Saya, masih duduk di bangku SMU. WakTu itu tepatNya pada tahun 2006 ketika Sahabat saya mengaku bahwa dirinya adalah seorang GAY.tidak perNah terbersit daLam Otak Saya perihal Itu karna cara bergaulNya tidak berbeda dengaN CoWoK- CoWok Pada UmumNya,Sempat Meminta saya memBantuNya Menyatakan ciNta pada TeMan SMU saya.
KemudiaN saYa Curiga Ketika Dia Begitu MarahNya pada Saya Yang Asyik GoKiL2aN bercengkerama melalui telpon dengan Sahabat saya Se0rang BuLe aMerika yang sudah 16 tahun menetap di Indonesia yang Tak lain Tanpa sepengetahuan saya Adalah BosNya dan Juga adaLah KekasihNya.
aWaLnya Sok tapi akhirNya saya menerima keadaaNya tanpa menunjukkan beLas kasih karma saya Pikir itu Akan membuatNya Garang.dan kemudian membuat saya sampai detik ini masih belajar bagaimana MenghadapiNya seperti manusia normal pada umumNya dan terNyata Menurut mereka berdua saya berhasil,malah sempat ingin di perkenalkan pada komunitas mereka, bahkan mengajak ke pesta Gay yang selalu dia adaKan, tapi itu tidak perrnah terjadi karna jarak yang begitu jauh.padahal sebenarnyapun rasa penasaran untuk membuat saya mempelajari dan mengenal mereka lebih tidak hanya dari mendengar dan membaca buku2 tentang Gay dan semacamNya.
Homosekualitas pada pria telah ada sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa homoseksual yakni rasa tertarik secara perasaan dan atau secara erotik (seksual) terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan fisik, terdapat pada hampir semua bentuk budaya dan lapisan masyarakat. Reaksi masyarakat terhadap kaum homoseksual dari berbagai kurun waktu sejarahpun ternyata berlainan. Secara tradisional homoseks dipandang sebagai gangguan atau penyakit jiwa, dan ternyata asumsi tersebut masih tetap berkembang terus di masyarakat kit hingga saat ini. Padahal menurut hasil penelitian Green (1972) bahwa dari segi manapun ditinjau (genetika, antropologi, psikodinamikia, evolusi, neuroendokrinologi, sosio-edukatif) hasilnya adalah tidak valid untuk menyimpulkan bahwa homoseksual merupakan gangguan jiwa.
Dewasa ini berbagai kalangan memang mulai menyadari bahwa homoseks tidak dapat dikategorikan sebagai gangguan jiwa dan atau deviasi sosial. Homoseks telah dapat dipahami sebagai manifestasi seksualitas manusia yang pada dasarnya adalah suatu kontinum dengan pelbagai gradasi kelabu. Kontinum seksualitas manusia menurut Kinsey dibagi 7 gradasi, mulai dari angka 0 sampai dengan angka 6. Gradasi (0) Heteroseksual eksklusif (semata-mata/tulen); Gradasi (1) Heterosek lebih menonjol, homoseks hanya kadang-kadang atau gradasinya sedikit saja; Gradasi (2) Heteroseks lebih menonjol dan homoseks lebih sering; Gradasi (3) Heteroseks dan homoseks gradasinya sama; Gradasi (4) Homoseks lebih menonjol, heteroseks lebih sering; Gradasi (5) Homoseks lebih menonjol dan heteroseks hanya kadang-kadang; Gradasi (6) Homoseksual eksklusif (semata-mata/tulen).
dalam pembangunan bangsa dan negara, berperan dalam pengembangan sumber daya manusia bila keberadaan mereka tetap tidak punya tempat di hati masyarakat? Mungkin sangat sedikit di antara kita yang berkenan untuk memikirkan hal tersebut. Sebab kita cenderung takut dianggap bagian dari komunitas kaum gay, jika kita peduli pada permasalahan mereka. Akhirnya masyarakat kita tidak punya kepedulian terhadap persoalan yang dihadapi mereka dan senantiasa menganggap bahwa kaum gay tidak pantas diperhitungkan dalam Bila diteliti penyebab homoseks, baik dari segi biologik hormonal, perkembangan psikodinamik maupun pengaruh sosial memberi hasil yang beraneka ragam. Perbedaan hasil kajian ini menyebabkan pandangan masyarakat terhadap kaum homoseks masih tetap kontroversi. Kontrovensi pendapat inilah memicu perlakuan masyarakat yang kurang wajar terhadap kaum homoseks. Mereka dianggap sebagai kelompok yang tidak punya malu, tidak berbudaya dan menjadi patologi sosial. Seolah mereka lahir di luar lingkungan manusia dan tumbuh karena kutukan Tuhan yang akhirnya berkembang menjadi sampah busuk di tengah masyarakat. Dapat kita bayangkan jika seorang pria homoseks yang lebih keren disebut 'gay' akan sangat tertekan secara psikologis jika senantiasa harkat dan martabatnya dilecehkan oleh masyarakat. Lantas bagaimana mereka (gay) akan mampu berkarya dan berpartisipasi kehidupan bermasyarakat.
Homoseksual memang bukan keberuntungan, akan tetapi bukan pula sesuatu yang memalukan, sebab bukan tindak kejahatan, bukan degradasi dan tidak dapat diklasifikasikan sebagai penyakit kejiwaan. Tetapi apakah semua orang akan mau peduli dan menghargai keberadaan mereka? Rasanya mustahil, sebab jangkauan untuk menghargai dan memahami perasaan mereka, bersimpati atas prestasi kerja mereka,. Hal keluarga sendiri sudah tidak mau menerima keberadaan seorang gay, maka besar kemungkinan anggota masyarakat akan lebih tidak menerima dan menghargainyamengherankan jika banyak di antara kaum gay yang melakukan upaya percobaan bunih diri sebagai jalan pintas mengakhiri tekanan memperbanyak jumlah komunitas sebagai wujud perasaan terisolir dari lingkungan ini tentu sangat menyakitkan bagi seorang gay, sehingga tidak untuk ngobrolpun barangkali kita tidak berkenan. Bahkan ibu kandung sendiri yang bertarung antara hidup dan mati di saat akan melahirkannya, tidak sudi lagi mengakuinya sebagai anak. Alasan malu dan memalukan, aib bagi keluarga, menjadikan keluarga atau orang tua tega untuk mengusirnya dari rumah. Padahal tidak seorangpun di antara kaum gay yang minta untuk dilahirkan ke dunia ini. Apabila anggota batin dan timbunan emosi yang terakumulasi. Mengkonsumsi narkoba untuk menghilangkan luka lara walau sifatnya hanya sementara. Bahkan tidak tertutup kemungkinan ada yang nekad mencari dan berupaya menjerumuskan orang lain untuk masyarakat.
Sebenarnya kita juga sulit bahkan teramat sulit untuk menyalahkan masyarakat yang tidak berkenan menerima keberadaan kaum gay, sebab masyarakat memiliki sistem nilai yang harus dijalankan sesuai peran dan fungsi anggotanya. Kita memiliki sex role (peran jenis), peran sosial dan berbagai peran lain yang diharapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak mengherankan kalau kalangan profesionalpun (psikolog, psikiater) yang telah banyak mempelajari tentang prilaku manusia dan kelainan kejiwaan manusia serta faktor diterminannya, masih banyak yang sulit menerima nyaman bila klien yang ternyata seorang gay, tidak datang lagi pada konseling lanjutan keberadaan kaum gay secara murni. Artinya mereka bisa menerima keberadaan kaum gay hanya karena tuntutan profesi semata. Namun secara jujur dari lubuk hati yang paling dalam, ia sulit untuk menerima dan menghargai eksistensi kaum gay. Ia akan merasa. Bila berada di tempat umum misalnya, mereka juga akan menghindar agar jangan sampai bertemu dengan si gay yang menjadi kliennya, sebab sebagai profesional ia tidak ingin nama baiknya tercemar hanya karena bertegur sapa dengan seorang gay.
Menghargai dan mengakui keberadaan kaum gay, juga dipersulit penggolongan jenis kelamin manusia yang sifatnya dikotomis, yakni pria dan wanita. Status pria-wanita sekaligus belum dapat diakui, apalagi harus dicantumkan sebagai identitas pada kartu pengenal. Akhirnya upaya melegitimasi keberadaan kaum gay masih jauh dari angan, sekalipun akhir-akhir ini perkawinan kaum gay telah dapat disahkan oleh dewan gereja tertentu, khususnya di negara Barat. Tetapi tindakan ini masih sangat ditentang banyak kalangan, terutama yang tidak satu paham atau berbeda aliran. Padahal legalisasi ini barangkali ditujukan sebagai upaya menghargai eksistensi mereka sebagai manusia yang butuh penghargaan. Mereka butuh dukungan dari masyarakat, sehingga tidak perlu menyembunyikan kedukaan di balik senyuman dan menyelimuti konflik batin dengan berupaya berpenampilan macho yang akhirnya terkesan munafik.
Perlu disadari bahwa kaum homoseks pria tidak minta dilebihkan atau diperlakukan secara istimewa, namun mereka juga tidak ingin dianggap sebagai sampah masyarakat, sebab mereka toh dapat berdaya guna dan menghasilkan suatu karya spektakuler yang dapat dinikmati umat manusia dan demi alasan kemanusiaan. Kita tidak bisa pungkiri Elton John si penyanyi kondang itu misalnya, mampu menghibur masyarakat dunia lewat lahu-lagunya. Barangkali ia sendiri belum tentu dapat terhibur dengan lagu yang dinyanyikannya, sebab keberadaannya sebagai seorang gay sangat dicemooh banyak anggota masyarakat. Bahkan banyak penggemarnya yang berubah menjadi sangat antipati setelah ia memproklamirkan dirinya sebagai seorang gay. Beruntung ia seorang artis penyanyi yang populer, sehingga banyak kalangan menganggap pola hidupnya adalah trend perilaku di kalangan selebritis. Orang tidak begitu mau peduli mengapa ia menjadi seorang gay. Apakah pengalaman masa lalunya yang suram ataukah adanya kelainan hormonal. Kalangan ilmuanpun kelihatannya tidak berupaya untuk mengetahui gradasi homoseksualitas dirinya. Semua beranggapan bahwa homoseksualitas adalah trend perilaku orang tenar yang memiliki banyak uang dan sudah lazim terjadi di kalangan artis. Benarkah demikian? Lantas bagaimana dengan artis yang kurang beruntung lainnya, atau orang desa yang bekerja sebagai buruh tani dan terlilit hutang dengan rentenir. Maukah kita mengatakannya sebagai trend perilaku? Boro-boro menyebutnya sebagai trend perilaku, untuk sekedar bertegur sapapun barangkali sudah kita najiskan. Ini mengindikasikan bahwa memang perbedaan status sosial ekonomi di masyarakat sangat mempengaruhi pandangan dan perlakuan terhadap kaum gay. Bila kalangan elite, kita sebut sebagai trend perilaku. Namun bila ia seorang yang miskin, dianggap sebagai kelainan jiwa atau kegilaan moralitas, tidak punya harga diri.
Bagaimana menumbuhkan kesadaran dirinya agar mampu berkreasi atau melakukan perubahan yang progresif jadi luput dari pemikiran kita. Padahal untuk mencapai suatu keberhasilan, kaum gay sangat butuh dukungan dari lingkungan masyarakat. Jadi kalaupun mereka mengadakan kegiatan yang gebyar seperti lomba nyanyi, olahraga atau berbagai kegiatan lainnya, tidak perlu didemo sebagai gerakan reformasi untuk menuntut penghapusan keberadaan kaum gay dari muka bumi ini. Mereka adalah manusia yang butuh pengembangan diri dan mereka memiliki kebutuhan primer biologis sampai dengan kebutuhan aktualisasi potensi diri, yang kesemuanya butuh penyaluran dan penyeimbangan. Kalau kita tidak bisa membantu meringankan beban mereka, maka selayaknya kita tidak menambah penderitaannya. Sebab kalau kita mau jujur dalam hidup ini, kita pasti mengakui bahwa tidak seorangpun di dunia ini yang tidak punya kelemahan dan kelebihan, termasuk kaum gay.
Upaya apapun yang kita lakukan untuk membumihanguskan kaum gay rasanya akan tetap sia-sia. Bukan berarti kita bersikap pesimis dan terlalu sekuler dalam menerjemahkan pemahaman tentang keberadaan kaum gay. Tetapi ini realita yang perlu kita pikirkan bersama jalan keluarnya. Mereka akan senantiasa ada dalam kehidupan bermasyarakat, berkembang dan bertambah jumlahnya sekalipun mereka tidak bisa melahirkan seorang anak. Oleh karena itu rasanya sangat wajar kalau semua lapisan masyarakat bersedia menghargai dan mengakui mereka sebagai bagian dari masyarakat, serta secara berdampingan meraih sukses dalam kehidupan. Kesediaan kita untuk mengakui eksistensi kaum gay, menerima keberadaan mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya, serta kesediaan kita memberi dukungan yang mereka butuhkan dalam kehidupan ini secara wajar, merupakan perwujudan sikap agung manusia berbudaya. Semoga kita bersedia melakukannya.
Selengkapnya...
Minggu, 30 Mei 2010
" BerSiKap WaJaRLaH BiLa SaHaBaT DaN OranG TerDekatMu adaLah Se0raNg GaY "
Jumat, 28 Mei 2010
PMII LOTIM SoRoT KinerJa PemDa
Aksi unjuk rasa massa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Lomobok Timur (Lotim) di perempatan Kantor Perusahan Listrik Negara (PLN) Lotim dan Kantor Catatan Sipil Lotim berakhir ricuh dengan korban dua orang mahasiswa dirumahsakitkan, Selasa (25/05).
Aksi yang dilakukan oleh massa dari PMII cabang Lotim yang diakhiri bentrok dengan aparat kepolisian Polres Lombok Timur tersebut dilakukan dalam rangka memprotes kinerja PLN dan ditemukannya praktik pencaloan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KK) dan Kartu Keluarga (KK) di Kantor Catatan Sipil Lotim yang dianggap meresahkan warga Lotim karena biayanya dapat membengkak menjadi 100 ribu rupiah. “Biaya pembuatan KTP yang dijanjikan oleh Bupati Lotim 15 ribu rupiah tapi kenyataannya bisa membengkak menjadi 100 ribu rupiah” demikian orasi yang disampaikan oleh salah satu aktivis PMII tersebut. Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Abdul Munir yang menemui massa menyatakan bahwa praktik percaloan juga sebenarnya tidak diinginkan oleh pihaknya, namun ada tidaknya praktik tersebut sebenarnya tergantung terhadap masyarakat sendiri. “Mungkin ada masyarakat yang sibuk sehingga tidak sempat mengurus sendiri dan harus menggunakan jasa calo” ujarnya. Selain itu, beliau juga menegaskan bahwa Pemkab telah berencana untuk menggratiskan pembuatan KTP dan hal tersebut telah disetujui oleh DPRD Lotim. “Yang sekarang kita tunggu adalah penyelesaian penyusunan Peraturan Daerahnya” tegasnya lagi.
Setelah merasa puas berorasi di depan Kantor Catatan Sipil Lotim, massa melanjutkan melakukan orasi di depan kantor PLN yang hanya berjarak beberapa meter di depan kantor Catatan Sipil tersebut. Mereka menuntut perbaikan kinerja PLN yang selama ini dianggap tidak manusiawi karena seringnya terjadi pemadaman listrik tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Aksi dorong-mendorong antara aparat kepolisian dengan pengunjuk rasa pun tidak dapat dihindari ketika massa memaksa untuk masuk melewati gerbang kantor cabang PLN dan berujung dengan tindakan represif aparat kepolisian untuk menertibkan jalannya aksi itu. Ketegangan berlanjut dengan saling kejar dan saling pukul antara mahasiswa dengan aparat kepolisian yang menyebabkan tiga mahasiswa terluka yang dua diantaranya harus dirumahsakitkan yakni Yani Arista, mahasiswi STKIP semester IV, dengan patah pergelangan tangan dan Arisman, Mahasiswa IAIH Tarbiyah semester IV, dengan sesak nafas akibat benturan keras di perut yang diduga karena tendangan salah satu aparat. Sementara itu, Slamet Hasan Mashat, mahasiswa IAIN Pancor semester IV, luka disekitar wajah akibat dipukul dan diamankan oleh petugas bersama kedua rekannya yakni Jusriadi, korlap aksi tersebut, dan Ada Suci Makbullah, ketua umum PMII Cabang Lotim. Selain itu, aparat juga menyita dua bendera yang diduga digunakan oleh pengunjuk rasa untuk melukai aparat kepolisian saat terjadi bentrok.
Ketiga mahasiswa yang ditahan akhirnya dibebaskan,setelah di lakukan mediasi oleh dewan Tanfiziah PCNU Lotim Drs H. Imron Fauzi MM begitupun dengan bendera yang disita akhirnya dikembalikan, karena adanya ancama dari pihak pengunjuk rasa yang menyatakan tidak akan bubar selama ketiga rekan mereka tidak dilepaskan dan bendera yang disita tidak dikembalikan. Akibat dari kejadian itu, pihak PMII Cabang Lotim melakukan orasi pada sore hari dan malam hari untuk kembali menyampaikan aspirasi mereka agar didengar oleh masyarakat sekitar Selong. Selain itu, terkait bentrok dengan aparat kepolisian, PMII Cabang Lotim menyatakan akan membawa kasus ini ke pengadilan. “Kawan-kawan sepakat untuk membawa masalah ini ke pengadilan. Kita tunggu saja tanggal mainnya” jelas Ada Suci Makbullah yang akrab dipanggil Uci, Ketua PMII Cabang Lotim ketika dimintai konfirmasinya.
Selengkapnya...