Jakarta berusia 487 tahun pada 22 Juni ini. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk menyejahterakan warganya di segala bidang. Namun, harus diakui masih banyak kerja yang belum selesai. Macet, banjir dan kemiskinan masih menghiasi wajah Jakarta pada saat ini.
Karena itu, dalam merayakan hari jadi ibu kota pada tahun ini, introspeksi tampaknya harus dilakukan oleh semua pihak yakni aparat pemerintah, baik pusat maupun daerah serta warga agar kualitas hidup warga yang datang dari berbagai suku bangsa di Indonesia, menjadi lebih baik.
Jakarta pernah berharap terjadi perbaikan kualitas hidup ketika terjadi pergantian kepemimpinan di Provinsi DKI Jakarta pada 2012. Pemimpin terpilih pada saat itu, Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menjanjikan "Jakarta Baru, Jakarta Kita" bagi masyarakat Jakarta, termasuk orang Betawi yang suku asli ibukota ini.
Pada awal kepemimpinan mereka, terumbar janji bahwa Jakarta akan lepas dari kemacetan dan ancaman banjir, serta diperbaikinya perumahan kumuh dengan mengubah kawasan dan memindahkan penghuninya ke rumah deret atau rumah susun sewa. Untuk mengurangi banjir dicanangkan pembangunan waduk, baik di Jakarta maupun di daerah sekitarnya, membuat sodetan kali agar air yang mengalir di sungai Ciliwung yang membelah kota bisa dikendalikan, serta perbaikan gorong-gorong air.
Pembangunan transportasi publik sebagai salah satu cara untuk mengurai kemacetan juga diprogramkan, seperti pembangunan monorail, dan mass rapid transit (MRT) serta menerapkan sistem electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar.
Gubernur dan wakil gubernur yang dipilih secara langsung oleh warga itu juga menyiratkan bakal ada tata kelola pemerintahan yang lebih baik di ibukota itu.
Namun, pada usia 487 tahun ini sepertinya Jakarta bakal masih merasakan dan melihat kemacetan, banjir dan kawasan kumuh karena banyak program yang tidak berjalan mulus misalnya pembangunan monorail dan MRT serta pengadaan bus Transjakarta.yang beroperasi melintasi jalur bus atau busway.
Kabar menyesakkan
Selain itu, menjelang perayaan HUT ada kabar yang cukup menyesakkan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada Laporan Keuangan Pemprov DKI tahun anggaran 2013. Opini itu turun satu tingkat dari opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diperoleh DKI selama dua tahun terakhir ini.
Anggota V BPK Agung Firman Sampurna di depan anggota dewan dan Plt Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat Rapat Paripurna Istimewa DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD, Jakarta, Jumat (20/6), mengungkapkan, hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2013, ada 86 temuan senilai Rp1,54 triliun.
Dari 86 temuan itu, yang menunjukkan indikasi kerugian daerah mencapai Rp85,36 miliar, sedangkan potensi kerugian mencapai Rp1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp95,01 miliar dan pemborosan sebesar Rp23,13 miliar.
Berkaitan dengan sejumlah masalah ini, tokoh masyarakat Betawi Becky Mardani mengatakan kualitas kehidupan di Jakarta saat ini tidak lebih baik. Kemacetan makin mudah terjadi di mana-mana sehingga waktu tempuh warga menjadi makin lama.
Dari sisi prestasi pun banyak yang hilang. Dalam MTQ 2014 di Batam, Kepulauan Riau beberapa waktu lalu, Jakarta tidak lagi memperoleh peringkat terbaik. "Dulu kalo gak juara umum, paling berada di urutan kedua. Perhatian pemda dalam hal ini kurang," kata Becky yang menambahkan bahwa kali ini juga tidak ada satu pun wilayah kotamadya yang mendapatkan piala Adipura.
Mengenai pemberian WDP dari BPK, Becky mengatakan, pimpinan daerah saat ini sepertinya tidak bisa memahami bahwa mengelola pemerintahan itu berbeda dengan swasta.
Pimpinan sekarang, katanya, terlalu mudah mengubah program yang sudah ditetapkan di tengah jalan. Ini menyulitkan para pelaksana program karena seharusnya setiap program didahului dengan perencanaan yang baik, sementara pimpinan ingin program itu cepat selesai.
Tidak tutup mata
Pemerintah DKI Jakarta memang tidak menutup mata atas masih adanya sejumlah masalah itu. Sejumlah kebijakan untuk menyelesaikan masalah itu terus dilakukan, bersamaan dengan program-program lain yang berkaitan dengan kesehatan dan pendidikan.
Di era digital saat ini, ketika internet sudah mewabah di tengah iklim demokrasi yang bebas dan bertanggung jawab, maka masyarakat Jakarta memiliki kesempatan untuk berpendapat bahkan mengkritik kebijakan pemprov DKI Jakarta di bidang apa pun.
Sangat sering warga mengkritik pemda karena banjir selalu terjadi meski hujan hanya beberapa jam mengguyur Jakarta serta mengenai penyediaan transportasi publik, yang hingga kini masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat .
Kritik melalui media sosial dan media lainnya itu seharusnya disyukuri aparat Pemda Jakarta, karena permasalahan langsung diketahui sehingga segera dapat ditangani dan diselesaikan. Komunikasi interaktif antara masyarakat dan aparat pada saat ini sepertinya harus dipertahankan dan terus ditingkatkan.
Namun, introspeksi atau koreksi diri juga harus dilakukan masyarakat. Sudahkah mereka berperan dalam melakukan perbaikan itu. Jangan sampai mereka hanya berkomentar dan mengkritik, tapi tidak berkenan diatur agar mematuhi peraturan dan mengikuti kebijakan pemda.
Ketika terjadi kemacetan, sadarkah warga bahwa hal itu antara lain disebabkan karena banyaknya mobil dan motor di jalan-jalan Jakarta, yang mereka gunakan untuk menuju ke suatu tempat?. Sudah ada langkah yang diambil sebagian masyarakat dengan meninggalkan kendaraannya di rumah dan menggunakan transportasi publik serta bersepeda ke tempat kerja bepergian, namun ternyata itu belum cukup.
Selain itu, tiadanya disiplin di jalan raya membuat kemacetan menjadi kerap terjadi. Tak ada budaya antre dan sabar dalam menggunakan jalan raya. Pengguna jalan seolah-olah menunjukkan bahwa ia terburu-buru dan harus segera tiba di tujuan. Rambu lalu lintas pun kini kurang dihargai.
Berkaitan dengan banjir, selain karena memang permukaan daratan kota Jakarta lebih rendah dari permukaan laut dan dilalui sejumlah kali besar, harus diakui bahwa kebiasaan buruk warga dalam membuang sampah tidak pada tempatnya masih terjadi. Padahal kalau terjadi banjir, mereka sendiri yang menderita,
Jakarta baru pada saat ini masih menjadi harapan. Itu akan terwujud jika ada kesadaran semua pihak untuk meningkatkan kualitas hidup warga Jakarta. Selamat ulang tahun Jakarta! (ab)
Karena itu, dalam merayakan hari jadi ibu kota pada tahun ini, introspeksi tampaknya harus dilakukan oleh semua pihak yakni aparat pemerintah, baik pusat maupun daerah serta warga agar kualitas hidup warga yang datang dari berbagai suku bangsa di Indonesia, menjadi lebih baik.
Jakarta pernah berharap terjadi perbaikan kualitas hidup ketika terjadi pergantian kepemimpinan di Provinsi DKI Jakarta pada 2012. Pemimpin terpilih pada saat itu, Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menjanjikan "Jakarta Baru, Jakarta Kita" bagi masyarakat Jakarta, termasuk orang Betawi yang suku asli ibukota ini.
Pada awal kepemimpinan mereka, terumbar janji bahwa Jakarta akan lepas dari kemacetan dan ancaman banjir, serta diperbaikinya perumahan kumuh dengan mengubah kawasan dan memindahkan penghuninya ke rumah deret atau rumah susun sewa. Untuk mengurangi banjir dicanangkan pembangunan waduk, baik di Jakarta maupun di daerah sekitarnya, membuat sodetan kali agar air yang mengalir di sungai Ciliwung yang membelah kota bisa dikendalikan, serta perbaikan gorong-gorong air.
Pembangunan transportasi publik sebagai salah satu cara untuk mengurai kemacetan juga diprogramkan, seperti pembangunan monorail, dan mass rapid transit (MRT) serta menerapkan sistem electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar.
Gubernur dan wakil gubernur yang dipilih secara langsung oleh warga itu juga menyiratkan bakal ada tata kelola pemerintahan yang lebih baik di ibukota itu.
Namun, pada usia 487 tahun ini sepertinya Jakarta bakal masih merasakan dan melihat kemacetan, banjir dan kawasan kumuh karena banyak program yang tidak berjalan mulus misalnya pembangunan monorail dan MRT serta pengadaan bus Transjakarta.yang beroperasi melintasi jalur bus atau busway.
Kabar menyesakkan
Selain itu, menjelang perayaan HUT ada kabar yang cukup menyesakkan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada Laporan Keuangan Pemprov DKI tahun anggaran 2013. Opini itu turun satu tingkat dari opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diperoleh DKI selama dua tahun terakhir ini.
Anggota V BPK Agung Firman Sampurna di depan anggota dewan dan Plt Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat Rapat Paripurna Istimewa DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD, Jakarta, Jumat (20/6), mengungkapkan, hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2013, ada 86 temuan senilai Rp1,54 triliun.
Dari 86 temuan itu, yang menunjukkan indikasi kerugian daerah mencapai Rp85,36 miliar, sedangkan potensi kerugian mencapai Rp1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp95,01 miliar dan pemborosan sebesar Rp23,13 miliar.
Berkaitan dengan sejumlah masalah ini, tokoh masyarakat Betawi Becky Mardani mengatakan kualitas kehidupan di Jakarta saat ini tidak lebih baik. Kemacetan makin mudah terjadi di mana-mana sehingga waktu tempuh warga menjadi makin lama.
Dari sisi prestasi pun banyak yang hilang. Dalam MTQ 2014 di Batam, Kepulauan Riau beberapa waktu lalu, Jakarta tidak lagi memperoleh peringkat terbaik. "Dulu kalo gak juara umum, paling berada di urutan kedua. Perhatian pemda dalam hal ini kurang," kata Becky yang menambahkan bahwa kali ini juga tidak ada satu pun wilayah kotamadya yang mendapatkan piala Adipura.
Mengenai pemberian WDP dari BPK, Becky mengatakan, pimpinan daerah saat ini sepertinya tidak bisa memahami bahwa mengelola pemerintahan itu berbeda dengan swasta.
Pimpinan sekarang, katanya, terlalu mudah mengubah program yang sudah ditetapkan di tengah jalan. Ini menyulitkan para pelaksana program karena seharusnya setiap program didahului dengan perencanaan yang baik, sementara pimpinan ingin program itu cepat selesai.
Tidak tutup mata
Pemerintah DKI Jakarta memang tidak menutup mata atas masih adanya sejumlah masalah itu. Sejumlah kebijakan untuk menyelesaikan masalah itu terus dilakukan, bersamaan dengan program-program lain yang berkaitan dengan kesehatan dan pendidikan.
Di era digital saat ini, ketika internet sudah mewabah di tengah iklim demokrasi yang bebas dan bertanggung jawab, maka masyarakat Jakarta memiliki kesempatan untuk berpendapat bahkan mengkritik kebijakan pemprov DKI Jakarta di bidang apa pun.
Sangat sering warga mengkritik pemda karena banjir selalu terjadi meski hujan hanya beberapa jam mengguyur Jakarta serta mengenai penyediaan transportasi publik, yang hingga kini masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat .
Kritik melalui media sosial dan media lainnya itu seharusnya disyukuri aparat Pemda Jakarta, karena permasalahan langsung diketahui sehingga segera dapat ditangani dan diselesaikan. Komunikasi interaktif antara masyarakat dan aparat pada saat ini sepertinya harus dipertahankan dan terus ditingkatkan.
Namun, introspeksi atau koreksi diri juga harus dilakukan masyarakat. Sudahkah mereka berperan dalam melakukan perbaikan itu. Jangan sampai mereka hanya berkomentar dan mengkritik, tapi tidak berkenan diatur agar mematuhi peraturan dan mengikuti kebijakan pemda.
Ketika terjadi kemacetan, sadarkah warga bahwa hal itu antara lain disebabkan karena banyaknya mobil dan motor di jalan-jalan Jakarta, yang mereka gunakan untuk menuju ke suatu tempat?. Sudah ada langkah yang diambil sebagian masyarakat dengan meninggalkan kendaraannya di rumah dan menggunakan transportasi publik serta bersepeda ke tempat kerja bepergian, namun ternyata itu belum cukup.
Selain itu, tiadanya disiplin di jalan raya membuat kemacetan menjadi kerap terjadi. Tak ada budaya antre dan sabar dalam menggunakan jalan raya. Pengguna jalan seolah-olah menunjukkan bahwa ia terburu-buru dan harus segera tiba di tujuan. Rambu lalu lintas pun kini kurang dihargai.
Berkaitan dengan banjir, selain karena memang permukaan daratan kota Jakarta lebih rendah dari permukaan laut dan dilalui sejumlah kali besar, harus diakui bahwa kebiasaan buruk warga dalam membuang sampah tidak pada tempatnya masih terjadi. Padahal kalau terjadi banjir, mereka sendiri yang menderita,
Jakarta baru pada saat ini masih menjadi harapan. Itu akan terwujud jika ada kesadaran semua pihak untuk meningkatkan kualitas hidup warga Jakarta. Selamat ulang tahun Jakarta! (ab)