Lima dasawarsa yang lalu
Aku, anak desa yang dungu serba tak tahu
Hanya ikut-ikutan melulu
Memekik “Merdeka! Hidup Tunkuu!” bertalu-talu.
Hingga tiba ketika aku berani bertanya
Ruh dan makna sepatah kata,
Meminta bukti nyata sebuah cerita
“Merdeka”.
Kutadah segala madah
Kuperah khazanah hikmah
Ketemukan daulat karamah insaniyah
Mulia perkasa dengan al-izzah.
Merdeka siapa Cuma mengenyah penjajah
Merdekaku meraih izzah
Deklarasi syahadah: La ilaaha illa Llah
Menyanggah berhala seribu wajah
Mengenyah segala bedebah penjajah,
Penjarah, penjenayah.
Kubongkar pendaman fakta
Kubuka kitab pusaka
Terserlah deretan nama
Wira merdeka bukan Tunku sahaja
Ramai yang mendahuluinya.
Mendadak aku bertanya
Sejarah bikinan siapa?
Merdekakah kita,
Julingkah mata sarjana
Apabila tidak bersuara
Tentang pahlawan tak dikenang
Wira tak didendang?
Lima dasawarsa lamanya
Banyak kata belum terkota
Banyak lagi rupa tak seindah berita.
Bagi generasi yang semakin tak mengerti
kata merdeka bak mantra yang hilang sakti
dan mereka semakin tak peduli.
Jiwa merdeka sirna ditelan pesta
Matilah rasa hilanglah peka
Betapapun gegak gempitanya
Pekikan Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Tetapi semerta terbelalak mata
Bila setan korupsi menggoda,
“Mau duit ka? Mau duit ka? Mau duit ka?
Gejala pesona yang kian menggila
Menginjak takwa menganjak jiwa
Merdekakah dengan tuhanan Yang Maha Esa
Menjadikan hamba kewangan yang “maha berkuasa”.
Pada Hari Merdeka yang ceria
Kusimpan tangis di sebalik tawa
Kupendam cemas di tengah pesta.
Akan terjualkah merdeka kita?
-Karya: Dato’ Dr. Siddiq Fadhil.
p/s: walaupun aku jenis yang tak minat sajak/puisi, namun aku mengerti isi bicara ini..