Perjalanan Ramadhan tahun ini berbeda dari tahun – tahun sebelumnya.
Negeri tercinta ini mengalami proses pesta demokrasi Pilpres. Dua kandidat
mempunyai kekuatan yang seimbang, sehingga keadaan menjadi memanas. Orang -
orang dari berbagai profesi menjadi politikus dadakan. Menjadi politikus di
media sosial lebih tepatnya. Banyak website relawan atau pendukung Capres
bermunculan. Bahkan media komersial pun kini berpihak. Berbagai tautan kampanye
diunggah di halaman media sosial. Pokoknya tautan yang menyudutkan lawan
langsung saja diunggah tanpa dicerna informasinya. Facebook adalah media yang
paling ramai dengan adanya fenomena itu. Fasilitas berbagi tautan menjadi paling favourit karena bisa menyebarkan
berita.
Saya kira setelah tanggal 9 Juli 2014 media sosial akan
menjadi normal. Tetapi dugaan saya salah, ternyata keadaan semakin runyam. Perdebatan
malah lebih mengerikan. Pertemanan mungkin saja menjadi pudar akibat dari itu. Saya
menyimpulkan setelah tanggal 22 Juli 2014 belum tentu keadaan menjadi normal. Ada saja yang menjadi penyulut perpecahan. Semoga
kesimpulan saya tidak benar.
Bukan hanya itu saja, bahkan ulama pun menjadi sasaran. Layaknya
Tuhan, banyak pengguna facebook mengkafirkan dan mensyiahkan orang tanpa
tabayyun dahulu. Berbeda pendapat itu boleh tapi bukan menghakimi. Pembela sang
ulama pun gak kalah culas dengan ikut – ikutan menghujat tanpa menggunakan
ilmu. Fitnah menjadi bertebaran dimana – mana. Akhirnya terjadi debat kusir yang
bisa menghancurkan ukhuwah kita.
Setiap manusia itu mempunyai sudut pandang yang berbeda.
Jadi kita juga tak bisa membandingkan antara satu dengan lainnya. Seperti
Rasulullah mengijinkan Abu Bakar As Sidiq menginfakkan semua hartanya,
sedangkan Rasulullah tidak mengijinkan Zaid Ibn Abi Waqqash melakukan seperti
Abu Bakar, akan tetapi hanya diperbolehkan menginfakkan sepertiga hartanya
saja. Rasulullah mengetahui kemampuan sahabatnya sehingga tidak memaksakan
kehendak dengan memperlakukan sama.
Saya mungkin berbeda dengan teman – teman yang bisa
menanggapi santai terhadap link – link yang tidak sependapat dengannya. Saya
termasuk orang yang mudah tersulut emosi. Saya tidak terima ada akun yang menjelekkan orang
yang membantu Gaza. Waktu yang harusnya saya gunakan untuk memadu kasih dengan
Sang Pencipta, habis saya gunakan untuk
berdebat. Parahnya lagi, saat sholat, saya masih saja berpikir untuk menemukan
jawaban debat. Apalagi menggunakan ayat suci untuk memenangkan debat, bukan
untuk mengingatkan saudaranya. Astagfirullah.
Wahai akhi wahai ukhti, kalian tetaplah saudaraku walaupun
kita berbeda. Maafkan saya yang mungkin saja telah menyakiti kalian, dan
tentunya saya juga memaafkan kalian biar tidak ada beban di hati ini. Sangat
disayangkan kalau di bulan Ramadhan ini hati kita menjadi kotor. Di sepuluh
malam terakhir ini lebih baik dimanfaatkan untuk ibadah dan mengejar Lailatul
Qodar. Di sepuluh malam terakhir saya akan libur membuka facebook agar hati ini
tidak terkotori dengan fitnah – fitnah yang bertebaran di media sosial ini.
Siapapun presidennya semoga bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Sampai
jumpa setelah lebaran. Mohon maaf lahir dan batin.
Sudah 6 bulan kita bersama dalam ikatan suci. Selama itu pula kita
hidup bersama dalam suka maupun duka. Semula tak saling mengenal dan
sekarang semakin saling memahami di antara kita. Maafkan aku istriku,
yang selalu menuntutmu untuk sempurna. Padahal tak ada di dunia ini yang
sempurna selain Allah SWT.
Di luar sana, banyak lelaki yang lebih baik akhlaknya, lebih kaya
hartanya, lebih cerdas pikirannya, lebih rajin ibadahnya, lebih rupawan
wajahnya apabila dibandingkan dengan aku. Mungkin di antara mereka ada
yang ingin meminangmu. Tapi apa yang terjadi, kamu telah memilih aku
dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada di dalam diriku.
Terima kasih istriku, engkau telah selalu membangunkanku dari tidur
nyenyakku untuk menjalankan ibadah Qiyyamul Lail, kemudian dilanjutkan
dengan Sholat Subuh berjamaah di Masjid. Mengingatkan untuk selalu
membaca Al Qur’an seusai Sholat Subuh. Menyiapkan baju kerja sambil
menata leher kemejaku. Memasukkan peralatan kerja yang berserakan ke
dalam tasku dengan rapinya. Tak lupa mengingatkan untuk Sholat Dhuha
sebelum berangkat kerja. Seusai Sholat Dhuha makanan sudah disiapkan di
meja agar suaminya tidak kelaparan. Melepaskan kepergian suaminya dengan
mengantarkan suaminya ke pintu depan sambil senyum mengembang.
Terima kasih istriku, engkau menyatakan kesanggupan untuk mengandung
putra dan putriku kelak. Akupun mungkin tak mampu menggantikan
kedudukanmu. Sungguh engkau sangat mulia di sisi Allah. Aku tak pernah
tahu betapa beratnya mengandung. Dengan berbagai keluhan rasa sakit yang
mungkin tidak akan dirasakan oleh lelaki manapun di dunia ini. Di
tengah – tengah rasa sakitmu selalu engkau lantunkan ayat – ayat suci Al
Qur’an agar kelak anak kita menjadi pecinta dan penghapal Al Qur’an.
Di tengah – tengah kesakitanmu, engkau masih sanggup untuk bangun
lebih awal menjalankan ibadah Qiyyamul Lail. Berdzikir dengan tenangnya
dan mendoakan orang - orang yang engkau sayangi agar terbebas dari
ancaman neraka. Tak pernah jenuh berjam – jam membaca Al Qur’an dan
selalu menyempatkan untuk menghapal ayat suci itu. Juga masih memikirkan
belajar ilmu duniawi dalam perkuliahanmu. Keperluan suamimu juga tak
pernah ketinggalan engkau siapkan.
Selamat ulang tahun istriku yang tercinta, semoga Allah semakin
menyayangimu dengan seiring bertambah umurmu. Semoga kehidupan keluarga
kita sakinah, mawwadah dan warrahmah. Aku hanya bisa menuliskan surat
cinta ini kepadamu. Aku publikasikan agar menginspirasi para suami, agar
mereka tahu, bahwa betapa beratnya menjadi seorang istri. Agar lelaki
di dunia ini tidak menyia – nyiakan istrinya. Bawalah istrimu ke jalan
menuju Bahtera Surga.
By Arif Pemenang
Tidak hanya pengusaha saja yang memakai otak kanan. Menikah
pun juga perlu menggunakan otak kanan. Saya bukan termasuk yang tidak punya
kenalan cewek. Pergaulan saya juga sangat luas. Saya juga bukanlah orang alim
dan ahli Al Qur’an. Ilmu saya tentang agama sangatlah minim. Tapi satu hal,
untuk menikah saya memilih untuk tidak pacaran. Saya memutuskan menikah melalui
proses yang diridhai oleh Allah.
Saya serahkan urusan masa depan kepada Allah. Allah yang
membuat semua kehidupan ini. Saya tidak peduli dengan trend yang ada sekarang
ini. Eits, menikah tanpa pacaran justru memerlukan perjuangan yang sangat panjang
lo. Ujiannya juga begitu besar. Saya akan menceritakan pengalaman saya tentang
proses menikah.
September 2012 saya menulis proposal curriculum vitae
tentang diri saya dan kemudian saya serahkan kepada ustadz saya. Tidak banyak
yang saya pikirkan pada saat itu. Saya pun belum member tahu kedua orang tua,
apa yang saya lakukan pada saat itu. Cukup
lama saya tidak mendapatkan respon tentang proposal itu dari ustadz. Saya juga
merasa tidak enak untuk menanyakan mengenai tindak lanjut proposal itu. Semua
berjalan apa adanya. Bisnis saya saat itu juga lagi bagus – bagusnya.
Alhamdulillah.
Januari 2013 ustadz saya memberikan sebuah amplop sepulang ngaji
di kantor saya. Dengan basmallah saya buka amplop tersebut dan ternyata isinya
adalah proposal seorang akhwat (perempuan). Formatnya seperti yang saya buat. Setelah
saya buka, pertama kali yang saya lihat adalah ibadahnya (terbukti setelah saya
menikah). Saat beliau suci, tidak pernah meninggalkan kewajiban sebagai hamba
Allah. Bahkan, sunnah seperti sholat tahajud, dhuha dan puasa senin kamis tidak
pernah ditinggalkan sejak SMP. Lanjut saya lihat pendidikan terakhir adalah
profesi apoteker di ubaya dan lagi menjalani perkuliahan S2 farmasi. Kemudian
saya lihat lainnya seperti keluarga yang religius dan berbagai aspek yang
lainnya.
Beberapa hari setelah saya menerima proposal itu, ustadz
menelepon “apakah saya mau meneruskan proses ta’aruf (perkenalan)?”. Setelah
saya sholat istikharah untuk memantapkan hati saya, saya bilang lanjut.
Alhamdulillah akhwat juga bersedia untuk tahap ta’aruf. Tahap ta’aruf dilakukan
pada hari minggu pada bulan februari 2013 pada pukul 06.00. Ta’aruf dihadiri
oleh 4 orang yang terdiri dari saya, sang akhwat, ustadz saya dan ustadzah sang
akhwat. Sang akhwat tersebut bernama Riris Rachmawati. Saya yang biasa cerewet
terasa mati kutu saat dicecar pertanyaan oleh sang akhwat. Seperti layaknya ujian, saya diminta untuk
membaca Al Qur’an. Sebagai tolak ukur apakah saya bisa membaca Al Qur’an atau
tidak. Ta’aruf berjalan selama 1 jam.
Saat menjelang pulang, ustadz membisik saya dengan
menanyakan apakah lanjut ke tahap berikutnya, yaitu menemui orang tua sang
akhwat. Tanpa berpikir panjang saya bilang lanjut. Alhamdulillah satu bulan
berikutnya saya mendapat jawaban yang sama dengan sang akhwat. Pada bulan Maret
2013 saya diminta untuk datang ke rumah sang akhwat sendirian, tanpa ditemani
seorangpun. Saya berusaha untuk menjadi lelaki yang sebenarnya. Bukan memacari
anak orang, tetapi langsung meminta anak orang untuk dinikahi. Pagi hari saya menuju ke rumah sang akhwat. Di tengah jalan
ternyata mobil saya mengalami cobaan ban kempes.
Susah payah akhirnya sampailah saya di rumah sang akhwat.
Alhamdulillah keluarga akhwat menerima dengan tangan terbuka. Ayahnya
membentenginya dengan tak akan pernah mengijinkan putrinya untuk pacaran.
Beliau juga bilang syarat utama agar bisa menikahi putri kesayangannya adalah
takut kepada Allah. Saya kaget, karena hanya itu syaratnya. Saya pikir mereka
akan menanyakan hal tentang pekerjaan, gaji, asset yang dipunyai dan lainnya. Ternyata
dugaan saya meleset. Sesuatu yang sederhana tapi sangat berat dilakukan. Takut
kepada Allah itu berarti sangat luas. Berarti ada yang perlu diubah dalam diri
saya dalam hal ibadah.
April 2013 saya memutuskan untuk silaturahmi bersama
keluarga besar. Begitu menjelang acara silaturahmi, saya memberanikan diri
untuk meminta restu kepada orang tua saya. Masih ada rasa kegetiran, karena
usia saya masih 23 tahun. Mungkin masih belum dianggap matang oleh orang tua.
Proses pernikahan juga tak seperti dilakukan di desa saya. Saya menceritakan tentang
proses menikah islami seperti film Ketika Cinta Bertasbih yang pernah ditonton
ibu. Untunglah beliau berdua menyetujui langkah yang saya lakukan. Saya bilang
kepada orang yang sangat saya cintai tersebut, bahwa saya mempunyai tekad untuk
menikah karena ingin menyempurnakan agama saya dihadapan Allah.
Siapa sangka, bahwa proses yang saya lakukan mendapat
cibiran dari keluarga besar yang memang dasarnya kejawen. Saya juga dicecar
berbagai pertanyaan tentang weton sang akhwat. Pilihan hari untuk silaturahmi
juga hari geblakan (meninggalnya sesepuh). Jadi banyak pakde – pakde yang tidak
mau hadir ke acara silaturahmi karena secara weton jelek untuk bepergian jauh.
Namun, kami tetap berangkat dengan jumlah keluarga seadanya.
Saya sepakat dengan bapak, bahwa tidak hanya silaturahmi
yang dilakukan, tetapi langsung lamaran. Mengingat jarak yang ditempuh cukup
jauh. Saya komunikasikan kepada sang akhwat melalui SMS. Alhamdulillah acara
lamaran berjalan dengan lancar. Banyak cobaan yang saya alami pada bulan –
bulan ini. Bisnis saya mengalami kerugian yang sangat banyak, tak pernah
terpikirkan sebelumnya. Banyak project yang berhenti. Subhanallah betapa berat cobaan
yang saya alami pada saat itu. Mulai hadir kebimbangan – kebimbangan
menyelimuti hati saya.
Pada bulan mei 2013, saya mendapat sms dari akhwat untuk
mengembalikan lamaran ke rumah. Menjelang keberangkatan saya ke Belanda untuk
belajar. Akhirnya kesepakatan, acara pengembalian lamaran dilakukan pada awal
juni 2013, sepulang saya dari negeri Belanda. Telah diputuskan akad nikah
dilakukan bulan Januari 2014. Banyak pertimbangan mengapa jarak antara lamaran
dan akad begitu lama waktunya. Allah mempunyai rencana yang begitu dahsyat,
seandainya saya menikah setelah Ramadhan, mungkin saya tidak punya apa – apa saat
itu. Alhamdulillah 3 bulan menjelang menikah, rejeki saya kembali mengalir.
Ibarat kran air yang usai diperbaiki.
Banyak yang menyangka proses yang saya lakukan sia – sia
karena pasti banyak interaksi antara saya dan sang akhwat. Sama aja dong sama
pacaran atau tunangan. Bagaimana saya interaksi kalau telpon saja saya tidak
boleh. SMS aja diharuskan tentang persiapan menikah, bukan yang lain. Apalagi
yang sifatnya berkhalwat. Alhamdulillah semua itu berhasil kami lalui hingga saya
mengucapkan qobiltu.
Orang – orang kampung membicarakan kami, model pernikahan
macam apa itu. Sudah lamaran, tapi saat lebaran gak dibawa pulang kampung. Calon
istri saya tidak pernah mau diajak salaman dengan orang yang bukan muhrimnya. Saat
akad saja, saya tidak didampingi oleh sang akhwat. Setelah saya mengucapkan
qobiltu, baru saya boleh menemui sang akhwat. Kami tetap pacaran, tapi pacaran
setelah menikah. Kami berkenalan lagi usai akad nikah. Layaknya remaja yang
dirundung asmara, tetapi dihiasi dengan ikatan yang suci. Banyak sesuatu yang
dilarang menjadi sunnah setelah selesai akad nikah.
Mungkin diantara kawan banyak yang terlalu memilih calon
pendamping hidupnya. Kecantikan, agama, kekayaan, pendidikan, pergaulan dan
lainnya harus perfect. Sehingga tak banyak juga yang gak dapet – dapet. Kalau
boleh saya sarankan, ketika ada seorang akhwat pilihlah satu saja di dalam
dirinya yang disukai. Dulu pertimbangan
saya adalah agama yang utama. Untuk harta bisa dicari bersama. Untuk kecantikan, saya yakin setiap wanita
mempunyai pesona sendiri. Untuk menentukan pendidikan, saya berpikir yang
penting akhlaknya. Keluarganya, yang penting bukan broken home. Alhamdulillah
saya mendapat bonus selain agamanya yang kuat. Istri saya juga berasal dari keluarga terhormat, punya
kecantikan yang membuat saya terpesona, pendidikan jauh lebih tinggi dari saya,
dan mempunyai ekonomi yang lebih dari cukup. Kalau dulu saya memikirkan
kelemahan saja, mungkin saat ini saya belum menikah. Alhamdulillah Allah
memberikan jalan yang terbaik. Artikel ini bukan bermaksud untuk menggurui dan
pamer. Insya Allah saya berniat untuk menginspirasi teman – teman, bahwa
menikah karena dengan cara islami itu terasa sangat nikmat.
Hari ini adalah hari terakhir saya berwisata di Belanda.
Hari ini pula saya check out dari hotel Grand Kruller. Artinya saya harus
berpisah dengan penjaga hotel yang melayani kebutuhan kami. Keramahan yang
sangat original. Tujuan kunjungan hari ini adalah kota Den Haag. Banyak orang
Indonesia di kota itu. Kedutaan besar juga di Den Haag. Ada sebuah festival
tahunan yang bernama Tong tong fair. Sebuah pameran produk yang berasal dari
negara Eurasia (Eropa dan Asia).
Dua jam perjalanan telah kami lakukan. Sampailah kami pada
perbatasan kota Den Haag. Kota ini sangat berbeda dengan Amsterdam. Den Haag
adalah kota yang mayoritas adalah bangunan Modern yang penuh dengan gemerlap.
Berbeda dengan Amsterdam yang penuh dengan bangunan kastil kuno. Banyak
bangunan tinggi di kota Den Haag.
Kami mampir pada sebuah gedung yang mempunyai parkiran yang
begitu luas. Ternyata benar, memang tempat ini adalah digunakan parkir mobil
pekerja dan mereka berjalan menuju ke kantornya. Beberapa ada yang kantornya
jadi satu sama gedung dan banyak pula yang disitu sekedar menitipkan mobilnya.
Setelah itu mereka berjalan ke kantor masing – masing. Di Belanda emang banyak
kebiasaan jalan kaki. Keluarlah kami dari gedung parkir itu. Udara hari ini
memang sangat dingin. Kami berjalan menuju kantornya PUM. Sebuah lembaga Expert
yang membina kami.
Kami disambut oleh salah satu pejabat tinggi dari PUM. Saya
lupa namanya, pokoknya namanya mengandung kata “Van”. Kantor PUM berada di
lantai 15. Ternyata dari ruang pribadi beliau kami bisa melihat keindahan kota
Den Haag. Oh ya, di kantor PUM saya melihat beberapa plakat dari Indonesia. Setelah bercakap lebar akhirnya kami pamit untuk melihat tong – tong
fair. Dari atas kami bisa melihat dimana tempat Tong – tong fair
diselenggarakan. Ternyata tidak jauh dari tempat itu. Mungkin hanya sekitar 1
km dan bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Dalam perjalanan ke tempat tong – tong fair, kami disajikan
pemandangan bunga yang indah, tak jauh dari situ ada danau beserta bebek yang
berenang, burung – burung juga ikut berpartisipasi dalam mempengaruhi benak
saya bahwa tempat itu benar – benar indah. Saya mulai banyak melihat orang
Indonesia di sekitar lokasi itu. Orang – orang tua bule juga menyapa kami
dengan selamat siang dan apa kabar. Sampailah kami di tong – tong fair.
Tong – tong fair, tidak seperti yang saya bayangkan. Saya
pikir pameran ini berada di gedung seperti JCC jakarta. Ternyata pameran ini
hanya berupa tenda – tenda bewarna putih. Ada pemandangan becak khas Indonesia di sekitar lokasi pameran. Pengendaranya rata - rata cewek. Lumayan juga biaya untuk masuk ke
pameran ini. Sekitar 5 Euro kalau gak salah. Begitu masuk, kesan negatif
menjadi pudar. Ternyata di dalamnya kelihatan cukup bagus tatanannya. Di dalam
tenda juga terdapat berbagai fasilitas seperti toilet dan penghangat
ruangan.
Pameran ini memang untuk
Eurasia. Tetapi mayoritas yang jualan disini adalah penjual produk Indonesia.
Mungkin kalau dipresentasi sekitar 90 persen adalah produk Indonesia. Doorprize
hadiah pun adalah wisata ke negara Indonesia. Gak kebayang kalau saya yang
dapat. Hehehe
Kecap, saus, sambal, balsam, uleg2, layah, dll mungkin bukan
barang unik di Indonesia. Tapi di Belanda barang – barang itu unik. Saya begitu
senang melihat saus sambal begitu laris. Bahkan dijual 10 kali lipat dari harga
Indonesia pun tetap laris dibeli oleh orang – orang Belanda. Banyak potensial
bisnis yang bisa saya baca. Begitu mau berjalan keluar ada pengamen dari
Indonesia. Yang dinyanyikan lagu – lagu khas Indonesia seperti burung kakak
tua, bengawan solo, surabaya, dll. Ada sedikit kisah romantik di sini. Ada
seorang nenek yang memakai kursi roda, ditemani seorang kakek yang mendorongnya
menyaksikan lagu kakak tua. Nenek itu menangis seperti mengingat masa lalunya.
Dengan harunya sang kakek pun ikut menyanyi bersama pengamen dari Indonesia itu
untuk menghibur istrinya. Banyak yang mengerumuni pengamen itu. Banyak yang
memberikan koin – koin maupun lembaran 5 euro.
Puas kami berjalan – jalan di tong – tong fair, segera kami
kami keluar dari gedung tenda itu. Pemandangan indah itu tidak kami lewatkan
begitu saja. Tentu saja foto – foto di sekitar danau dan burung – burung liar
di sana. Ada seorang nenek Belanda yang mengajak kami ngobrol Bahasa Indonesia.
Sebenarnya kami ingin berwisata ke Madurondam. Karena cuaca tidak begitu bagus,
kami beralih ke studio Omniversum. Seperti gedung bioskop 3D tapi tampilannya
besar dan bulat. Kami memilih film yang berjudul kehidupan di bawah laut. Rata –
rata pengunjungnya adalah anak – anak. Jadi
kelihatan yang paling dewasa deh.
Satu Jam telah berlalu dan film udah selesai, segera kami
menuju ke Amsterdam untuk menuju hotel yang sudah dipesan melalui via Online.
Dalam perjalanan Chris memberi tahu kami ada sebuah jalan di hutan, dan
ternyata itu adalah tempat tinggal raja Belanda. Kami menginap di salah satu
hotel di pinggiran kota Amsterdam, dekat dengan bandara Schipol. Malam harinya
kami makan malam sama Chris dan Tineke. Makan malam terakhir kunjungan di
Belanda sesi ini. Sedih juga rasanya karena harus meninggalkan negara yang
indah ini. Besoknya kami menuju bandara Schipol, Bandara yang sangat luas.
Akhirnya say Good Bye kepada Chris dan Tineke. Mereka menganggap kami seperti
anaknya sendiri. See you at Indonesia next year Chris and Tineke…
Setelah lama mengunjungi kawasan wisata di Arnhem, maka hari
ini saat kunjungan ke ibukota negara Belanda, Amsterdam. Bandara Schipol emang
terletak di Amsterdam, tetapi saya belum pernah mengunjungi langsung suasana
kota Amsterdam. Pada awalnya, kita menuju kesana dengan mobilnya Chris. Belum
sampai Amsterdam, Chris berhenti di sebuah stasiun. Dia mengatakan bahwa,
parkir di Amsterdam sangat mahal. Per jamnya bisa sampai 7 Euro. Mending parkir
di stasiun pinggiran kota Amsterdam. Ternyata hal itu juga menjadi kebiasaan
warga di sini. Untuk menghemat biaya dan menghindari keramaian kota Amsterdam.
Kami memasuki stasiun (lupa namanya) di pinggiran kota
Amsterdam. Stasiun sederhana tetapi tetap dengan bangunan mewah. Tak satupun
petugas stasiun yang ada di sana. Semua serba elektronik. Oh ya mungkin belum
aku jelaskan di tulisan sebelumnya. Orang Belanda itu mempunyai sebuah kartu
yang bisa digunakan untuk membayar semua fasilitas di Belanda. Mulai dari tiket
kereta api, trem, bus, toilet, parkir, tempat wisata, dll. Bagi yang tidak
mempunyai kartu, maka penumpang kereta api bisa membeli di sebuah mesin seperti
ATM. Pembelian dilakukan melalui kartu kredit atau kartu debit. Nanti akan muncul
tiket dari mesin itu. Oh ya tiketnya itu bukan tiket sembarangan lo. Walaupun
berbentuk seperti kertas, tetapi setiap tiket mempunyai chip yang bisa
dijadikan untuk detektor untuk membuka pintu kereta api. Jadi sistem kerja di
Belanda itu sangat berbeda dengan Indonesia yang padat karya. Di Belanda
memakai fasilitas serba elektronik.
Chris membelikan kami tiket. Sedangkan dia dan istrinya
tidak perlu membeli karena sudah mempunyai kartu. Menunggu 20 menit, kereta api
jurusan pusat kota Amsterdam telah datang. Begitu kereta berjalan, sangat
nampak perbedaan dengan kereta di Indonesia. Suspensinya sangat halus dan
nyaman, walaupun kecepatannya sangat tinggi. Sampailah kami di stasiun pusat
kota. Stasiun yang menurut saya mewah.
Begitu keluar stasiun, saya terpesona dengan keindahan kota Amsterdam. Selama
ini saya membayangkan bahwa Amsterdam itu kota dengan bangunan modern. Tetapi
di sini saya melihat bahwa Amsterdam itu kota yang penuh dengan bangunan tua
tetapi sangat megah.
Kebiasaan orang Belanda, saat bekerja mereka menitipkan
mobilnya di stasiun. Baik dari kota yang
dekat maupun jauh dari pusat Amsterdam. Setelah di pusat kota Amsterdam, mereka
berjalan kaki atau menyewa sepeda menuju tempat mereka kerja. Jarang yang
langsung membawa mobil ke pusat kota. Kota ini sangat ramai dengan orang,
tetapi mayoritas mereka berjalan kaki. Di Amsterdam memang tujuan utama
wisatawan dari berbagai negara.
Tujuan pertama kami adalah wisata cruise melewati kanal
Amsterdam. Salah satu wisata paling terkenal di negeri Belanda. Oh ya kebiasaan
Chris dalam membeli tiket wisata untuk kami, selalu via online. Sedangkan untuk
dirinya dan istrinya cukup memakai kartu. Naiklah kami ke cruise mengelilingi
seluruh sudut kanal Amsterdam. Pemandangan yang sangat indah.
Puas dengan keindahan kota Amsterdam, kami segera menuju ke
toko souvenir. Selain coklat, saya banyak membeli souvenir seperti gantungan
kunci dan tempelan kulkas. Emang mayoritas yang bisa dibeli adalah itu. Meskipun
hanya gantungan kunci, tapi harganya gak tanggung – tanggung. Per biji paling
tidak bisa mengeluarkan 3 – 5 euro. Kalikan saja 13.000 rupiah, sudah berapa
harganya. Di Indonesia saya bisa membeli gantungan kunci dengan harga 5000an
rupiah saja. Tak lupa kami potret – potret di area kota yang semua bangunannya
adalah bangunan tua yang megah.
Destinasi selanjutnya adalah Museum Madam Tussaud, sebuah
museum yang berisi tentang patung – patung artis hollywood dan tokoh dunia yang
berasal dari lilin. Banyak teman – teman yang tertipu lo, mereka menganggapnya
asli. Itu berkat kejelian dari seniman patung yang membuatnya sangat mirip. Bentuk
badan, tinggi badan, berat badan, gaya berpakaian, bentuk tangan, semua sama
dengan aslinya. Satu persatu saya berfoto dengan patung – patung yang cantik. Hehehehe
Kami kemudian mampir di sebuah kafe di kawasan DAM
Amsterdam. Banyak turis di sini. Di sini banyak pengamen. Eiitttsss, di sini pengamennya
elegan lo. Perlu modal dan skill lo untuk mengamen di sini. Mulai dari musik
tradisional yang alatnya mahal dan harus mempunyai skill untuk memutarnya. Ada
juga tukang sulap yang membawa berbagai peralatan dan perlengkapan, scream yang
butuh kostum yang ribet. Saya liat koin yang mereka dapatkan banyak banget lo.
Bayangkan ada banyak recehan 1 euro. Saya rasa lebih dari seratus koin yang
mereka dapatkan sehari. Wow, angka yang sangat fantastis deh.
Planning selanjutnya saya menemui pamannya teman yang
tinggal di Amsterdam. Namanya pak taufik. Orang Indonesia berdarah Arab. Kami
janjian di restoran Indonesia yang milik adiknya. Untuk menuju ke sana,
transportasi yang bisa digunakan adalah trem. Oh ya, pusat kota amsterdam : rel
dan jalan raya menjadi satu. Trem, taksi, sepeda, mobil di dalam satu jalur.
Tidak bisa dibayangkan betapa berbahayanya itu. Tapi saya tanya ke orang –
orang, jarang terjadi kecelakaan meskipun kondisi jalurnya seperti itu. Untuk
keliling kota Amsterdam paling mudah menggunakan trem. Jarak antar stasiun juga
sangat dekat.
Bisa dibayangkan, saya ketinggalan untuk turun dari trem
karena kebodohan saya tidak menyiapkan tiket saat turun. Ketika mau turun, tiba
– tiba pintu sudah tertutup dan kereta berjalan. Driver tidak mau berhenti
sembarang tempat sebelum sampai stasiun. Chris, tineke dan mbak rizki sudah turun
duluan. Saya bingung bagaimana cara komunikasi dengan mereka. Baterai handphone
sedang low bateray. Saya tersesat di kota Amsterdam. Akhirnya saya berhenti di
stasiun terdekat dan saya berjalan menuju stasiun tempat chris, tineke dan mbak
rizki turun dari trem. Alhamdulillah saya berhasil menemukan mereka.
Selamattttttttttttt……………
Tidak jauh dari tempat kami ketemu, terdapat restoran
Indonesia bernama Ibunda. Ternyata itu adalah restoran yang kami cari sebagai
tempat janjian dengan pak taufik. Betapa senangnya saya ketemu dengan orang
Indonesia lagi. Di sana saya banyak ngobrol – ngobrol tentang bisnis dengan pak
taufik. Yang paling penting adalah saya makan masakan Indonesia. Yeesssssssss.
Hari udah mulai sore saatnya kembali ke kota Otterlo.
Openlutch Museum Trip
Chris tidak henti – hentinya memanjakan kami dengan mengajak
ke tempat wisata yang luar biasa. Hari minggu destinasinya ada di Openlutch
Museum, Arnhem City. Apakah anda sudah pernah ke Taman Mini Indonesia Indah
yang ada di Jakarta? Ya, kira – kira mirip itulah. Di sini anda akan menemukan
sejarah Belanda. Anda akan menemui berbagai bangunan tradisional masa lampau.
Sekolah – sekolah Belanda tidak mengajarkan sejarah bagaimana mereka menjajah
Indonesia. Hanya ada sejarah mereka dijajah oleh negara Jerman. Itu sesuatu
yang kelam bagi mereka. Bedanya dengan TMII tempat ini berada di tengah hutan
dan dingiiinnnn. hehehe
Sebelum memasuki museum, kami melihat alat musik
tradisional. Bentuknya unik memang. Lagu – lagu tidak diputar di kaset, tetapi
seperti sebuah buku kemudian dimasukkan ke dalam alat musik. Sang pemutar perlu
memutar pedal pada alat musik tersebut. Ternyata untuk memutarpun perlu dengan
seni. Tidak sembarangan aja memutar, harus tahu lagunya juga. Saya coba memutar
alat itu, hasil suaranya gak karuan. Tak lupa narsis di depan alat musik deh.
Tak lama kami langsung masuk ke museum. Chris menawarkan
apakah pertama naik kereta dulu? Kami jawab it’s oke. Ada kereta kecil yang
merupakan kereta listrik pertama kali yang ada di Belanda. Ternyata kereta
listrik itu udah lama ada di sini lo. Naiklah kami ke kereta itu dan bentuknya
klasik banget. Kereta dilengkapi dengan penghangat ruangan yang membuat kami
semakin nyaman saja. Ada rel yang mengelilingi berbagai rumah tradisional di
Belanda. Kami tidak berhenti dulu untuk
melihat – lihat rumah itu. Kami berhenti dulu di stasiun lobby museum untuk melihat
gambar 3D sejarah kehidupan tradisional Belanda. Saya belum pernah ke 4D yang
ada di Indonesia seperti apa (ndeso. Hehe). Jadi di sini ada beberapa gambar 3D
yang dikombinasikan dengan LCD proyektor. Kami memasuki sebuah ruangan seperti
bioskop. Ruangan itu bergerak kesamping, atas dan bawah secara memutar untuk
melihat gambar 3D yang didesain sangat menarik. Kami melihat berbagai keindahan
gambar di sana. Kami jadi tahu bagaimana kehidupan orang Belanda di masa
lampau. 20 menit telah berlalu dan acara tersebut sudah selesai.
Chris mengajak kami untuk melihat rumah – rumah tradisional.
Layaknya rumah adat yang ada di TMII. Bedanya, di setiap rumah ada orang yang
mendemontrasikan tertentu. Misalnya, ada rumah yang berfungsi sebagai pembuat
alat dari besi. Ada orang yang mendemontrasikan gimana membuat besi dengan alat
– alat manual dan bara api. Mereka
mendemontrasikan dengan bahasa Inggris atau Belanda. Beragam alat dan
tempat tinggal tradisional di Openlutch Museum.
Tempat yang paling menarik adalah rumah yang merupakan camp
orang Indonesia dan menceritakan tentang
sejarah datangnya 12.500 orang Maluku (Indonesia) ke Belanda. Mereka
didatangkan ke Belanda oleh KNIL. Orang – orang Maluku tersebut dibuatkan rumah
yang layak huni oleh pemerintah. Mereka disebar di masing – masing town 25
orang dan satu rumah. Anda bisa menemukan sample bumbu rempah Indonesia di
rumah ini.
Setelah capek berjalan dari satu rumah ke rumah yang lain,
akhirnya kami kembali ke lobby dengan naik kereta lagi. Bunga tulip berbagai warna kami lihat dalam perjalanan menuju lobby. Kami sempatkan untuk berfoto - foto di kebun bunga itu. Mumpung lagi mekar. Saya sangat beruntung pada saat di sini kami melihat bunga tulip yang begitu cantik. Belanda mampu merubah
sesuatu yang sebenarnya biasa menjadi sesuatu menarik. Pengelolaan tempat
wisata yang menurutku perlu dilakukan oleh Indonesia. Betapa kayanya Indonesia
akan keanekaragaman suku. Betapa banyaknya wisata alam Indonesia yang sangat
indah. Di Belanda semuanya rapi. Bahkan pohon yang ada di hutan pun kelihatan
ditata dengan rapi. Potensial Indonesia menjadi negara nomer wahid di bidang
pariwisata itu sangat tinggi. Saya berharap pemerintah membaca tulisan ini
supaya ada pembenahan yang nyata. Apabila tempat wisata banyak dikunjungi
wisatawan, maka akan menambah pendapatan negara.