keterlanjuran mereka. Keterlanjuran meluahkan perasaan. Walaupun niatnya baik, dia kadangkala tewas jga dengan perasaannya. Sering sahaja dia teringat pada Mujahid. Kadangkala dia menangis sendiri atas kelemahan hatinya itu. Namun, segalanya sudah ditakdirkan. Kini dia hanya mampu berusaha agar fitrah selama ini tidak akan menjadi fitnah.
***************
Nur Asiah Maisarah termenung panjang memikirkan peristiwa yang baru sahaja terjadi dalam hidupnya itu. Peristiwa yang sama berulang kembali, cuma pemegang wataknya yang berbeza. Dia sama sekali tidak menyangka perlu melalui perkara itu lagi dalam tempoh secepat ini.
Jika sebelum ini, dia sendiri yang menolak kerana dirasakan tidak bersedia. Selepas peristiwa yang pertama, dia bertekad akan menyerahkan segala urusan berkenaan hal tersebut kepada kedua orang tuanya.
Dia berserah kepadaNYA. Jodoh itu milikNYA.
***************
'Banyaknya kereta kat depan rumah. Siapa yang datang??'
Asiah membuka pintu kereta teksi yang dinaikinya. Setelah membayar tambang, dia beralih ke bonet kereta untuk mengambil beg pakaiannya. Namun, matanya tidak lepas daripada memerhatikan perkarangan rumahnya. Dihadapan rumahnya terdapat 2 buah kereta yang tidak dikenali. Benaknya turut sama berjalan seiring dengan langkahnya menuju ke rumahnya sambil cuba meneka-neka siapakah gerangan tamu yang datang bertandang.
" Assalamu'alaikum"
Lebih sepuluh pasang mata memandang tepat ke arah Nur Asiyah yang sedang berdiri tegak di muka pintu. Matanya tidak berkelip memandang insan-insan di dalam rumahnya itu. Dan lebih memeranjatkannya lagi apabila ternampak sebentuk cincin di dalam dulang, sirih junjung dan sepasang pakaian, juga di dalam dulang yang dihias cantik.
' Siapa yang nak dipinang ni??'
Beg di tangan yang hampir terlepas dipegang kejap semula. Perlahan-lahan kakinya melangkah masuk. Dadanya mula berirama kencang.
" Wa'alaikumussalam. Hah, Sarah dah sampai dah"
Asiyahh menghampiri tetamu-tetamunya itu lalu bersalaman dengan mereka. . Bibirnya menguntum senyuman semanisnya walhal kakinya sudah tidak mampu untuk melangkah. Firasatnya kuat mengatakan tetamu-tetamunya ini membawa hajat besar datang ke rumahnya.
Tangan Nur Asiyah Maisarah dipegang erat. Puan Rosidah merenung anak gadis di hadapannya itu. Manis berbaju kurung dan bertudung labuh. Sopan dan sejuk mata memandang. Gadis inilah dahulu yang hampir menjadi menantunya. Anak sulungnya berkenan sungguh dengannya. Namun, belum sempat hajatnya disampaikan takdir menentukan sebaliknya. Anak sulungnya itu terlebih dahulu pergi menghadap Illahi. Dan hari ini,dia membawa hajat yang sama bagi anak keduanya pula.
" Sarah sihat? "
Panggilan Sarah itu agak janggal kedengaran di telinga Asiyah kerana selama ini hanya keluarganya sahaja yang memanggilnya Sarah. Dalam kalangan sahabat-sahabat dan yang lain, dia lebih senang dipanggil Asiyah.
" Alhamdulillah, sihat makcik. Makcik apa khabar?"
" Alhamdulillah, makcik sihat nak. Kamu balik cuti ke ni?"
" Ha'ah, sekarang cuti pertengahan semester. Dapatlah cuti seminggu"
Puan Rosidah tersenyum. Tutur kata si gadis memikat hatinya. Tidak hairanlah kalau dahulu anak sulungnya itu beria-ia benar meminta dia meminangnya. Dia pasti, anak keduanya akan menyukai bakal isterinya itu.
Nur Asiyah mengambil tempat duduk di sebelah ibunya.
" Umi, kenapa kawan umi datang bawak benda-benda ni? Nak pinang siapa??"
" Pinang kamulah"
" Hah??"
Air liur kelat ditelan. Terasa seakan tersekat di kerongkong. Penat yangmasih bersisa hilang sekelip mata dimamah berita tergempar itu. Dia dipinang dan ini adalah untuk kali kedua. Kali pertama ketika usianya 20 tahun, dia dipinang seorang pemuda iaitu sepupu kepada sahabatnya. Dan dia menolak kerana dirasakan dirinya belum bersedia. Dan kini, adakah dia sudah bersedia??
" Sarah?"
Nur Asiyah Maisarah tersentak dari lamunannya yang panjang. Kelihatan ibunya sudah pun mengambil tempat di sebelahnya. Tangannya diambil. Cincin belah rotan pada jarinya diusap.
" Sarah yakin dengan keputusan Sarah ni??"
Asiyah tersenyum mendengar soalan ibunya itu. Dadanya bergetar hebat. Mindanya membayangkan seorang pemuda yang selama ini diimpikan untuk dijadikan pembimbing hidupnya. Dia sendiri berasa keliru. Tetapi, ini bukan keputusannya. Ini keputusan kedua orang tuanya kerana dia sudah menyerahkan urusan mencari jodohnya kepada mereka. Dan kedatangan keluarga Encik Jamal dan Puan Rosidah itu nampaknya disambut baik oleh kedua orang tuanya. Mereka membawa risikan daripada anak kedua mereka dan sekaligus ingin meminang. Kata persetujuan dicapai dan kini statusnya adalah tunangan orang. Sekelip mata dalam masa 3 hari.
Hakikatnya ada sedikit perasaan kesal di dalam hatinya. Dia teringatkan Mujahid. Pemuda itu yang diimpikan sebagai imamnya. Namun, Mujahid mungkin masih belum bersedia. Mungkin Mujahid bukan jodohnya. Pemuda itu memiliki peribadi yang hebat tetapi dia tidak dapat melihat kesungguhan tentang pernikahan dalam diri Mujahid.
" Astaghfirullahal'azim.."
" Kenapa dengan anak umi ni?? Sarah tak suka dengan pilihan umi ke? Kalai Sarah tak suka, kita boleh tolak pinangan ni"
" Eh, taklah umi. Mana yang baik bagi umi, maka baiklah bagi Sarah"
Dia pasrah. Dia redha dengan segala ketentuanNYA. Diserahkan seluruh jiwa dan raga hanya padaNYA. Dia yakin dengan segala ketentuaanNYA.
Asiyah tidak mengetahui siapakah bakal suaminya dan dia juga tidak berhasrat untuk mengetahuinya sehinggalah dia sudah bergelar isteri kepada pemuda itu nanti. Dia ingin menjaga hatinya. Dan dia juga belum berhasrat untuk mengkhabarkan tentang status dirinya itu pada sesiapa. Dia belum bersedia. Dirasakan dirinya agak kejam. Memberi harapan pada Mujahid dan akhirnya dia sendiri yang memusnahkan harapan tersebut.
' Maafkan ana, akhi Mujahid. Ana memerlukan seorang lelaki yang mampu membimbing ana dan yakin untuk hidup bersama ana bukan lelaki yang masih ragu-ragu dan tidak bersungguh untuk menjadi imam ana'
***************
Mujahid meraup wajahnya perlahan. Ada linangan air yang mengalir keluar dari tubir matanya. Hatinya pedih. Jiwanya merana. Namun cuba diubat melalui pertemuan denganNYA di hening pagi. Tetapi, dia hanya manusia biasa yang penuh dengan kelemahan. Yang punya hati dan perasaan.
Terasa gelap dunianya saat mendapat perkhabaran tentang pernikahan Nur Asiyah Maisarah. Dengan siapa? Dia sendiri kurang pasti. Tiada sebarang kad yang diberikan. Hanya disampaikan melaui perantaraan sahabat Asiyah, Mardhiyah.
" Akhi Mujahid, ada sesuatu yang ana perlu sampaikan. Sangat penting dan ana harap akhi akan menerimanya dengan hati yang terbuka. Asiah akan menikah dengan seorang pemuda pilihan keluarganya. Dia berhasrat untuk menunggumu tetapi dia kecewa kerana dia tidak melihat kesungguhanmu untuk menyuntingnya sebagai suri hidupmu. Maka, dia sudah menyerahkan urusan jodohnya kepada orang tuanya. Dan mereka sudah memilih seorang lelaki sebagai suaminya. Ana juga kurang pasti siapa tetapi mereka telah bertunang selama sebulan dan akan melangsungkan pernikahan pada minggu hadapan. Ana sendiri agak terkejut dengan berita ini namun inilah hakikatnya"
Setitis lagi air mata jatuh saat dia mengenang kembali kata-kata Mardhiyah. Dia benar-benar tidak menyangka inilah kesudahannya. Sebulan yang lepas, dia menerima sepucuk surat dari Asiah. Surat yang sangat ringkas.
" Assalamu'alaikum akhi Mujahid yang dirahmati ALLAH. Ana mohon maaf atas kehadiran surat ini. Namun ini sahaja cara terbaik yang ana mampu fikirkan. Akhi, ana sudah bersedia untuk disunting. Bersegeralah. Ana ingin menjaga hati ana dan hati akhi juga. Ana bimbang kita terlalai. Mohon akhi mengerti. Yang mengemis cintaNYA..Asiah Maisarah"
Mungkin saat surat itu ditulis, Asiyah sudah disunting oleh seseorang. Maka, dia menghantar surat tersebut kepadanya agar dia juga segera datang ke rumahnya. Tetapi, dia tidak dapat menangkap maksud di sebalik ayat-ayat di dalam surat tersebut. 'Bersegeralah'. Sama sekali dia tidak menyangka ianya sesegera ini.
" YA ALLAH, seandainya dia bukan jodohku KAU tenangkanlah hatiku dan lapangkanlah dadaku agar aku mampu menerima dugaanMU ini dengan tenang. Sesungguhnya aku sangat lemah. Bantulah aku.."
Mujahid berbaring di atas sejadah. Dia berharap sebaik sahaja dia terjaga pada saat subuh menjelma nanti, dia akan mampu menerima segalanya dengan tabah.
***************
" Asiyah, enti tekad dengan keputusan enti ni? Macam mana dengan Mujahid. Dan, enti juga. Enti mengimpikan Mujahid menjadi imammu kan?"
Asiyah menundukkan wajahnya mendengar kata-kata Mardhiyah. Memang benar Mujahidlah pemuda yang diimpikan untuk menjadi imamnya. Namun, dia hanya wanita yang lemah dan sedang berusaha untuk menjadi anak yang taat. Dia juga kecewa dengan sikap Mujahid yang tidak bersungguh dalam hal tersebut. Dia menunggu-nunggu kedatangan Mujahid ke rumahnya. Namun pemuda itu tidak kunjung tiba. Sangkaannya jika Mujahid datang ke rumahnya membawa risikan, ibu bapanya akan mepertimbangkan antara dua risikan yang diterima dan pendapatnya juga boleh diperdengarkan. Pasti dia akan memilih Mujahid. Tetapi pemuda itu hanya menyepi. Justeru bagaimana harus dia memilih seandainya dia memang tidak mempunyai pilihan?
" Ana sudah memberikannya peluang dan ternyata dia tidaklah seperti yang ana sangkakan. Ana tidak ingin mengecewakan kedua orang tua ana. Dhiya, enti sahabatku. Ana memerlukan sokonganmu"
Mardhiyah menarik sahabatnya itu ke dalam pelukannya. Dia tahu sahabatnya sedang bersedih. Tetapi sebagai seorang yang hidup dalam suasana tarbiyah, sahabatnya itu akur dengan perintah kedua orang tuanya. Dia tidak akan membantah sama sekali walau hatinya menanggung sengsara kerana redha ALLAH itu terletak pada redha ibu bapa.
" Sabarlah sahabatku. Ana yakin ada hikmah di sebalik semua ini. InsyaALLAH bakal suamimu ini lebih hebat dari Mujahid Al-Haq. Ikhlaslah keranaNYA.."
***************
Debaran di dada terasa menyesakkan. Keringat mula membasahi wajahnya walhal masjid itu dilengkapi dengan penghawa dingin dan masih berfungsi. Namun, Saifullah merasa seakan-akan sedang dibakar di dalam ketuhar. Mujahid tertawa kecil melihat sahabatnya itu yang resah dan gelisah sejak tadi. Hari ini, Saifullah akan menikah. Mereka sedang menanti kedatangan tok kadi untuk menyempurnakan upacara akad nikah. Selepas itu, barulah mereka akan bertolak ke rumah pengantin perempuan.
" Ya akhi, tenanglah. Sekejap lagi sampailah tok kadi tu. Bawa bersabar"
" Ana bukannya tak boleh bersabar tapi ana berdebar. Huh..tak pernah rasanya berdebar sehebat ini"
Saifullah mengesat peluh di dahi.
" Siapa bakal isterimu sahabatku?"
" Hihi..ana sendiri tak tahu siapa bakal isteri ana. Dia pilihan kedua orang tuaku dan insyaALLAH solehah. Itu yang paling penting"
Mujahid terkejut mendengar kata-kata Saifullah. Dia tidak menyangka sahabatnya itu tidak mengetahui dengan siapa dia bakal menikah.
Tiba-tiba mindanya melayang teringatkan Nur Asiyah Maisarah. Gadis pujaannya itu juga akan menikah dan dia tidak berhasrat untuk menghadirinya kerana dirinya masih belum mampu menerima hakikat bahawa gadis itu akan menjadi milik lelaki lain. Lagipun, dia juga tidak tahu bila dan di mana Asiyah menikah.
" Assalamua'laikum"
Serentak orang-orang yang berada di dalam masjid itu menjawab salam yang dihulurkan.
" Saiful, tu tok kadi dah sampai dengan bapa pengantin perempuan"
Saifullah mengemaskan duduknya. Dia langsung tidak memandang wajah tok kadi dan bakal bapa mertuanya itu. Dia sangat gemuruh. Tangannya menggigil.
' ALLAH~permudahkan urusanku....'
***************
" Alhamdulillah, semuanya dah selesai. Jadi, sekejap lagi kita akan berangkat ke rumah pengantin perempuan"
Saifullah kaget. Suara yang sedang berbicara sebentar tadi itu terasa sangat mesra di telinganya. Dia tahu itu bapa mertuanya tetapi suara itu seolah-olah sudah biasa di pendengarannya. Sejak dari tadi wajahnya ditundukkan. Bahkan semasa upacara akad nikah juga, dia masih tidak berani mengangkat wajahnya.
Saifullah memberanikan diri memandang ke hadapan. Diangkat sedikit wajahnya. Gemuruhnya telah hilang sebaik sahaja tangan tok kadi bersalaman dengannya tadi. Orang tersebut sedang membelakanginya.
" Nak, marilah. Kamu naik kereta ayah"
Saifullah terduduk serentak apabila bapa mertuanya itu berpaling dan berbicara dengannya. Dia terkejut. Mulutnya segera beristighfar.
" Hei, kenapa dengan enta ni? Dah habis akad nikah pun gemuruh lagi ke?"
Mujahid memegang bahu Saifullah yang sudah terduduk lesu. Dia memapahnya bangun. Saifullah memandang wajah ceria sahabatnya.
' Sahabatku, wajah ceriamu akan bertukar mendung sebaik sahaja kau mengetahui siapa yang kini telah sah menjadi isteriku. Maafkanku Mujahid. Aku benar-benar tidak tahu'
" Eh, jomlah. Tu bapa mertua enta sedang menunggu di dalam keretanya"
Saifullah bangun. Langkahnya lemah.
***************
Asiyah sedang berdebar menanti kedatangan suaminya. Tadi, bapanya menelefonnya dan memberitahu bahawa upacara akad nikah sudah selesai. Saat dia mendengar perkhabaran itu, hatinya yang selama ini diisi dengan nama Mujahid seakan kosong dan menunggu untuk diisi dengan cinta suaminya. Ini bererti dirinya kini berstatus seorang isteri. Dan dia berazam untuk menjadi isteri yang solehah untuk suaminya itu meskipun dia tidak tahu siapakah suaminya. Tetapi, dia yakin suaminya seorang yang baik dan soleh berdasarkan apa yang disampaikan oleh ibunya.
Bunyi deruman kereta mengejutkan Asiyah dan Mardiyah. Mardiyah segera bangkit dan menjenguk ke luar tingkap.
' Mujahid?'
" Asiah, enti jemput Mujahid ke mari?"
" Mujahid? Taklah, dia tidak tahu ana akan menikah hari ini. Dan kalau pun dia tahu ana akak menikah hari ini, tidak mungkin dia tahu di mana. Ini kan kampung orang tua ana"
" Tapi, ana yakin yang berada di bawah itu adalah Mujahid. Dia menaiki kereta bersama bapamu"
' Tak mungkin..'
Di laman rumah pula, Mujahid sedang memujuk Saifullah agar segera keluar daripada perut kereta tetapi Saifullah enggan. Dia hanya diam.
" Ya akhi, kenapa dengan enta ni? Kita dah sampai ke rumah isterimu. Takkan enta tak nak tengok wajah isteri sendiri kot? Enta malu? Jangan risau..ana akan menemanimu. Ana yakin isterimu pasti seorang gadis yang cantik dan solehah"
' Ya Mujahid. Isteriku itu memang seorang gadis yang sangat cantik dan solehah. Tapi, gadis itu jugalah yang kau impikan untuk menjadi isterimu'
" Jomlah.."
Akhirnya Saifullah bangun. Dia akur. Dia tahu, walau dia mengelak dengan pelbagai cara sekalipun, perkara itu sudah terjadi. Asiyah telah sah menjadi isterinya dan Mujahid harus menerima hakikat tersebut.
Rombongan itu bersama-sama naik ke atas rumah sambil berselawat. Mujahidlah yang paling bersemangat.
Sementara Asiyah pula sedang duduk bersimpuh dikelilingi ahli keluarganya. Mardiyah mengenggam tangannya cuba memberi kekuatan. Wajahnya tunduk.
" YA ALLAH..Asiyah, suamimu..dia.."
Asiyah memberanikan diri memandang suaminya yang sedang berdiri di hadapannya.
" Ss..ss..sai..saifullah?"
Saifullah tegak berdiri di hadapan Asiyah. Di belakangnya, Mujahid, juga sedang berdiri. Dan dia tahu, Mujahid sudah pun melihat Asiyah.
Dadanya terasa sebu. Hatinya tersayat. Jiwanya pedih. Mujahid memalingkan wajahnya daripada menatap Asiyah. Sungguh dia sangat terkejut apabila melihat gadis manis berpakaian pengantin itu adalah Asiyah. Ternyata, sahabatnya sendiri yang menikah dengan gadis yang didambakannya. Dia kecewa. Namun, dia cuba menenangkan hatinya. Dia tahu, Saifullah tidak berslah. Asiyah juga. Dia akan cuba untuk menerima hakikat tersebut.
" Nak Saifullah, duduklah. Kita akan adakan upacara membatalkan air sembahyang"
Kata-kata daripada bapa mertuanya itu tidak didengari. Saifullah benar-benar diselubungi rasa bersalah. Kakinya menggigil.Tiba-tiba, dia berlari keluar rumah dan Mujahid mengejarnya.
" Saifullah!!!"
***************
'' YA ALLAH!!! ''
Sebuah lori pasir tiba-tiba muncul. Pemandunya terkejut melihat seorang pemuda sedang berlari di atas jalan raya. Dia menekan brek sekuat hatinya. Namun..
Tubuh Saiful terpelanting dan kepalanya terhentak pada pembahagi jalan. Darah merah pekat berlumuran di kepala dan wajahnya. Saifullah menarik nafas. Perlahan. Matanya dapat menangkap kelibat Mujahid yang sedang berlari ke arahnya. Di belakang Mujahid, Asiyah isterinya mengekori dengan linangan air mata di wajahnya.
Mujahid memangku kepala sahabatnya yang sedang bertarung dengan maut itu. Sebak tidak mampu lagi ditahan apabila melihat Saifullah masih lagi mampu tersenyum dalam perjuangan maut itu.
" Saiful, bertahanlah. Ana mohon..''
Asiyah terduduk di sisi lelaki yang baru sahaja menjadi suaminya itu. Dalam hatinya timbul perasaan cinta yang mekar buat suaminya itu. Dia teresak-esak. Tangan Saifullah digenggam. Tiada kata-kata yang mampu diucapkan. Hanya mata yang bisa menyampaikan kata. Memohon agar suaminya itu tidak meninggalkannya.
Dalam kepayahannya bernafas, Saifullah tetap ingin meyampaikan amanatnya. Di sekelilingnya saudara-mara sudah mengerumuni. Mujahid ingin bangun dan memberi ruang pada keluarga Saifullah berada di sisinya namun dihalang Saifullah.
" Mmuu..mu..ja..hid ''
" Bertahanlah sahabatku.."
" Ana ingin meyampaikan amanat buatmu. Arrghh..berjanjilah padaku, kau akan menikahi Asiyah setelah kematianku. Dia milikmu. Jagalah dia untukku di dunia ini. Dia bidadariku di akhirat nanti. Berjanjilah.."
Mujahid mengangguk dalam juraian air mata. Tidak sanggup dia melihat sahabatnya itu terseksa.
" Aa..siyah"
Asiyah mendekatkan wajahnya pada Saifullah. Dahinya dikucup perlahan. Air matanya bagaikan air terjun yang deras. Dia mencium tangan suaminya. Syahdu.
" Isteriku..maafkanku kerana tidak dapat membahagiakanmu. Nikahilah Mujahid. Aku menunggumu di syurga, sayang. Ketahuilah, aku sangat mencintaimu"
" Aku juga sangat mencintaimu, suamiku"
Asiyah melepaskan genggaman lalu meluru ke arah ibunya. Dia tidak sanggup melihat suaminya itu terseksa sedemikian rupa. Jantungnya bagaikan disiat-siat. Sayu tidak tertahan.
" Mak..ayah..maafkan Angah. Angah tak dapat jadi anak yang baik lagi buat mak dan ayah. Halalkan makan minum Angah selama ni. Ampunkan dosa Angah. Angah dah nak pergi. Angah mohon ampun.."
Saifullah menarik nafas panjang. Mujahid membisikkan syahadah di telinganya. Bibirnya terkumat-kamit mengikut. Lancar. Hembusan terakhir dilepaskan diiringi dengan air mata perpisahan. Bunyi ambulans sayup-sayup kedengaran. Namun, yang pergi tidak akan kembali.
***************
" Abang nak namakan anak kita ni, Saifullah"
Asiyah tersenyum. Suaminya, Mujahid sedang duduk disisinya memangku anak mereka yang baru dilahirkan. Buah cinta pertama mereka.
" Abang, maafkan Asiyah kalau selama ni Asiyah tak jadi isteri yang baik untuk abang"
Suaranya lemah. Kudratnya diperah saat dia dalam proses melahirkan bayinya itu.
" Ish, kenapa cakap macam tu? Asiyah isteri terbaik di dunia"
Asiyah tersenyum.
" Abang..kalau Asiyah dah tak ada nanti, abang janji dengan Asiyah yang abang akan jaga Saifullah baik-baik. Abang akan jadikan dia pejuang Islam macam abang. Janji ya?"
" Sayang..kita akan sama-sama jadikan dia seorang pejuang Islam"
" InsyaALLAH bang. Abang.."
Asiyah mencapai tangan Mujahid lalu dikucup perlahan.
" Maafkan Asiyah selama Asiyah jadi isteri abang. Halalkan makan minum Asiyah selama ni. Asiyah cintakan abang"
Mujahid menatap sayu wajah isterinya itu. Ada ceria di mata itu. Tiba-tiba mata isterinya itu tertutup perlahan. Bibirnya pula perlahan membisikkan syahadah. Mujahid panik. Tangan isterinya digenggam erat. Nmun, dia tahu kini isterinya bukan lagi miliknya.
" Abang janji sayang. Abang akan jaga Saifullah. Abang mencintaimu. Pergilah menjadi bidadari Saifullah. Abang redha.."
Isterinya pergi untuk menjadi bidadari di syurga dan meninggalkan seorang zuriat bersamanya sebagai pengganti dirinya. Dan dia redha. Dia berjanji pada dirinya tidak akan menikah lagi. Cintanya tidak mampu dihulur pada gadis lain lagi.
Air mata yang mengalir disapu dengan hujung jari. Mujahid tersenyum pada doktor muda yang sedang duduk di hadapannya.
“ Isteri Encik Mujahid sebenarnya menghidap barah rahim yang agak serius tetapi kami lambat mengetahuinya. Ketika kandungannya berusia 8 bulan, dia dating berjumpa dengan kami dan saat itulah kami mengetahui tentang penyakitnya ini. Dan kami telah memberitahunya bahawa penyakitnya ini akan membawa maut kepada dirinya jika dia bertekad untuk melahirkan dan kami memberinya pilihan untuk menggugurkan kandungan. Tetapi, dia enggan dan memilih untuk tetap melahirkan bayinya. Maafkan kami..kami telah mencuba sedaya upaya untuk menyelamatkannya namun segalanya di tangan ALLAH’’
Mujahid diam. Kata-kata doktor itu seakan tidak didengari. Walau apa pun yang dikatakan, isterinya tetap telah pergi.
***************
Mujahid berteleku di sisi kubur isterinya yang tercinta. Dia menagis perlahan. Saifullah berada di dalam dukungannya. Diam seolah-olah turut memahami kesedihan yang dialami bapanya itu.
‘ Sayang, abang sangat mencintai dan merinduimu. Bersemadilah dengan aman. Abang redha dengan pemergianmu. Abang redha dengan segala perbuatanmu sepanjang kita hidup bersama. Syang isteri terbaik di dunia. Sayang isteri solehah. Jadilah bidadari yang jelita di syurga. Pergilah menemani Saifullah. Sayang kini adalah miliknya. Abang berjanji padamu, abang akan mendidik anak kita menjadi seorang pejuang Islam kerana dia adalah Saifullah, Pedang ALLAH’
Mujahid bangkit dan berlalu pergi bersama janji setianya terhadap Asiyah.
sipengemisiman.blogspot.com