Degradasi Tanah Pertanian
Indonesia
Tanggung Jawab Siapa ?
Secara jujur, kita lebih senang
membanggakan kesuburan tanah air kita, dan keberhasilan pertanian dengan panen
melimpah dan lingkungan yang indah dan menyegarkan. Sebaliknya, kita enggan membicarakan
usaha pertanian yang makin suram, atau maraknya berbagai rongrongan yang
menurunkan produktivitas, sehingga terkesan bahwa kita melalaikan pelestarian
usaha pertanian. Padahal kenyataannya lahan pertanian kita terus terancam oleh
degradasi dari segala arah, yang jauh dari kemampuan petani untuk menangkalnya.
Konversi Lahan Konversi lahan pertanian tidak termasuk kategori degradasi tanah
yang diartikan secara sempit sebagai penurunan kualitas tanah. Namun dampaknya
luar biasa, yaitu menyebabkan penurunan produksi pertanian nasional, dan
hilangnya potensi pertanian dari lahan yang terkonversi tersebut.
Saat ini konversi lahan
dianggap sebagai suatu hal yang sifatnya alami dari segi ekonomi, sehingga
disimpulkan tidak mungkin dihentikan. Memang konversi lahan tidak dapat distop
100%, tetapi tentunya dapat dikendalikan agar tidak berlangsung terlalu cepat,
dan hanya lahan yang kurang produktif saja yang boleh dikonversi. Data
Puslitbangtanak menunjukkan bahwa:
·
luas sawah di Jawa pada tahun 1977 mencapai
3,742 juta hektar, kemudian menurun menjadi hanya 3,247 juta hektar pada tahun
1998. Belum terhitung konversi lahan pertanian darat ke non pertanian yang juga
terjadi cukup cepat.
·
lahan pertanian di sekitar kola-kola besar di
luar Jawa pun mengalami penciutan oleh perluasan pemukiman, industri, jaringan
jalan, dan sebagainya. Erosi Tanah Degradasi tanah oleh proses erosi permukaan
(sheet erosion) terus berlangsung sangat intensif dan meluas di Indonesia. Hal
ini terjadi karena: (1) curah hujan yang tinggi, (2) lahan berlereng curam, (3)
tanah peka erosi, dan (4) praktek pertanian tanpa upaya pengendalian erosi.
Data di bawah ini kiranya dapat memberikan gambaran betapa gawatnya degradasi
tanah oleh erosi:
·
Di Jawa Barat, laju erosi di DAS Cimanuk, mencapai
5,2 mm/thn, mencakup areal 332 ribu hektar. Dan di Citayam, pada lahan tanaman
pangan berlereng 14%, laju erosinya 25 mm/thn.
·
* Di Putat, Jawa Tengah, laju erosi 15 mm/tahun,
dan di Punung, Jawa Timur, sekitar 14 mm/thn; keduanya pada lahan tanaman pang
an berlereng 9-10%
·
Di Lampung, ditemukan laju erosi 3 mm/thn, pada
lahan tanaman pangan berlereng 3,5%
·
Di Baturaja pada lahan berlereng 14%, laju erosi
mencapai 4,6 mm/thn, walaupun jerami padi dan jagung dikem balikan sebagai
mulsa. Laju erosi sebesar 1 mm/thn setara dengan kehilangan tanah sebanyak 10
ton/ha/thn. Di beberapa wilayah pertanian, selain erosi permukaan sering juga
terjadi longsor, yang sangat merusak tanah pertanian. Residu Herbisida Banyak
petani sudah terbiasa menggunakan herbisida untuk memberantas gulma. Masalahnya
sebagian senyawa kimiawi tersisa di dalam tanah, makin lama makin banyak. Data
yang terkumpul di antaranya:
·
Di Jawa Barat, residu parakuat (0,0016 - 0,0025
ppm), oksadiazon (0,0011 - 0,0023 ppm) dan 2,4-D (0,0014 - 0,0025 ppm)
ditemukan pada tanah sawah hampir di seluruh propinsi. Residu glifosat (0,0009
- 0,0012 ppm) terdapat di Kab. Ciamis. Majalengaka, dan Serang.
·
Di Jawa Tengah: ditemukan residu herbisida pada
tanah sawah di Rembang, Klaten, Bantul, Cilacap, Kebumen, Banyumas, Brebes, dan
Pemalang, berupa: MCPA (0,0005 - 0,0285 ppm), 2,4-0 (0,0016 - 0,0095 ppm),
metil metsulfuron (0,0010 - 0,0046 ppm), parakuat (0,0128 - 0,0216 ppm), dan
glifosat (0,0004 - 0,0125 ppm). Saat ini konsentrasinya masih di bawah batas
maksimum residu (BMR), tetapi akan terus meningkat bila penggunaan herbisida
tidak terkendali.
·
Di Jawa Timur ditemukan parakuat, glifosat,
oksadiazon, DMA, metil metsulfuron. Residu parakuat ditemukan dalam beras
(0,0024 - 0,0045 ppm) dan tanah sawah (0,0031-0,0074 ppm) di Ngawi, Magetan,
Madiun, Nganjuk, Malang, dan Pasuruan. Limbah Tambang Emas Kegiatan penambangan
banyak yang mencemari tanah pertanian. Salah satu contoh adalah tambang emas
tradisional di Kab. Bogor, limbahnya telah menyebabkan tingginya kadar
air-raksa (Hg) pada tanah dan beras.
·
Kadar Hg pada lanah lapisan alas di dekat
pertambangan mencapai 6,7 ppm, dan yang berjarak 7 km dari pertam- bangan
mencapai 2,3 ppm. Balas ambang kadar Hg pada tanah pertanian adalah